41 || Dua Hal yang Berbeda

67 13 0
                                    

Part 41 - Dua Hal yang Berbeda





****

Di atas kasurnya, Vino melipat kaki sambil sesekali melirik ambang pintu kamarnya yang sengaja ia biarkan terbuka lebar. Dia menggigit jari cemas seraya menunggu sang bunda yang tak kunjung menerima telpon dari kak Anisa. Bodoh, Vino sebaiknya berhenti melakukan hal ini karena dirinya baru sampai di rumah beberapa menit yang lalu. Mustahil Reha akan siuman secepat itu.

Tapi karena orang ini adalah seorang Vino Bramantio, yang kata Fidelya salah satu manusia tidak jelas dan bucin tak tertolong, maka cowok itu tidak akan berhenti sebelum ada yang mengalihkan pikirannya dari Reha. Seperti sekarang buktinya.

"Udah keluar UGD gak sih?" Entah bertanya pada siapa, Vino memang hampir setiap waktu bermonolog kalau sedang di kamarnya. Markas terbaik untuk melakukan hal random tanpa takut dikritik orang lain kata pemuda itu setiap kali Reanna menegurnya. "Harusnya tadi gue minta nomor hp dokternya ke teh Anis. Kalau begini gue yang susah," ucap Vino menghela napas pasrah.

Lalu tak lama ia memutuskan untuk mengecek hp, namun tak ada sesuatu yang benar-benar membuatnya merasa lebih baik. Biasanya, chat anak OSIS yang berniat bayar uang kas kepadanya akan menjadi mood booster Vino di kala suasana hatinya kurang bagus. Tapi sepertinya itu tidak mempan kali ini. Karena sejak awal, tidak semudah itu bagi Vino berhenti mengkhawatirkan Reha.

Satu kabar. Vino hanya butuh satu kabar mengenai Reha yang sudah siuman agar ia bisa segera bernapas dengan lega.

"Vinooo!"

Yang punya nama tidak menyahut. Seakan tuli, dia malah pindah aplikasi dan berselancar di Instagram tanpa memedulikan siapa yang memanggilnya dari luar kamar.

"Vinooooo."

"Vin, mana lo!"

Suara nyaring yang masih sibuk memanggilnya dari luar kamar itu semakin lama terdengar mengganggu dan hal tersebut membuat Vino berdecak malas. Siapa lagi orang heboh kedua di rumahnya ini kalau bukan kakak perempuannya itu, si Reanna annoying Bramantio.

"Vino Bramantio, kalo dipanggil tuh nyahut!" protes Reanna dengan kepala yang menyembul di permukaan pintu kamar Vino. Wajahnya benar-benar berseri, berbanding terbalik dengan Vino yang mengkerut seperti kacang ercis.

"Kalau bukan ngasih kabar tentang Reha gak usah ngajak gue ngomong deh," ujar Vino ketus. Netranya tetap fokus pada beranda instagramnya yang kini menampilkan akun club radio sekolahnya. Club yang Vino ketahui bernama Aimer FM itu baru saja mengepost banner yang berisi hiring admin. "Admin umum buat apaan? Tiga admin aja gak ada yang bener anjir," batinnya mencibir.

Namun atensi Vino teralih begitu saja saat Reanna melompat ke atas tempat tidur dan mengambil posisi di sebelahnya yang sedang rebahan sambil memegang ponsel. Sukses membuat bungsu Bramantio itu meraih bantal guling dan memukulkan benda itu pada Reanna dengan kesal.

"Permisi dulu kek. Masuk kamar gue udah kayak orang gak punya adab!" tegasnya diakhiri dengkusan.

Reana yang tadinya menggosok hidungnya karena kebas akibat tamparan guling sang adik dibuat melotot. "Segitunya lo sama kakak sendiri." Reanna protes seakan merasa tersakiti. Lalu dengan gemas mengacak brutal rambut Vino dengan kedua tangannya ketika cowok itu mengatainya nenek sihir. "Sante dong!" sahut Reanna.

Vino menahan geram melihat tingkah Reanna yang semakin menyebalkan. Gatal ingin menenggelamkan kakaknya itu ke parit milik pak RT, tapi karena Vino adik yang baik hati jadi ia memilih mengambil gulingnya yang entah bagaimana sudah di tepi tempat tidur. Kemudian memeluknya sambil melanjutkan scroll sosmed dengan bibir mengerucut sendu. Lalu perlahan melupakan kehadiran Reanna di dekatnya.

Bitter As a Medicine [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang