Alana belum beranjak dari tempat tidurnya sedari tadi. Perasaan dongkol nya pada Bella masih menguasai pikirannya. Kesal saja gitu. Kenapa kan harus ikut ikutan Mamanya? Padahal harusnya Bella lebih bisa mengerti perasaannya.
"Lo gak laper emang disitu terus? Es krim gue duh, tisu tisu." Suara Bella yang duduk dikursi meja belajar miliknya sendiri sedikit mengusik Alana yang masih menyembunyikan diri dibalik selimut.
Ck. Sialan. Eskrim.
"Bella, makan dulu. Tante udah selesai masaknya, Alana diajak sekalian." Suara Mama Alana terdengar samar dari luar kamar.
"Iya tante." Balas Bella dengan sedikit berteriak supaya suaranya terdengar.
"Gak laper? Serius? Padahal tante–"
"Lo kenapa sih?" Bella tersentak kaget begitu mendapati Alana yang beranjak duduk diatas ranjang.
Menatap kesal kearahnya yang sedang berdiri disamping ranjang. Ia tidak benar benar membuka eskrim tadi.
"Gue? Gue kenapa emang? Gue baik-baik aja."
"Bisa banget lo–"
"Nggak ngerasa bersalah? Emang. Lagian gue salah dimananya? Nggak bisa ngertiin lo? Toh kita sama sama gak bisa ngertiin satu sama lain. Kenapa hal itu harus dipermasalahin?"
Alana bungkam. Bella bukan tipe seseorang yang mudah didebat.
"Lo marah sama gue? Yaudah, itu hak lo. Tapi gue gak akan marah sama lo. Dan gue juga gak akan minta maaf sama lo. Gue cuman mau lo tau, kita sama aja. Berhenti bersikap seolah olah gue manusia paling egois yang pernah lo temui. Kalo lo gak turun makan sekarang, gue balik kerumah gue dan pindah sekolah sekalian."
Alana mencebikkan bibirnya, bersiap menangis. Menyebalkan. Sungguh.
Ia memalingkan wajahnya. "Ck. Yaudah, maaf."
"Apaan? Gak denger. Lo kalo ngomong yang jelas kenapa sih?"
"Maaf." Alana mengulangi nya lirih.
"Hah? Ck. Gak denger."
"Ihh. Maaf. Gue minta maaf, Bella. Puas lo?!" Seru Alana, kesal dan bersiap menangis.
Bella tertawa. Lantas ikut duduk diatas ranjang dan merengkuh Alana kedalam dekapannya.
"Maafin gue juga. Udah, gak usah nangis. Lo jelek kalo nangis."
"Mana ada gue nangis. Ck, ngeselin banget sih lo. Pengen gue lempar ke sungai."
"Gitu gitu lo gak mau gue tinggal."
Ya, itu fakta. Mereka seperti saudara sedarah. Sulit untuk dipisahkan. Dari balik pintu, Mama Alana tersenyum lega mendapati putrinya telah berbaikan dengan Bella.
■ ■ ■
"Semua laporan beberapa minggu terakhir kosong. Bahkan lo belum bikin laporan terakhir dari acara kemarin. Berhenti main-main, Key. Serius sebentar aja. Bentar lagi udah turun jabatan lagian." Hanaf menatap Keyra yang duduk dikursi sekretaris dengan kesal.
Laporan-laporan terbengkalai. Sikap nya semakin menjadi-jadi. Makin hari, semakin banyak adik kelas yang menjadi korbannya. Entah sekedar dijadikannya babu untuk ke kantin atau bahkan mengerjakan tugas-tugas miliknya.
"Lagian gak lama lagi–"
"Udah? Sana, jadiin Alana-lo itu sekretaris aja biar semuanya kelar."
Hanaf menarik nafas panjang. Harus sabar. Harus tetap tersenyum.
"Berapa kali gue harus bilang sama lo? Dia gak ada sangkut pautnya sama osis."
"Tapi sama lo. Iya kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
walk on memories || Na Jaemin [SELESAI] ✔
Fiksi Penggemar"Bagaimana bisa, ketika orang lain ada yang tengah menangisi setiap kenangan miliknya aku justru tidak memiliki kenangan apapun." Kim Lana harus berbohong setiap kali ada yang bertanya ingatkah dia dengan orang itu. Berpura-pura mengenal semua orang...