BAB 32: Arini yang Galak

137 20 9
                                    

BRANDON

Tiga bulan kemudian

Tubuh rasanya mulai terasa nyaman setelah berhari-hari latihan basket. Bersyukur pertandingan berjalan dengan lancar kemarin. Sekarang saatnya bersiap untuk mengikuti ujian semester dua yang akan diselenggarakan satu minggu lagi. Mulai hari ini hingga selesai ujian, latihan basket ditiadakan sehingga para anggota bisa fokus dengan ujian semester.

Setiap pulang sekolah, Iin mampir ke rumahku dulu untuk belajar bersama. Selama tiga bulan ini juga hubungan kami membaik. Kami berdua saling mengenal dan mulai mengerti satu sama lain. Apalagi di sekolah sekarang tidak ada lagi geng Chibie, mereka semua dikeluarkan secara tidak hormat dari sekolah tepat dua hari setelah kejadian yang menimpa sahabatku.

Pihak sekolah juga memperketat peraturan, salah satunya benar-benar mengawasi perundungan di lingkungan sekolah. Akhirnya, aku dan Iin bisa bebas istirahat dan pulang bersama-sama.

Sekarang aku sedang menunggunya keluar dari kelas. Tak lama kemudian, Iin muncul di sela pintu bersama dengan Lova.

"Tuh kembaran lo udah tungguin," ujar Lova mengerling ke arahku.

Sejak siswa di sekolah ini tahu kami bersahabat, mereka kerap menyebut kami kembar. Menurut mereka kesukaan kami hampir sama, termasuk makanan di kantin. Hanya saja Iin lebih suka pedas dan aku suka manis.

"Hati-hati ya, Lov." Iin melambaikan tangan kepada teman satu kelasnya sebelum beranjak mendekatiku.

"Pulang sekarang?" tanyanya.

Aku menggeleng. "Ke atap yuk!"

"Ngapain? Kita harus belajar, Bran," protes Iin.

"Lepas stress dulu di atas, In. Kalau udah fresh baru bisa belajar." Aku memberi tatapan memelas. Biasanya seperti ini mempan meluluhkan hati Iin agar menuruti permintaanku.

Dia mendesah pelan, lantas mengangguk. Yess!!

Kami berdua naik ke atap melihat langit kota Jakarta yang cenderung tertutup kabut. Begitu tiba di atas, aku memandang takjub ke arah langit yang kini tampak jelas memperlihatkan rona biru.

"Wah, langit hari ini biru banget, In," seruku mendongakkan sedikit kepala sambil terus melangkah menuju bangku.

Aku dan Iin duduk di bangku saling berpunggungan. Beginilah kami berdua menghabiskan waktu di atap.

"Tumben ya bisa lihat langit cerah tanpa tertutup asap," gumam Iin.

"Tuh jadi lebih rileks, 'kan?"

Terasa tubuh Iin bergerak di balik punggung. "Banget."

"Gue nervous nih menjelang ujian. Bisa nggak sih dapat nilai bagus?" ungkapku jujur.

"Jangan pikirkan nilai, Bran. Fokus aja sama soal dan jawabannya."

"Gitu ya?"

"Kalau lo udah mikirin nilai di awal, pasti susah fokus kerjakan soal. Yang ada malah jadi beban. Mulai sekarang stop pikirin itu. Enjoy aja."

Aku manggut-manggut mendengar saran Iin.

"Tambahannya kalau bisa jangan pergi dulu sama TTM-an lo itu sampai ujian selesai," sambungnya membuatku menegakkan tubuh ingin protes.

Iin juga melakukan hal sama, sehingga kami berhadap-hadapan sekarang.

"Kenapa? Mau protes? Emang bisa menjamin mereka nggak akan ganggu konsentrasi lo belajar?" Mata cokelat lebar Iin semakin membesar sekarang.

Kalau sudah begini, aku menjadi ciut. Dia bisa berubah menjadi singa betina yang bisa menerkam kapan saja.

Aku menggelengkan kepala pasrah. "Ya udah deh. Gue akan pending janji-janji dengan mereka sampai ujian selesai."

JUST FRIEND (Trilogi JUST, seri-1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang