BAB 38: Hanya Ingin Melihatnya Bahagia

114 18 11
                                    

BRANDON

Aku tak percaya akhirnya mengabulkan permintaan konyol Iin. Melihatnya gusar belakangan ini sama sekali tidak membuat hati tenang. Mood Arini selama dua hari berubah-ubah, padahal tidak sedang datang bulan.

Sekarang aku merebahkan tubuh di salah satu kamar yang ada di villa. Kami semua beristirahat sebentar di kamar masing-masing, sebelum bersiap makan siang. Mengisi waktu istirahat, aku membuka aplikasi Friendster dan membaca beranda. Melalui aplikasi inilah aku bertemu dengan beberapa cewek yang pada akhirnya menjadi TTM-ku meski hanya dua kali bertemu. Sekarang kalian sudah tahu apa maksudku membuka aplikasi ini, 'kan?

Sebuah pesan masuk di aplikasi pertemanan yang populer sekarang. Kening berkerut melihat foto profil seorang wanita cantik berparas lebih dewasa. Naluri laki-laki langsung terpanggil, sehingga tubuh yang tadi berbaring kini berubah menjadi duduk.

Inez Cantik: Salam kenal. Stay di mana?

Sebelum membalas pesan, aku membuka profilnya terlebih dahulu. Ternyata dia mahasiswi tingkat dua di salah satu universitas swasta di Jakarta. Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya dibalas juga pesan dari wanita bernama Inez itu.

Me: Salam kenal juga. Di Jakarta, Kak.

Tak perlu menunggu lama, pesan balasan masuk lagi.

Inez Cantik: Jangan panggil Kakak. Kayaknya kita seumuran deh.

Me: Nggak sopan, Kak. Aku baru naik kelas dua SMA. Hehe.

Inez Cantik: Oya? Bagus dong. Aku suka jalan sama yang masih sekolahan.

Tawa singkat keluar dari sela bibir. Sepertinya dia bisa menjadi salah satu pilihan yang akan diajak double date dengan Iin nanti.

Inez Cantik: Minggu depan ada waktu nggak? Kapan bisa ketemuan?

Wow! Ini cewek agresif juga langsung mengajak bertemu padahal baru pertama kali chat.

Baru saja ingin membalas pesan dari Inez, terdengar pintu diketuk.

"Bran." Ternyata Iin.

"Masuk, In. Pintu nggak dikunci."

Dalam hitungan detik, Iin muncul di sela pintu dengan wajah ceria.

"Lagi ngapain?" tanyanya setelah duduk di pinggir tempat tidur.

"Biasa chatan sama gebetan."

"Huu ... gebetan mulu, tapi nggak ada yang diseriusin," ledek Iin.

"Lo nggak istirahat?"

Arini menggeleng. "Tadi habis teleponan sama Kak Rafly."

Darah kembali mendidih mendengar perkataan Iin. "Lo yang telepon duluan?" tuduhku.

"Enggak. Dia duluan yang telepon. Gengsi kalau gue duluan," sanggah Iin mencibir.

"Good. Memang seharusnya gitu. Cowok suka penasaran sama cewek yang cuek-cuek kayak gitu. Intinya kalau dia diemin lo tanpa sebab, jangan duluan tegur dia."

"Siap, Boss. Laksanakan."

Aku senang melihat Iin tersenyum lagi sekarang.

"Udah ketemu cewek yang mau diajak jalan?"

"Udah dong." Aku menggoyang-goyangkan ponsel. "Nih lagi chat."

"Cepat juga lo. Mana? Sini gue lihat. Pasti cakep," ujar Iin merebut ponselku lantas melihat foto Inez.

"Tuh, 'kan. Cantik banget, Bran. Jadiin aja kenapa sih? Kalau cantik gini jangan dijadikan TTM doang."

"Masih kurang cantik."

JUST FRIEND (Trilogi JUST, seri-1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang