Jangan lupa puter mulmed nyaaaa.
■ ■ ■
Alana dan ketiga temannya masih berada didepan pintu setelah kelas sepi. Mengobrol beberapa kalimat seperti biasa. Iya, biasa. Yang tidak sampai harus mengeluarkan beberapa sumpah serapah Angel seperti usually.
"Keyra seriusan suka sama Hanaf?" Alana bertanya memastikan. Setengah berbisik supaya orang yang tengah melintas disekitar mereka tidak mendengar.
"Lo kemana aja sih? Ini loh, lagi dibahas."
"Ha?"
Sungguh, Angel gemas sekali dengan Alana yang ternyata sedari tidak paham apa yang tengah mereka bicarakan. Bella hanya menahan tawanya, sudah kebal dengan sikap Alana. Reira memilih untuk diam.
"Terus kalau kumpul gitu apa ya enggak canggung?" Reira kali ini yang bertanya.
"Makanya." Bella menimpali.
"Eh, gila sih. Gue kalo jadi dia mah trabas sekalian. Ungkapin sekalian biar jelas. Dari pada digantungin kaya jemuran gitu kan." Angel menambahkan suhu pembicaraan
"Udah dari lama emang naksir nya?" Tanya Alana.
"Udah dari kelas sepuluh anjir. Bener sih kata Angel. Mending trabas aja itu mah. Apalagi kan sering ketemu. Apa ya masih sehat itu hatinya kalo nggak kunjung dapet kepastian?" Bella kalau sudah bergosip, host silet pun sepertinya kalah.
"Ehem." Keempat gadis itu terdiam ditempat begitu mendengar dehaman yang cukup keras dari arah belakang. Angel membelalakkan matanya.
Bella berbisik rendah. "Siapa?"
Reira menoleh pertama kali. "Eh, Kafka."
"Mau pinjem Alana bentar." Ujar Kafka.
Ketiga gadis itu menghela nafas lega. Untung saja bukan Hanaf. Atau justru lebih parah, Keyra. Namun begitu ketiga-tiga nya berbalik badan menyusul Reira. Munculah sosok Hanaf dari belakang punggung Kafka.
Menatap mereka satu persatu dengan satu alisnya yang terangkat. Menuntut penjelasan atas namanya yang tersebutkan dalam konferensi mendadak itu.
"Ini, pinjem aja." Angel segera mendorong Alana yang terheran kearah Kafka. Lantas menarik Reira dan Bella yang berdecak kesal, menjauh dari mereka berdua. Ralat, bertiga.
"Eh." Alana berteriak. Hampir berlari menyusul namun tangannya lebih dulu ditahan oleh Kafka.
"Jangan." Cegah Kafka.
"Gue ditinggal lagi sih." Bisiknya pada dirinya sendiri.
Hanaf yang masih terdiam ditempatnya menatap Kafka dan Alana bergantian.
"Ngomongin apa, Lan?" Tanya Hanaf.
"Ha? Bukan." Alana menggeleng.
Kafka masih menggenggam tangan Alana. Sembari menatap Hanaf dan mengatakan melalui mata itu.
Lo ngapain masih disini?
Sejenak setelah Hanaf menyadari kode Kafka yang mengusirnya melalui lirikan mata, Hanaf akhirnya turut berlalu. Meninggalkan Alana dan Kafka yang kini masih saling terdiam.
"K-kenapa?" Tanya Alana. Tergagap karena ia merasa seperti mendapati sosok orang lain pada Kafka. Rasanya seperti ada sesuatu yang berbeda. Padahal sudah jelas-jelas jika hanya ada satu Kafka disini.
"Pake cara lo yang sekarang kalo lo emang nggak bisa jadi diri lo yang dulu."
"Ayo pulang bareng gue." Singkat. Padat. Dan tidak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
walk on memories || Na Jaemin [SELESAI] ✔
Fiksi Penggemar"Bagaimana bisa, ketika orang lain ada yang tengah menangisi setiap kenangan miliknya aku justru tidak memiliki kenangan apapun." Kim Lana harus berbohong setiap kali ada yang bertanya ingatkah dia dengan orang itu. Berpura-pura mengenal semua orang...