-[05. Eza's tired face]

32.4K 3.3K 84
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Larut malam Eza pulang dari Bandung setelah mengantarkan beberapa kandidat calon Ketua Proklisi yang akan menggantikan posisi Arvelo untuk pelatihan, mengingat si Ketua Geng itu sebentar lagi akan melengserkan diri dari jabatannya sebab hendak mel...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Larut malam Eza pulang dari Bandung setelah mengantarkan beberapa kandidat calon Ketua Proklisi yang akan menggantikan posisi Arvelo untuk pelatihan, mengingat si Ketua Geng itu sebentar lagi akan melengserkan diri dari jabatannya sebab hendak melanjutkan pendidikan di luar negeri.

Rumah bukanlah tujuan kepulangan Eza sekarang. Setelah membeli terang bulan pesanan Fransiska, ia melajukan motor menuju apartement cewek itu.

Beberapa kali menekan bel, akhirnya pintu unit milik Fransiska terbuka, menampilkan sosok berdaster pink dengan cepolan tinggi.

"Gopud-nya, Kakak!"

"Mirip," balas Fransiska sambil merebut bawaan Eza. Ia mengintip ke dalam kantong plastiknya, lalu menatap cowok di depannya lagi. Wajah lelah jelas sekali terpatri di wajah Eza.

"Gue balik." sebelum benar-benar berbalik badan, Fransiska sudah lebih dulu mencekal lengan Eza. Membuat dahinya mengkerut bingung. "Apa?"

"Nginep aja kalau capek."

Eza menggosok telinganya. Memastikan kalau indra pendengerannya tersebut tidak bermasalah. Yang barusan itu nyata? Seorang Fransiska Clarine yang selalu mengedepankan ego dan memiliki gengsi selangit menyuruhnya untuk menginap? Apa cewek itu baru saja terbentur sesuatu?

"Biasa aja dong! Kalau gak mau, ya udah." Fransiska sudah akan menutup pintu namun, Eza kembali mendorongnya hingga ia ikut masuk. Dengan kerlingan malas Fransiska beranjak, membiarkan Eza yang menutup pintu juga menguncinya.

Bukannya modus, tapi Eza benar-benar merasa lelah. Berjam-jam mengendarai motor cukup membuat tulangnya keram, belum lagi udara malam yang meresahkan. Kalau tidak ingat Fransiska sedang mengandung anaknya, Eza tak akan mau disuruh-suruh, apalagi dalam kondisi seperti sekarang ini.

"Jangan tidur di sofa!" cegah Fransiska. Cewek itu terlihat membuka lemari lalu mengeluarkan karpet buludru dan selimut. Menatanya di lantai dengan sebuah bantal yang ia ambil dari tempat tidurnya.

Eza bersyukur karena Fransiska cukup peka. Karena tidur di sofa pasti akan membuat tubuhnya semakin remuk esok hari. Apalagi sofa apartemen Fransiska tidak terlalu besar.

The Perfect Young Papa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang