(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!!!)
=Proklisi Series=
'Being perfect for something less than perfect'
🕸️🕸️🕸️
Ketidaksengajaan membawa Eza Evander Wiraguna pada garis takdir yang tak pernah dirinya inginkan.
Menjadi seorang suami dan ayah di usia...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku mau coba pasang target.
Aku bakal next setelah komentarnya tembus 500, dan vote-nya 400.
Spam di setiap paragraf ya.
Sanggup? Harus sanggup dong. Yang sering siders yuk keluar yukk! Udah gak sabar nungguin part-part selanjutnya kan?🤗
Komentarnya usahain jangan kata 'NEXT'.
PLEASE!!!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malam ini adalah waktunya acara pengenalan Eve dilangsungkan. Pukul setengah sembilan malam, gedung yang disewa oleh Erfian sudah dipadati tamu undangan. Sedangkan, bayi yang menjadi acara itu diadakan masih dalam perjalanan.
Fransiska meremas jemari suaminya saat mobil mewah yang mereka tumpangi sudah tiba di depan gedung. Menyadari kegugupan Fransiska, Eza terkekeh seraya menggenggam lembut tangan wanita itu untuk memberi ketenangan.
"Kamu bukannya dulu pernah ngadain birthday party besar-besaran? Masa sekarang jadi keringet dingin gini, sih?" ledeknya.
"Ya, bedalah! Kamu nih, ish!"
Ingin hati melanjutkan godaannya pada Fransiska namun, Eza disadarkan oleh pintu mobil di sampingnya yang terbuka. Ia pun turun terlebih dulu, memutari mobil dengan stroller milik Evellyin, lalu membukakan pintu mobil untuk dua perempuan kesayangannya.
Fransiska berusaha memasang senyum selebar mungkin ketika ia sudah mempijaki red carpet dengan banyak pasang mata yang memperhatikan, belum lagi blitzcamera yang menyambar dari sana-sini. Eza sampai menutup stroller bagian atas Eve agar putrinya tak terganggu dengan kilatan cahaya tersebut.
Suara tepuk tangan bersahutan dari sana-sini saat pasangan muda dengan satu anak itu mulai melangkah di atas red carpet. Eza dan Fransiska mengembangkan senyum seraya menundukkan kepala untuk menyapa.