BAB 4: Hanya Aku yang Boleh Mengintimidasinya

231 22 14
                                    

BRANDON

Begitu memarkirkan motor, aku melihat si Kutilangdara melangkahkan kaki menuju pintu masuk gedung. Bayangan sore ini bertemu lagi dengannya di klub membuatku kembali meradang. Alhasil aku memberi ultimatum agar dia mengurungkan niat bergabung dengan klub basket.

Lagian Pak Bambang ada-ada saja, mana mungkin seorang perempuan bisa membantu kami para pria bermain basket? Yang ada juga bantu-bantu membereskan bola sehabis latihan atau membersihkan arena permainan. Seketika senyum miring terukir ketika aku melangkahkan kaki menuju kelas.

"Eh, ke kelas 1A yuk! Kayaknya lagi ribut di sana." Terdengar suara salah satu teman satu kelasku berbicara dengan yang lainnya.

"Serius? Ribut kenapa?"

"Itu geng Chibie ngelabrak anak kelas 1A," sahut yang lainnya.

Mereka berbondong-bondong keluar dari kelas.

Aku yang awalnya masa bodoh jadi ikut penasaran. Geng Chibie? Itu bukannya cewek-cewek yang bertemu denganku di dekat parkiran tadi?

"Siswi kelas 1A? Si Kutilangdara?"

Aku tersentak membayangkan mereka melabrak si Kutilangdara. Segera saja diletakkan tas di atas meja, setelahnya bergegas menuju kelas 1A. Jangan kalian bayangkan aku ke sana untuk membela si Rambut Ekor Kuda. Diri ini hanya tidak suka melihat orang yang seharusnya menjadi sasaran intimidasiku malah disudutkan oleh orang lain.

"Minggir," kataku agar siswi yang berdiri di luar kelas 1A memberi ruang.

"Lo tuli ya? Dari tadi gue tanya nggak dijawab. Ngapain lo sama Brandon di depan??" tanya salah satu cewek berpenampilan menonjol yang sudah jelas anggota Chibie dengan suara meninggi.

"Ngapain kalian sebut-sebut nama gue?" sergahku menatap tajam lima orang cewek yang langsung terperanjat mendengar suaraku.

Mereka membalikkan tubuh serentak dengan raut wajah terkejut.

Aku menaikkan sebelah alis melihat mereka satu per satu sambil mengunyah permen karet. Satu tangan dimasukkan ke dalam saku agar memberi kesan maskulin. Bukannya kesan, tapi memang aku ini maskulin. Tidak percaya? Buktinya kelima cewek tenar yang ada di depanku saat ini menasbihkan diri sebagai fans-ku.

"Cewek ini nggak tahu malu, dia pasti gangguin kamu, 'kan?" ujar salah satu dari mereka yang entah siapa namanya.

"Emang kalau dia ganggu gue, urusannya apa sama kalian? Merasa tersaingi?" tanggapku dengan ekspresi datar.

"Kami sebagai fans kamu nggak terima," protes salah satu di antara mereka disambut anggukan kepala yang lain.

Aku melihat si Kutilangdara nyaris tertawa. Dasar cewek aneh, apanya yang lucu? Justru seharusnya dia takut sekarang karena berhadapan denganku dan geng Chibie yang terkenal kejam.

"Bukan urusan kalian. Sudah pergi sana! Belajar yang benar," suruhku sambil mengibaskan tangan.

Mereka diam tidak beranjak pergi.

"PERGI SANA!!" teriakku membuat kelima cewek itu segera angkat kaki dari kelas 1A.

Setelah memastikan mereka benar-benar keluar dari sini, aku mengalihkan pandangan kepada si Kutilangdara. Kedua tanganku kini bertumpu di atas meja, sehingga wajah kami kini berdekatan.

"Gue bukannya nolong lo, jadi jangan salah paham." Aku memandangi mata cokelat lebarnya bergantian. "Di sekolah ini hanya gue yang boleh intimidasi lo, bukan mereka."

Aku kembali menegakkan tubuh, lantas berlalu dari hadapannya. Tidak ingin juga dia merasa diperhatikan olehku, nanti malah kegeeran.

"Oi Bran, tumben lo di sini?" sapa Bayu saat melihatku keluar dari kelas 1A.

JUST FRIEND (Trilogi JUST, seri-1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang