BAB 49: Menyelesaikan Masalah

131 20 9
                                    

ARINI

Gue masih nggak percaya kalau ternyata Kak Rafly menjalin hubungan khusus dengan Inez. Sejak kapan mereka dekat? Apa keduanya kenal setelah double date waktu itu? Ah, kenapa jadi mikirin ini sih?

Jadi kasihan deh sama Brandon, baru juga jadian sudah dikhianati sama pacarnya. Apalagi dia sampai kehilangan harga diri gara-gara Inez. Gue nggak akan tinggal diam, cewek itu harus diberi pelajaran. Enak saja selingkuhi Bran.

Sesaat diri ini terdiam, apa jangan-jangan Kak Rafly dan Inez juga sampai begituan.

Aduh mikir apaan sih, Ri? Bukan urusan lo juga mereka mau ngapain. Toh udah putus 'kan sama Rafly? berontak batin gue.

Meski cara Kak Rafly memutuskan gue nggak bisa diterima, tapi rasanya lega sih bisa terlepas dari yang namanya pacaran. Benar-benar nggak berfaedah tuh. Mending temenan aja kayak sama Brandon sekarang. Lebih nyaman dan bikin bahagia.

Gue bergegas memasangkan kaus kaki dan sepatu. Sebentar lagi Bran pasti datang. Dia harus dihibur sekarang, kasihan lagi patah hati.

"Hari ini ada latihan basket lagi nggak, Dek?" tanya Uda begitu kami selesai sarapan.

"Nggak, Da. Sekarang hari Kamis, jadi nggak ada latihan. Kenapa? Mau jemput ke sekolah?" jawab gue menoleh dengan kening berkerut.

"Cuma tanya aja. Lagian kamu sekarang udah ada yang antar jemput. Biar jemput Donny aja nanti sekalian pulang kuliah." Uda mengerling usil.

Gue mencibir sebelum memasangkan tali sepatu. "Kirain tadi itu mau apa? Pakai ditanyain segala."

Semenjak akrab dengan Bran, Uda David nggak pernah lagi antar dan jemput gue ke sekolah. Palingan ya mengantarkan Donny kalau memang lagi jadwal masuk pagi. Brandon tipe anak bertanggung jawab, nggak sekalipun membiarkan gue pergi atau pulang dengan angkot. Selalu diantar setiap hari dan nggak pernah ngeluh juga.

Beruntung banget punya sahabat kayak Bran. Apalagi waktu gue pacaran sama Kak Rafly, dia yang kekeh nggak bolehin kami pergi berdua saja. Nggak kebayang juga seandainya gue ngotot pergi berdua sama Kak Rafly waktu itu.

Terdengar bunyi klakson dari kejauhan. Itu pasti Brandon. Gue bergegas keluar rumah setelah berpamitan kepada Mama dan Papa. Senyuman mengambang di wajah ini sekarang.

"Ceria banget wajah lo pagi-pagi. Ada apa sih?" selidik Bran.

"Nggak tahu. Bawaannya tiba-tiba happy," sahut gue sambil memasangkan helm.

"In, nanti pulang sekolah mau temenin gue nggak?" Bran menoleh ke belakang sebelum motor bergerak.

"Ke mana?"

"Ketemu sama Inez, sekalian sama Rafly juga. Kayaknya kita harus selesaikan masalah ini deh." Bran berubah pikiran.

"Males ah."

Bran mendesah pelan, kemudian memacu motor meninggalkan pekarangan rumah. Dalam perjalanan kami sama-sama hening. Kayaknya sih dia sengaja diam, biar kami nggak berdebat dalam perjalanan menuju sekolah.

Gue jadi ikut-ikutan diam. Niat menghibur Bran gagal total ternyata pemirsa.

Sepuluh menit kemudian, kami tiba di pekarangan sekolah. Setelah memarkir motor, gue dan Bran berjalan memasuki gedung. Baru tiba di dekat tangga, netra ini menangkap keberadaan Kak Rafly nggak jauh dari sana. Semoga saja Brandon nggak lihat, bahaya juga kalau sampai mereka ribut di sini.

Harapan nggak jadi kenyataan saat Bran menarik tangan ini ke tempat Kak Rafly berdiri.

"Mau ke mana?" bisik gue sambil melepas pegangan tangan.

JUST FRIEND (Trilogi JUST, seri-1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang