Part 43 - See You Next Time (END)
****
Seringkali Reha beranggapan bahwa dunia ini sebenarnya seperti buku novel. Si penulis tak lain adalah Tuhan dan karakter-karakter yang menjadi penggerak cerita ialah manusia. Reha juga setuju bahwa setiap orang akan menjadi tokoh utama di kehidupannya sendiri. Genre satu sama lain sudah pasti berbeda, dan Reha mungkin berada di genre slice of life yang mengusung tema angst. Itulah mengapa cobaan yang menimpanya nyaris tak pernah berhenti.
Ada kalanya Reha mengharapkan dirinya menjadi tokoh figuran saja. Walau tak memiliki peran penting dan kerap menjadi tumbal di chapter-chapter pembuka, nyatanya karakter seperti itulah yang paling banyak mendapat kedamaian hidup. Namun jika dipikirkan baik-baik, tak ada sejarahnya seorang tokoh utama menjadi figuran di kisahnya sendiri. Itu hanyalah sebuah kemustahilan.
Maka bertepatan ketika pesawat yang dinaikinya mulai mendarat di Bandar Udara Internasional Changi Singapura, Reha memutuskan untuk mengikuti plot yang telah Tuhan siapkan untuknya. Sebisa mungkin tak mempertanyakan takdir ataupun merasa sesal. Karena pada dasarnya, sebanyak apa pun rintangan yang dialami tokoh utama menuju ending, pada akhirnya kebahagiaan itu akan menemuinya entah bagaimana caranya.
"Dek, kamu masuk ke taxi duluan. Barang-barang biar teteh sama Zayyan yang urus."
Langit masih malam saat kak Anisa meminta Reha menunggu di taxi. Sementara keduanya sudah sibuk memindahkan koper dan tas ke bagasi bersama supir taxi, gadis itu membuka kaca mobil hanya untuk menghirup segarnya udara ditemani pemandangan langit Singapura.
Beberapa bintang menunjukkan cahaya redup, walau sebagian lagi lebih terang dan berkerlap-kerlip dengan indah. Reha mengerjap kala atensinya menemukan sesuatu yang unik di antara bintang-bintang itu. Tangan kanannya mendekati tujuh titik yang ada di sisi utara, lantas perlahan-lahan bergerak--menghubungkannya satu per satu hingga habis.
Sesaat, Reha terbungkam menyadari ketujuh titik tadi ternyata membentuk sebuah rasi bintang biduk. Lantas bintang paling terang di bagian utaranya ialah polaris atau yang biasa disebut bintang utara. Satu hal yang membuat Reha tidak bisa berkata-kata adalah filosofi dari bintang polaris itu sendiri. Sosoknya identik dengan harapan dan impian yang hampir terkikis oleh keadaan. Selama polaris masih ada, maka akan selalu ada harapan meski hanya sekecil debu.
Tanpa mengalihkan pandangan dari sang polaris, Reha tersenyum tipis. "Gue bisa sembuh," batinnya menyemangati diri.
Keputusannya datang ke Singapura mungkin sudah benar. Apa pun yang menunggunya nanti, Reha tak akan menyesali hal itu. Dia hanya perlu mengikuti takdir yang telah dituliskan Tuhan untuknya, menyerahkan hasilnya pada Sang Maha Pencipta. Kemudian saat kesembuhan itu datang, Reha akan bertemu teman-temannya kembali termasuk si bendahara OSIS itu.
Omong-omong soal bendahara OSIS, Reha baru ingat kalau Vino sempat meminta agar dirinya membuka blokir di nomor whatsapp-nya. Maka saat kak Anisa masuk ke dalam taxi, Reha segera menanyakan keberadaan ponselnya. Karena sebelum naik ke pesawat beberapa jam yang lalu, kakak perempuannya ini meminjamnya.
"Teh, hpku mana?" Reha menengadah, bermaksud menagih miliknya.
"Oh, di Zayyan."
"Kok malah dioper-oper sih." Reha ingin mengomel lebih jauh. Namun ia urungkan niat itu dan memilih membuang napas, menahan kesal saat kak Anisa menjawab ringan tanpa merasa bersalah.
"Kak," ucap Reha sambil menengadah. Dia beralih pada kakak laki-lakinya yang duduk di kursi depan. Kalau jok belakang diisi Reha dan kak Anisa.
Taxi mulai melaju saat Zayyan melirik telapak tangan Reha. Dia berkata, "Entar aja abis operasi kakak kasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter As a Medicine [SELESAI]
Novela Juvenil• Spin off Ketos Vs Sekretaris OSIS • Bisa dibaca terpisah ____ Hanya kisah picisan tentang Vino Bramantio yang menyukai seorang gadis. Ireha Zafira. Gadis manis yang sengaja dia temui di toko kue Zafiracake dengan dalih sebagai customer. Anehnya, R...