ARINI
Kenyataan Brandon sudah melakukan hal terlarang benar-benar bikin gue terpukul. Kalian bayangkan sahabat yang nggak pernah pacaran, tiba-tiba mengaku telah kehilangan kesucian hanya karena seorang wanita seperti Inez. Apa karena kecantikannya Bran sampai nggak bisa menolak?
"Lo udah jadian sama Inez, Bran?" tanya gue membuat mata Bran yang tadi merem kini terbuka lagi.
Apa-apaan dia pakai merem segala?
Bran mengangguk pelan. "Dua hari yang lalu. Maaf gue belum bilang sama lo."
Kenapa sakit banget seakan hal itu terjadi kepada gue ya? Rasanya sesak di sini, di dalam hati.
"Kemarin lo bilang belum. Gimana sih? Bohong ya?" tuduh gue di sela pandangan yang masih mengabur karena genangan air mata.
Dia menundukkan kepala sekarang, nggak berani memandangi wajah ini.
"Maafin gue, In," ucapnya pelan nggak lama kemudian. "Maaf karena udah bikin lo kecewa."
Kepalanya terangkat, lantas melihat dengan mata berkaca-kaca. "Jangan tinggalin gue karena ini ya? Gue pengin lo tetap berada di samping gue. Terus ingatkan kalau gue salah jalan lagi."
"Lo ... nggak akan ulangi kesalahan yang sama lagi, 'kan?"
Sumpah gue nggak bisa lama-lama marah sama Bran. Sejak tadi juga tersiksa karena diemin dia. Gimana jadinya kalau persahabatan kami hancur karena ini? Bukankah seorang sahabat harus bisa menerima kelebihan dan kekurangan sahabatnya? Jika tinggalin dia, siapa yang akan mengingatkannya nanti?
Brandon menggelengkan kepala. "Gue nggak akan begitu lagi, In."
Bahkan jika lo begitu lagi, gue akan tetap jadi sahabat lo. Meski hati gue sakit banget, Bran, bisik hati ini.
"Good! Kalau diulangi lagi, gue bilang sama Tante Lisa biar diomelin lo." Senyuman kecil terbit di wajah ini.
"Lo kudu jadi alarm buat gue," tanggapnya membalas senyuman.
Gue mengangguk cepat. "Gue jewer kuping lo kalau nakal-nakal lagi."
"Dikebiri gue juga rela, In," gurau Brandon disambut cubitan di pinggangnya.
"Kasihan lo nanti nggak nikah-nikah."
Kami berdua kembali tertawa bersama seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Brandon menarik bahu ini, sehingga kepala bersandar di pundaknya.
"Di luar sana ada nggak sih yang sahabatan kayak kita gini, Bran?"
"Pasti ada, In. Kita aja yang mainnya kurang jauh."
Gue mengangguk. "Di sekolah nggak ada ya?"
"Cuma kita aja. Makanya anak-anak sampai sebut kita anak kembar, ke mana-mana selalu berdua. Pakai baju kaus buat latihan basket juga warnanya sama-sama biru."
Kami kembali hening sambil menatap ombak yang berkejar-kejaran di pinggir pantai. Salah satu kesukaan gue dan Bran yang sama adalah ini. Hati menjadi lebih tenang ketika melihat laut berwarna biru.
"Gue takut banget tadi, In."
"Takut kenapa?" Kepala ini kembali tegak.
"Takut lo nggak mau sahabatan lagi sama gue. Rasanya nggak kebayang kalau lo pergi dan nggak mau lagi de—"
Gue menutup mulutnya dengan telapak tangan. Kepala bergerak ke kiri dan kanan pelan.
"Itu nggak akan terjadi, Bran. Gue nggak akan tinggalkan lo hanya karena hal ini."
![](https://img.wattpad.com/cover/264349579-288-k632531.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST FRIEND (Trilogi JUST, seri-1)
Teen FictionFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ Sebuah kesalahpahaman membuat Brandon dan Arini saling membenci. Sebuah kejadian lain membuat keduanya menjadi dekat, JUST FRIEND. Sebuah keputusan, kemudian memisahkan mereka, setelah menjalin persaha...