BAGIAN 1 : MAYA AYUNINGTYAS

1.3K 157 3
                                    

Jangan lupa vote dan comment❤

Happy reading🎉🎉🎉

.
.
.
.
.
.

1. MAYA AYUNINGTYAS

"Bukankah pada dasarnya kita memang hidup didalam dunia yang penuh tipu daya?"


Pagi telah datang. Cahaya matahari pun sudah berani menyelinap masuk dibalik jendela seorang pemuda yang masih terlelap dalam tidurnya. Entah apa yang ia temui di dalam mimpinya hingga ia masih nyaman berada pada mimpi indahnya sampai sampai cahaya matahari yang menyelinap masuk pun tak bisa membangunkannya.

Pemuda itu akhirnya menggeliat sambil membuka matanya perlahan. Ia menghela nafasnya saat menyadari ia harus kembali bertemu dengan hari yang paling ia benci. Hari Senin. Ah tidak! Bukan hanya hari ini. Tapi semua hari kecuali weekend. Ia terlalu malas menghadapi dunia penuh tipuan ini. Tapi, bukankah pada dasarnya kita memang hidup di dalam dunia yang penuh tipu daya ini?

Pemuda itu akhirnya bangkit dan berjalan malas menuju kamar mandi. Bersiap ke sekolah walau dengan berat hati. Jujur saja, ia lebih suka menyelami mimpinya daripada harus berhadapan dengan barisan kalimat di lembar buku paketnya. Sangat membosankan.

Setelah selesai, ia langsung turun ke meja makan.

Sunyi. Itulah keadaan yang selalu ia temui setiap harinya. Menjadi anak tunggal sama sekali tak menyenangkan. Ia harus mendekam di dalam rumah besar ini seorang diri. Merasakan kesunyian dan kesendirian setiap hari. Meskipun ada pembantu dan beberapa penjaga tetap saja ia merasa sendiri. Tak ada yang bisa ia ajak bicara ataupun bercanda dirumah ini.

"Den Haidar udah turun. Sarapan dulu, Den. Bibi udah masakin nasi goreng kesukaan den Haidar," kata Bi Ijah.

Haidar menatap malas nasi goreng yang sudah disiapkan di atas meja. Ia tak ada minat sedikitpun untuk sarapan. Nafsu makannya lenyap seketika saat mendapati meja makan yang sepi.

"Mama papa kemana? Pergi?" tanya Haidar.

"Iya, den. Tadi subuh subuh berangkat," jawab Bi Ijah.

"Ke luar kota? Ada urusan mendadak?" tanya Haidar lagi.

"Katanya ada proyek di luar kota yang bermasalah, den," jawab Bi Ijah.

Haidar menghela nafas. Padahal baru saja kemarin mereka kembali dan sekarang mereka pergi lagi. Kadang ia sering bertanya dalam hatinya, sebenarnya mereka menjadi orang yang gila kerja untuk apa? Demi dia? Sedangkan Haidar sendiri tak pernah mengharapkan ini. Ia memang kaya jika soal harta. Tapi ia sangat miskin untuk kasih sayang orang tua. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali mereka makan bersama seperti layaknya keluarga.

Tanpa mengucapkan sepatah-katapun, Haidar pergi begitu saja. Ia bahkan sama sekali tak menyentuh nasi goreng yang sudah dibuatkan pembantunya.

Bi Ijah memandang kepergian anak majikannya itu dengan sendu. Ia jelas tau bagaimana perasaan Haidar. Tak ada anak yang bahagia tanpa kasih sayang orang tuanya. Tak ada anak yang bahagia ketika orang tuanya lebih mementingkan hal lain dibandingkan anaknya sendiri.

Di depan rumah, Haidar mengambil ponsel pintar berlogo apel gigit dari saku celananya dan mencoba menghubungi seseorang di seberang sana.

"Temenin gue sarapan. Gue tunggu di tempat biasa. 10 menit lo harus sampai."

Tut....

DUA BELAS KSATRIA GARUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang