ARINI
Dua tahun kemudian
Hari ini pengumuman kelulusan. Deg-degan sumpah. Walau bisa mengerjakan soal-soal ketika Ujian Nasional, tetap saja ketar-ketir menunggu pengumuman kelulusan dan nilai evaluasi murni keluar.
Gue dan Brandon satu kelas lagi ketika kelas tiga. Syukur saja nilainya masih bagus hingga semester kemarin, jadi bisa masuk kelas unggul 3 IPS-1. Ya, kami sama-sama mengambil jurusan IPS di kelas tiga.
Awalnya gue pengin masuk IPA, tapi Bran merengek agar memilih IPS seperti dirinya. Dia nggak mau masuk IPA karena ada Matematika, Fisika dan Kimia. Setelah melewati perdebatan panjang menjelang kenaikan kelas, akhirnya gue mengalah dan memutuskan ambil jurusan IPS. Bersyukur Bokap Nyokap nggak mempermasalahkan jurusan apapun yang diambil.
Di sinilah gue dan Brandon berada sekarang sambil menunggu pengumuman keluar satu jam lagi. Di mana lagi kalau bukan di atap? Tempat nongkrong paling enak tiga tahun belakangan. Nggak terasa ya persahabatan gue dan Bran memasuki usia tahun ketiga sekarang.
Kalian jangan berpikiran kami adem ayem saja selama ini. Seperti sahabat pada umumnya, perdebatan, berantem dan hal-hal nggak mengenakkan lainnya juga hadir di tengah persahabatan gue dan Bran. Meski begitu, tetap saja pada akhirnya kami berdua berbaikan lagi. Syukurnya sih nggak pernah berantem sampai dieman berhari-hari gitu. Hehe!
Oya, selama dua tahun belakangan, Brandon memutuskan nggak dekat dengan siapapun. Dia hanya menjadikan gue satu-satunya perempuan yang ada di sampingnya, tentu sebagai sahabat. Gue juga begitu, tapi tentunya ada Lova juga yang jadi teman baik selama di SMA ini.
Hari ini kayaknya gue bakal bertemu terakhir kali dengan Lova. Dia memutuskan kuliah di luar negeri. Sedih banget nggak bisa lagi ketemu sama anak sebaik dirinya yang nggak pernah membedakan strata sosial dalam bergaul.
"Deg-degan ya?" ujar Bran menyentakkan lamunan.
Gue mengangguk dengan wajah tegang. "Lulus nggak ya?"
Brandon tergelak mendengar perkataan gue. "Harusnya gue yang tanya gitu, bukan lo," cibirnya.
"Tetap aja, Bran. Mana kita mau daftar SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) juga, 'kan?"
"Eh, In. Kalau gue nggak lulus SBMPTN gimana? Kita nggak satu kampus lagi dan bakalan jarang ketemu dong." Raut wajah Bran tampak lesu.
"Masih bisa ketemu pas liburan, Bran," tanggap gue.
Brandon menggeleng cepat. "Gue nggak mau. Pengin satu kampus dan satu jurusan lagi sama lo."
"Ya udah, kita coba aja dulu. Seminggu lagi 'kan pendaftaran dibuka. Pikirkan dulu mau ambil jurusan apa."
Gue nggak tega lihat wajah Brandon kayak gitu. Sebisa mungkin bakalan bantu dia agar lulus SBMPTN nanti. Apalagi rencana mau ambil Jurusan Manajemen di UI (Universitas Indonesia) dan UNJ (Universitas Negeri Jakarta).
Sebelumnya gue mendapat kesempatan ikut ujian SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri), namun terpaksa ditolak karena Bran nggak dapat kesempatan. Setia kawan, begitulah kalian bisa menyebutnya.
Apa nanti gue bakalan ngalah juga jika memang kesempatan Bran lulus SBMPTN kecil?
"Kita jadi ke Ancol nanti?" risik Bran menyentakkan lamunan lagi.
"Jadi dong. Lo bawa baju ganti, 'kan?" sahut gue.
Dia mengangguk. Kami berencana ke pantai setelah pengumuman keluar. Brandon pengin main air nanti sampai basah-basah untuk merayakan kelulusan.
Brandon tersenyum lebar sekarang meski masih terlihat raut tegang di wajahnya. Sementara gue sekarang malah kepikiran gimana caranya agar dia bisa lulus SBMPTN? Atau justru sebaliknya, mencari cara agar gue nggak lulus SBMPTN.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST FRIEND (Trilogi JUST, seri-1)
Ficção AdolescenteFollow akun penulis dulu yuk, sebelum dibaca ^^ Sebuah kesalahpahaman membuat Brandon dan Arini saling membenci. Sebuah kejadian lain membuat keduanya menjadi dekat, JUST FRIEND. Sebuah keputusan, kemudian memisahkan mereka, setelah menjalin persaha...