6 || Pesimis

192 72 27
                                    

Bagi seorang Ireha Zafira, dunia ini cukup kejam untuk ia tinggali. Tambah kejam lagi saat dirinya dipertemukan dengan sosok seperti Vino Bramantio itu.

Menurutnya, cowok berwajah manis itu adalah cowok teraneh yang pernah ditemuinya. Dia sangat berisik. Sok kegantengan apalagi. Walau memang dia ganteng sih.

Tau laler ijo yang suka hinggap di sampah basah? Nah, Reha selalu berpikir, itu adalah Vino. Eh, kalau begitu, artinya Reha sampahnya ya? Hm. Tidak apa-apa. Bahkan Reha berpikir bahwa sampah lebih berguna dibandingkan dirinya.

Sama seperti saat ini. Cowok itu terus saja mengikutinya seperti serangga. Padahal Reha sudah memberikannya tatapan membunuh, tapi motor si cowok yang sudah ia beri julukan nono itu malah menempel terus, mengikuti tukang ojek yang ditumpangi Reha sejak tadi.

"Lo bisa pulang aja gak?!" protes Reha. Geram, kakinya pun menendang sisi samping motor Vino yang entah sejak kapan sudah melaju di sebelah ojek Reha.

Vino terkekeh pelan. Tendangan Reha bahkan tidak memiliki efek apa-apa pada motornya, lalu ia beralih pada tukang ojek yang sibuk menyetir.

"Om, jangan culik cewek saya, ya? Saya udah siap nelpon polisi nih kalau Om berani macam-macam," ancamnya dengan nada ramah pada si tukang ojek berjaket hitam itu.

Mendengar suara tawa dari pria berbadan besar yang membawanya, Reha kembali menendang sisi motor Vino dengan wajah kesalnya.

"Gue bukan siapa-siapa lo, anj--ahk!" Reha berteriak frustasi. Andai saja ia memiliki kekuatan bak petinju, sudah dipastikan si bendahara OSIS gadungan itu akan menjadi samsaknya.

"Om, bisa cepetan dikit gak?" tanya Reha pada si tukang ojek. Terdengar nyaris memelas. Sekarang sudah malas meladeni Vino yang kini berkicau dengan suara sumbangnya di sana.

"Sampai cowok gila di sebelah kita gak keliatan batang idungnya."

"Jangan, Om. Nanti dia terbang, Om yang tanggung jawab!" Vino membeo lagi.

Sialan. Reha melemparkan tatapan mengintimidasi pada Vino. Badannya memang sekurus ini, tapi seumur-umur tidak pernah tuh sampai terbang gara-gara tertampar angin!

"Reha ...." panggil Vino lembut, mengabaikan tatapan Reha yang kian menusuk.

"Jangan sebut nama gue pake congor lo!"

Vino mendesis pelan. Mulut gadis ini kasar sekali. Tidak cocok dengan perangainya yang terlihat ramah. Meski begitu, Vino tidak akan mau menyerah semudah itu. Oleh karenanya, ia pun kembali tersenyum lebar dan tertawa senang, membuat Reha semakin frustasi begitu melihatnya.

Tidak banyak permintaan Reha sebenarnya. Dia hanya tidak ingin dekat dan bersahabat dengan siapa pun. Apalagi berurusan dengan cowok modelan Vino yang super berisik dan ceria itu. Memangnya gadis suram dan super beban seperti dirinya pantas didekati dan ditemani? Reha bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ia bersikap baik pada orang-orang di sekitarnya sejak hari itu.

Begitu motor yang ditumpangi Reha berhenti di depan ZafiraCake milik kak Anisa, gadis itu langsung turun. Tanpa mengatakan apa pun, ia melenggang ke tangga beton yang ada di sebelah ZafiraCake selepas membayar ojek.

Menganggap Vino yang turun dari motornya hanya sebatas figura berjalan saat mengikutinya sampai ke anak tangga pertama. Sampai ia merasa sebal sendiri karena cowok itu tidak berhenti juga. Seakan ia akan ikut masuk ke dalam rumah bersamanya. Reha mendengkus keras.

"Lo mau apa sih sebenarnya?!" tanya Reha dengan wajah cemberut. Dia sudah berbalik dan agak mendongak, menatap Vino yang agak tersentak karena tiba-tiba disembur oleh gadis ini.

Bitter As a Medicine [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang