33 || Be Carefully

70 19 0
                                    

Part 33 - Be Carefully

****

Tak banyak yang berubah sejak Reha memutuskan jujur tentang perasaannya di UKS waktu itu. Vino tetap menjauh meski gadis itu sudah berlari ke arahnya dan mengatakan hal yang sejak lama ia idamkan. Vino juga mengabaikan saat Reha mulai menyapanya dengan senyuman.

Sejujurnya Vino senang, hatinya melambung hanya dalam hitungan detik saat mendengar pengakuan tegas gadis itu. Ekspresi, tatapan dalamnya, juga kalimat terakhirnya berhasil membuat cowok itu berada di atas awan. Bahkan Vino harus menahan gemas saat rambut pendek Reha sedikit mengalihkan fokusnya. Dia menyukainya.

Tapi di sisi lain, Vino juga mencemaskan sang Bunda. Tidak ingin wanita yang telah melahirkannya tersebut sampai melakukan peneroran lagi karena kebucinannya. Apalagi, Vino tidak sengaja dengar kalau kak Anisa sudah ada di rumah. Bagaimana jika paket itu tidak sengaja jatuh ke tangan kak Anisa, lalu memperkarakannya ke hukum? Tidak, tidak. Vino menggeleng cepat, berusaha menepis semua kemungkinan yang melonglong di pikirannya.

Dia menghembuskan napas guna menenangkan diri dari kegundahan. Walau tak lama setelahnya, pemuda itu langsung tersedak air liur karena gadis yang baru saja dipikirkannya tersebut lewat. Bersusah payah membawa termos berukuran sedang yang berisi bongkahan es batu ke ruangan tempat panitia konsumsi untuk bazar menyiapkan menu.

Ya, malam ini akhirnya tiba. Setelah sekian lama dibuat overthinking dengan perencanaan bazar OSIS, kini program kerja milik sekbid kewirausahaan itu terealisasi juga. Semua perangkat OSIS pun terlihat sibuk menata kafe yang mereka sewa satu malam itu, menyulapnya sedikit hingga terlihat lebih nyaman dengan tambahan tumbler berwarna keemasan di kedua sisi dindingnya.

Tak ketinggalan sofa panjang dan beberapa meja yang disusun berhadapan, lalu sebuah panggung tambahan yang tak jauh dari meja kasir akan digunakan sebagai tempat menghibur para pelanggan yang datang ke kafe rose. Dengan Vino dan Geraldi yang mengisi posisi gitaris, didampingi Sintiya sebagai vokalis. Namun karena ketua padus itu sedang berhalangan, akhirnya pengurus OSIS menunjuk Hana--sekretaris OSIS--untuk menggantinya.

Kembali pada Reha. Dia masih berusaha membawa termos berisi es batu di tangannya menuju pintu belakang, membuat Vino berniat maju untuk membantunya. Namun sebelum itu terjadi, Delima muncul dari balik pintu dan mengambil satu sisi termos agar Reha tidak kesusahan membawanya masuk ke dapur.

Tapi Vino praktis tertegun. Tanpa ia sangka, Reha menoleh padanya sebelum masuk ke dapur. Memasang senyum manis, matanya juga menyipit. Hanya untuk diam-diam mengatakan, "Semangat, Kak Vino."

Lantai satu kafe rose malam itu sudah terlihat ramai oleh pasangan muda-mudi yang dimabuk asmara. Wajar, malam minggu. Rata-rata pengunjung bazar membawa pasangan walau tak jarang ada juga yang duduk bergerombolan sambil berceloteh ria entah membahas apa, Vino juga tidak peduli. Dia hanya terpaku dengan hati yang berdesir ketika punggung Reha perlahan hilang di balik pintu belakang menuju dapur. Kemudian disusul Cemara dan Deno yang berlarian seraya membawa colokan tambahan dan alat blender.

Sumpah demi apa pun! Gadis itu baru saja memberinya semangat, membuat Vino hampir saja salah tingkah jika tidak ingat kalau sepasang mata bundanya sedang mengawasi dari sofa paling ujung kafe rose. Di tengah hiruk-piruk dan gesekan alat makan beberapa pengunjung bazar, bunda terlihat seperti malaikat maut yang bersiap mencabut nyawa gadis-gadis yang mencoba mendekati Vino.

"Lo tau, Kak Vino?" Mendengar suara itu, Vino jadi menoleh. Kemudian mengernyit saat menemukan gadis yang ia ketahui adalah teman kelas Reha dan patner in crime Cemara itu berdiri di sisinya sambil melipat tangan di dada. "Kemarin Reha sampe bohong ke gue cuma buat pergi ngecek keadaan lo di UKS. Kalau tau lo bakal jadi acuh setelah tau perasaannya, bukannya lebih baik gue cegah dia daripada diam ya?"

Bitter As a Medicine [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang