Alana menangis. Tidak lama. Tidak berlarut-larut dan tidak meraung-raung. Hanya tiba-tiba saja air matanya selalu mendadak turun.
Mamanya hanya mampu menghela nafas panjang melihat gelagat tak baik putri semata wayangnya itu. Bella telah menceritakan semuanya dan Mamanya kini memaklumi.
Padahal udah direstui Mama. Kenapa malah diajak pegat sih. Tega banget.
Alana menutup dirinya dengan selimut. Meringkuk diatas ranjang. Sembari menggenggam ponsel lamanya yang dulu sempat direparasi. Ia menyumpalkan earphone ditelinganya.
Dan mulai melacak seluruh isi ponsel itu yang masih tersisa. Dan, Ya Tuhan, galerinya penuh dengan foto-foto Kafka. Segala posisi. Mulai yang candid, hingga sebatas bayangan cowok itu.
Beberapa berupa video. Ada salah satu video Kafka sedang bermain disebuah taman, dimana divideo itu terdengar jelas tawa Alana.
"Lihat sini makanya. Kafka, say hello dong."
"Kaf. Say cheese."
"Uluh-uluh, ganteng nya."
"Hahahahaa."
Alana semakin meringkuk. Menggigit kukunya. Pantas saja Kafka mengatakan jika ia ragu, ia saja tak ingat sama sekali dengan video ini. Kapan, dan dimana. Sama sekali tak ada bayangannya dalam kepala Alana.
Lantas membuka folder penyimpanan rekaman. Semua suara Kafka. Entah sebatas mengucapkan selamat malam, atau menyanyikan lagu untuk Alana.
Dan ia, benar-benar tak ingat semuanya sama sekali.
Tuhkan nangis lagi gue. Katanya takdir baik. Kamu bohong terus sih, Kaf.
Alana mengusap air matanya yang turun baru saja.
"Negative dua tambah tiga berapa? Kamu."
"Satu lah. Aneh banget kamu jawabnya."
"Kamu dong, soalnya cuman kamu satu-satunya, ehe."
Alana semakin meringkuk. Menyembunyikan seluruh tubuhnya dibalik selimut. Memeluk ponselnya yang masih mengalunkan suara-suara Kafka yang pernah direkamnya.
"Badannya anget. Kamu berangkat duluan aja nggak apa, Bell. Jangan lupa ijinin Alana ya."
"Iya tante, aku duluan kalo gitu."
Alana menggeliat. Terbangun dari tidurnya begitu mendengar suara pintu tertutup. Ia membuka matanya yang berat. Pukul berapa sekarang. Kenapa sinar matahari yang terasa begitu terik masuk kedalam kamarnya.
"Lan, udah bangun? Makan ini dulu, mama siapin obatnya."
Ia melihat mamanya membawa nampan yang berisi semangkuk bubur dan segelas teh hangat. Alana memegang dahinya sendiri. Demam.
Cukup tinggi sebenarnya. Dan setelah dirasa, kepalanya juga terasa begitu berat. Pening sekali.
"Bella udah sekolah, ma?" Tanya nya setelah baru saja hanya menjilat bubur ujung sendok. Nafsu makannya menghilang begitu saja.
"Iya. Mama nanti harus ada rapat juga, kamu dirumah sendiri nggak apa? Mama nggak lama kok. Nanti langsung pulang."
Alana mengangguk. Ia sudah biasa ditinggal rapat mendadak seperti ini. "Iya, palingan ntar Bella juga langsung pulang juga kok."
Mamanya tersenyum. Lantas beranjak dari sisi ranjang Alana. Setelah memastikan benar-benar seorang diri dirumah, Alana segera turun dari ranjang. Melawan pening dikepalanya dan segera membongkar seluruh barang yang sekiranya berkaitan dengan masa lalunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
walk on memories || Na Jaemin [SELESAI] ✔
Fanfiction"Bagaimana bisa, ketika orang lain ada yang tengah menangisi setiap kenangan miliknya aku justru tidak memiliki kenangan apapun." Kim Lana harus berbohong setiap kali ada yang bertanya ingatkah dia dengan orang itu. Berpura-pura mengenal semua orang...