16. that's okay

30 5 0
                                    

Kafka mengeluarkan ponsel nya dari dalam laci ketika benda pipih itu berdenting menandakan sebuah pesan masuk. Ia membaca pesan itu lewat notif sekilas.

Jauhi Alana.

Nafasnya berhembus panjang. Kafka memasukkan kembali ponselnya kedalam laci. Suasana kelas telah sepi, sebab seluruh siswa telah menuju lapangan untuk mengikuti pelajaran olahraga.

Baru saja beranjak dari kursi, langkah Kafka terhenti. Urung segera keluar dari kelasnya karena seseorang masuk kedalam kelas. Melangkah cepat kearahnya dengan tatapan tajamnya.

"Jauhi Alana." Ujarnya dengan nada dingin.

"Nggak bisa." Jawab Kafka cepat. Wajahnya datar, namun Bella tak pernah takut dengan wajah itu.

"Mau lo apa? Dengan lo dateng lagi kehidup dia, sama aja lo cuman mau ngehancurin dia kedua kalinya."

"Lo nggak ada hak buat ngelarang gue."

Bella tersenyum miring. "Terus, menurut lo? Tante Kusma bakalan diem aja kalo tau lo deketin anaknya lagi?"

Kafka terdiam.

"Dia udah cukup jauh lari dari lo, udah cukup hidup tenang. Jadi berhenti ganggu dia." Bella membalikkan badannya. Berjalan meninggalkan Kafka seorang diri dikelasnya.

Kita liat aja nantinya, Bell. Siapa yang pada akhirnya bener-bener bisa bikin Alana bahagia.

"Satu lagi Kaf, semakin jauh lo ngejar dia lagi. Sejauh itu juga gue bakal jauhin lo sama dia." Setelah itu, sosok Bella menghilang dari ambang pintu. Berjalan tergesa menuju lapangan.

Kafka masih sedikit terkejut ditempatnya.

"Bisa-bisanya Jeffrey naksir wujudan medusa begitu." Bisiknya lirih pada dirinya sendiri.

Kafka tiba dilapangan sekolah sedikit terlambat karena kehadiran Bella yang tiba-tiba tadi.

"Yang baru aja dateng yang maju pertama pak." Mark berteriak heboh ketika Kafka baru saja tiba. Masih dengan nafasnya yang terengah-engah.

"Boleh. Kafka, sini."

Kafka mendelik terkejut. "Kok saya pak?"

Sorak sorai terdengar heboh. Diam-diam, dari tempatnya berdiri, Alana tersenyum. Reira yang menyadari senyum Alana menyenggol lengan sahabatnya itu.

"Udah sampe mana?" Reira bertanya, menggoda.

"Apanya?" Tanya Alana balik. Pura-pura tidak paham.

"Mmm, pokoknya kalo jadi traktiran ya."

"Ngomong apa sih." Alana malu. Sungguh.

"Kamu yang datengnya telat. Sini, kamu maju pertama buat penilaian." Guru olahraga itu melambaikan tangannya kearah Kafka. Menyuruh cowok itu untuk mendekat kearahnya.

"Ha? Tapi saya kan belum pemanasan pak." Jawab Kafka beralasan.

"Yaudah, sini. Pemanasannya disini. Yang lain boleh duduk atau latihan dulu."

Astaga. Ni guru.

"Mau ngeliatin Kafka pemanasan aja deh pak." Celetuk seorang siswi, yang mengundang sorakan seluruh murid.

Siswi itu menyengir tak berdosa kearah Kafka yang saat ini menarik ujung bibirnya setengah. Antara geli dan heran.

Dengan setengah hati, Kafka akhirnya berjalan kearah guru olahraga itu. Berdiri didepan seluruh teman-temannya yang telah duduk dibawah pohon untuk meneduh sembari menantinya maju urutan pertama penilaian basket.

walk on memories || Na Jaemin [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang