BAB 53: Gurauan yang Tidak Lucu

108 20 15
                                    

ARINI

Satu tahun kemudian

Gue memandangi pantulan diri di cermin. Ternyata sekarang sudah mulai dewasa. Sebentar lagi memasuki usia 19 tahun. Waktu rasanya cepat banget berlalu, tapi nggak ada yang berubah dari penampilan ini. Masih sama kayak dulu, rambut dikuncir ke atas dengan poni menutupi kening. Lesung pipi juga masih dua. Begitu juga dengan pakaian, celana jeans dan kaus oblong betah membungkus tubuh.

Apakah kalian tahu di mana kami kuliah sekarang? Gue dan Bran kuliah di salah satu universitas swasta terbaik di Jakarta. Kami berdua mengambil jurusan Manajemen Bisnis.

Tebakan kalian benar. Gue pada akhirnya ngalah lagi melepas impian kuliah di salah satu universitas negeri terbaik yang dimiliki Indonesia. Nggak percaya juga bisa lulus, padahal saat ujian asal-asalan menjawab pertanyaan. Bodoh banget ya sampai segitunya demi sahabat?!

Beruntung ada beasiswa dari perusahaan yang sampai sekarang dirahasiakan identitasnya. Pihak kampus hanya mengatakan gue dapat beasiswa dari sebuah perusahaan.

Astaga, gue lupa cerita tentang nasib geng Chibie ya? Terakhir kabar yang didapatkan dari siswa sekolah dua tahun lalu sih, mereka menjadi siswi buangan di sekolah baru. Tahu sendiri gimana nasib siswi buangan 'kan? Yup, mereka dikucilkan dan kerap di-bully di sana. Balasan yang setimpal atas apa yang dilakukan sama gue.

Deringan ponsel menyentakkan lamunan. Sebuah panggilan dari Bran. Hari ini kami akan ke café tempatnya manggung. Oya sejak memasuki bangku kuliah, Brandon langsung dipinang oleh senior yang kebetulan memiliki band. Kebetulan waktu ospek, dia pernah dihukum menyanyikan sebuah lagu yang sedang hits saat itu. Senior tersebut bilang, vokal sahabat gue itu sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

"Udah jalan ya?" sahut gue setelah menekan tombol terima.

"Iya. Bentar lagi sampai. Tunggu ya," ujarnya.

"Oke. Gue tunggu di depan rumah."

"Nggak, gue ngomong dulu sama Om dan Tante. Kita bakalan pulang larut loh nanti."

"Ya udah. Hati-hati ya," pungkas gue sebelum sambungan berakhir.

Hari ini pertama kali Bran perform hingga larut malam. Biasanya sih dia hanya mengisi acara sore sampai pukul 20.00. Berhubung malam tahun baru, jadilah band-nya mengisi acara hingga menjelang tengah malam.

Setelah memastikan bedak dan lipgloss diaplikasikan dengan benar, gue keluar dari kamar. Seperti biasa sling bag selalu menghiasi pundak. Di tangan kiri memegang denim jacket yang akan dikenakan saat di café nanti.

Bokap dan Nyokap duduk di ruang tamu berdampingan seperti biasa. Uda David masih belum pulang, masih lembur di kantor dulu. Sementara Donny pergi dengan teman-temannya entah ke mana. Si Bontot sekarang sudah berubah loh, lebih disiplin dari biasanya. Sejak kuliah, dia juga jadi lebih dewasa dan jarang berantem sama gue.

"Mau berangkat sekarang, Ri?" tanya Papa setelah mengalihkan paras dari TV.

"Iya. Nunggu Brandon jemput. Katanya mau pamitan sama Mama Papa juga," jawab gue.

"Pulang sama Brandon lagi, jangan sendirian," tegas Papa.

Selama ini Bokap Nyokap hanya mengizinkan gue keluar dengan Bran. Jangan harap mereka membolehkan anaknya ini pergi dengan orang lain.

"Iya, Pa. Nanti Bran yang anterin pulang juga."

"Kamu pergi pakai baju itu, Ri?" Sekarang giliran Mama yang bertanya.

"Iya. Kenapa, Ma?" Kening berkerut melihat Mama.

"Kenapa tidak pakai gaun yang Mama belikan waktu itu? Yang warna hijau. Bagus tuh."

JUST FRIEND (Trilogi JUST, seri-1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang