ARINI
Asli nggak nyangka si Kunyuk beneran datang nyelamatin gue. Kayaknya dia sampai lari naik ke atap. Napas juga ngos-ngosan, belum lagi wajah yang bersemu merah. Pasti kecapean juga. Tapi ada yang bikin bingung, parasnya memancarkan kekhawatiran waktu lihat diri ini duduk bersandar di dinding. Dia juga sampai peluk gue agar bisa menenangkan perasaan takut yang menguasai tubuh.
Seorang Brandon Harun menunjukkan kepeduliannya kepada gue, cewek yang baru dikenalnya empat hari. Sampai detik ini yang diketahui, dia benci dengan gue, begitu juga sebaliknya. Bisa dikatakan, kami berdua nggak suka satu sama lain.
Si Kunyuk juga sampai gendong gue waktu tahu kaki ini kesemutan karena lama ditekuk. Jantung juga berdebar kencang saat menuruni anak tangga tadi. Mungkin pertama kalinya digendong sama cowok, sehingga kinerja jantung menjadi sedikit terganggu.
"Pake nih," suruhnya menyerahkan helm yang diberikan oleh penjaga barusan.
Meski nggak tahu si Kunyuk mau ajak ke mana, tapi gue tetap mengenakannya. Sekarang kami sudah berada di atas motor gede yang biasa digunakan. Ini pertama kali naik motor dengan tempat duduk yang lebih tinggi di bagian belakang.
"Udah biasa naik motor beginian, 'kan?" tanya si Kunyuk sebelum menyalakan mesin.
"Belum. Baru pertama," jawab gue jujur.
Sekarang ada sedikit khawatir jika nanti terjungkal ke belakang, karena nggak ada pegangan kayak motor bebek di bagian belakang.
"Pegang pinggang gue aja, biar lo nggak gamang," teriaknya saat menyalakan mesin.
What? Pegang pinggangnya? Ini anak jangan-jangan cari kesempatan lagi.
"Kalau nggak mau pegang ya udah," katanya mulai menarik gas.
Begitu keluar dari pekarangan sekolah, laju motornya semakin cepat. Kalian tahu apa yang dirasakan sekarang? Takut banget kalau sampai jatuh dari motor ini. Mana dia bawa motornya kenceng lagi. Gue hanya bisa memejamkan mata rapat sambil berdoa semoga aja nggak terjungkal beneran ke belakang. Semoga juga si Kunyuk nggak ngerem mendadak.
Ternyata harapan nggak menjadi kenyataan ketika motor berhenti mendadak begitu ada kucing menyeberang jalan. Tangan gue auto memegang pinggang si Kunyuk, biar nggak jatuh dari motor. Aduh pus kalau nyebrang lihat kiri kanan dong.
"Makanya gue suruh pegangan lo nggak mau," celetuknya dengan mengeraskan suara.
"Lo bawa motornya ngebut banget," sahut gue pelan. Entah kedengaran atau nggak tuh.
Beda ya anak orang kaya bawa motor dengan anak orang biasa kayak Uda David. Kalau si Uda bawa motornya santai nggak kayak gini. Mau nggak mau tangan gue kini sudah berada di pinggang si Kunyuk. Diri ini takut jatuh dari motor, bisa patah-patah nanti kasihan Mama dan Papa mikirin biaya perawatan yang sudah pasti mahal.
Pandangan beredar ke arah jalanan. Motor kini bergerak memasuki area perumahan elite membuat bibir berdecak kagum. Rumah yang ada di sini besar banget, berkali lipat lebih besar dari rumah gue yang cuma punya tiga kamar, satu ruang tamu, dua kamar mandi dan satu dapur.
Gue baru menyadari ke mana si Kunyuk membawa diri ini pergi ketika motor memasuki pekarangan rumah yang luas banget. Sebuah rumah berdiri megah di bagian tengah lengkap dengan garasi yang sudah pasti besar.
What? Si Kunyuk bawa gue ke rumahnya? Tiba-tiba panik melanda. Ngapain sampai ke sini? Kami 'kan nggak cukup dekat untuk berkunjung ke rumah masing-masing. Jantung kembali terpacu membayangkan gimana reaksi orang tuanya nanti melihat kehadiran gue. Nanti mereka berpikir yang macam-macam.
![](https://img.wattpad.com/cover/264349579-288-k632531.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST FRIEND (Trilogi JUST, seri-1)
Teen FictionFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ Sebuah kesalahpahaman membuat Brandon dan Arini saling membenci. Sebuah kejadian lain membuat keduanya menjadi dekat, JUST FRIEND. Sebuah keputusan, kemudian memisahkan mereka, setelah menjalin persaha...