Alana berjalan bersama tiga kawan nya dilorong menuju kantin. Setelah dua hari menghilang begitu saja, kini Reira memaksa teman-temannya untuk makan bersama di kantin.
"Lo ngilang nggak bilang-bilang." Ujar Angel saat mereka bersisian berjalan.
"Kalo bilang namanya bukan ngilang, Ngel. How sih you?" Bella menyahut.
Tidak ada yang tahu pasti alasan Alana absen selama dua hari. Kecuali Bella. Meskipun Angel dan Reira mengetahui penyebab Alana dan Bella pindah kesekolah ini, tak berarti mereka tahu seluk beluk masa lalu mereka. Dan itu bukan masalah, Angel dan Reira memang bertekad untuk berteman dengan mereka yang sekarang bukan yang dulu.
Iya, Alana absen selama dua hari karena harus kembali terapi. Setelah pertemuan tak sengajanya dengan Jeffrey di pameran kemarin, ia mendadak terus mengalami mimpi aneh dan sakit yang luar biasa pada kepalanya.
Terapis nya bilang, itu mungkin efek Alana yang terus memaksa diri untuk mengingat sesuatu yang pernah dilupakannya.
"Eh, Kafka tuh Kafka." Mendengar nama Kafka disebut Angel, entah mengapa Alana mendadak saja merasa tangannya berkeringat dingin. Jantungnya berdebar hebat. Sebuah debaran yang sama yang pernah ia rasakan sekitar dua tahun yang lalu.
"Kaya nya mau nyamperin kamu deh, Lan."
"Reira apaan sih? Kan yang disini banyak." Alana menjawab asal. Apanya yang banyak? Bahkan hanya ada empat gadis itu yang saat ini berada di lorong.
Ketiga sahabat Alana terdiam, saling pandang satu sama lain karena sama-sama tidak mengerti.
"Gue bilang apa, dia kesini nyamperin lo." Bisik Angel tepat ditelinga Alana.
Kafka telah tiba didepan keempat gadis itu. Kalau para wartawan sekolah melihat ini, dapat dipastikan akan banyak berita heboh yang bermunculan.
Lo, harus bisa Kaf.
"Hai." Sapanya. Dengan senyum manis membius.
"H-hai." Alana menjawab tergagap. Tiga hari terhitung ia tidak bertemu dengan Kafka, mengapa menjadi seperti ini? Alana akui jika selama tiga hari itu ia tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkan Kafka. Tapi tidak harus dengan tremor menyebalkan ini.
Angel hampir terbahak begitu melihat Alana yang mendadak tergagap. Tapi Reira terburu menariknya.
"Kita duluan ya, bye." Ujar Reira sembari membawa Bella dan Angel menjauh, meninggalkan Alana berdua dengan Kafka. Bella awalnya memberontak, namun Reira tetap kuat menarik lengannya.
"Eh." Alana hampir mencegah.
"Sebentar, gue perlu ngomong." Namun Kafka justru mencegat langkahnya.
Alana mengutuk dalam hati. Bukan karena ditinggalkan teman-temannya ke kantin. Namun karena debaran jantungnya yang semakin tak karuan. Ia khawatir jika Kafka dapat mendengarnya.
"Kenapa? Oh, jaket lo ya? Sorry, gue lupa bawa."
"Kenapa nggak ngehubungi gue?" Alis Alana bertaut mendengar pertanyaan itu. Kafka tahu jika ia meminta nomornya pada Hanaf?
"G-gue-"
Lo kenapa Alana? Please don't be stupid.
Kafka masih menanti jawaban.
"Lo nggak lupa sama gue kan?"
"B‐bukan gitu, gue lupa. Iya, gue lupa save kontak lo."
"Lo udah ada kontak gue?" Jadi Kafka tidak tahu jika Alana telah meminta kontaknya pada Hanaf?
KAMU SEDANG MEMBACA
walk on memories || Na Jaemin [SELESAI] ✔
Fanfiction"Bagaimana bisa, ketika orang lain ada yang tengah menangisi setiap kenangan miliknya aku justru tidak memiliki kenangan apapun." Kim Lana harus berbohong setiap kali ada yang bertanya ingatkah dia dengan orang itu. Berpura-pura mengenal semua orang...