13 || Gak Baik-baik Aja

158 49 29
                                    

Part 13 - Gak Baik-baik Aja

****

Entah bagaimana, gema suara Vino akhirnya sampai ke pendengaran Reha yang sedari awal seakan hilang akal. Namun, meski sudah bersiap ke ambang kematian, gadis itu masih tidak berniat untuk menghentikan aksi gilanya.

Ini bukan novel roman picisan seperti yang biasanya ia baca, jadi kenapa keputusan Reha yang sudah bulat harus berhenti hanya karena seseorang seperti Vino? Apalagi pemuda itu hanya sekedar orang yang tidak punya peran penting di kehidupan Reha, selain sebagai seekor serangga yang selalu mengikutinya.

Perlahan, Reha yang menatap langit berwarna jingga bercampur hitam pun menutup kelopak matanya. Kini sudah siap menjatuhkan diri sambil berjalan mundur ke belakang. Tapi begitu pijakan gadis itu habis, mendadak sepasang tangan meraih dan menggenggam erat telapak tangannya. Membuat gadis itu refleks membuka mata.

"Reha!" sergah kak Anisa tampak kalang kabut. Rasa marah dan khawatir di hati wanita berambut sebahu itu bercampur aduk hingga air matanya tak bisa lagi terbendung. "Tega ya kamu ninggalin Teteh kayak gini?"

Reha tidak menjawab. Gadis itu hanya terbungkam, menatap nanar kak Anisa yang berusaha keras menghentikan aksi bunuh dirinya.

"Dek, sebut nama Tuhan. Kamu jangan kayak gini terus! Jangan tinggalin Teteh!"

Menipiskan pandangan. Wajah takut didominasi air mata milik kak Anisa membuat Reha kembali bertanya-tanya. Padahal kakinya sudah tidak berpijak di lantai atas gedung. Padahal tinggal sedikit lagi, tapi kenapa kakak angkatnya ini tidak melepasnya saja biar semuanya game over?

"Kalo Reha gak ada, Teteh pasti bisa hidup lebih baik," lirihnya sambil menggerakkan tangan ingin melepas tautan kak Anisa.

Di lantai bawah, pun orang-orang masih setia menghujani gadis pucat itu dengan kalimat yang sama. Tapi tetap saja, Reha tidak ingin mendengarkan.

"Sekarang lepas," ucap Reha lagi. Tersenyum getir sembari melepas tautan sang kakak angkat. Reha memang keras kepala kalau sudah memutuskan apa pun. "Keputusan Reha udah bulat."

"Enggak, enggak! Reha, please jangan lepasin tangannya Teteh!" teriak kak Anisa sambil menggeleng-geleng. Tangisannya terdengar kian putus asa hingga dadanya terasa begitu sesak. Semakin pilu saat ia sudah tidak memiliki tenaga untuk menarik Reha naik kembali.

Sebenarnya Reha juga tau bahwa selama ini, bukan hanya dirinya yang merasa sakit. Kak Anisa juga pasti merasakan hal sama. Bahkan dilihat sekilas pun, bisa ditebak bahwa setelah Reha pergi, kak Anisa akan merasa sangat terpukul. Mungkin selama beberapa hari atau bulan, ia akan terus menangis dan menyalahkan dirinya sendiri.

Tapi, seperti kata orang-orang 'seiring berjalannya waktu, kesedihan pasti akan berlalu'. Reha juga memiliki pikiran yang sejalan. Oleh karena itu, ia berani bertindak egois seperti saat ini. Mengambil keputusan tidak masuk akal karena selalu beranggapan bahwa dirinya hanya parasit di kehidupan kak Anisa.

Lalu, tiba-tiba terdengar suara derap kaki yang saling berdesakan mendekat. Kak Anisa menoleh, masih dengan posisi yang sama dan tidak membiarkan Reha melepas genggaman tersebut. Alisnya yang mengerut pun berubah meregang saat mendapati bala bantuan dari beberapa staf rumah sakit berdatangan.

"Tolong Adik saya!" pinta kak Anisa di sela-sela isakan tangisnya.

Begitu tiba, para orang-orang yang berpakaian serba putih itu pun langsung membantu kak Anisa menarik Reha ke atas. Tentunya gadis itu meronta, namun kekuatannya tidak cukup. Harap-harap cemas, satu di antara staf rumah sakit akhirnya menyuntikkan obat penenang pada Reha dan segera menjauhkan gadis itu menuju ke tengah atap gedung.

Bitter As a Medicine [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang