25 || Paket Misterius

80 18 16
                                    

Part 25 - Paket Misterius

***

"Ini beneran kalian gak papa nginap di sini? Gak dicariin?" tanya Reha yang baru saja menutup pintu rumah, berjalan duluan dan diikuti oleh Cemara dan Tiwi menuju kamarnya.

Tadi memang saat pak Todo mengajar di kelas-- yang Reha dilempar tutup pulpen--di situ ia diberitahu oleh Cemara bahwa mereka mau menginap di rumah Reha.

Katanya ingin menemani karena kemarin Reha sempat bilang mengenai kak Anisa yang sedang ke luar kota sehingga beberapa hari ini, Reha sendirian di rumah.

"Udah izin dong!" jawab Cemara bersemangat. Dia baru saja melepas tas dan meletakkkannya di sisi tempat tidur.

"Semalam emang udah rencana sih, Re. Lain kali, nginep di rumah gue ya. Abis tuh di rumah Cemara. Aw, gak sabar bangetttt." Tiwi terlihat menari-nari memasuki kamar Reha yang didominasi warna pastel.

Menggeleng-gelengkan kepala, Reha tertawa kecil sambil menyampirkan tas di kursi meja belajarnya. "Gue gak janji ya. Nanti Teteh pulang baru gue kabarin," kata Reha, menoleh pada keduanya. Senyumannya belum juga pudar.

"Oke. Gak nginap juga gak papa, Re. Ntar gue bisa antar pulang kok." Tiwi ikut duduk di sisi tempat tidur, belum melepas tas dan mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar. Matanya terpaku pada sebuah rak buku yang ada di samping meja belajar Reha. Hampir terisi penuh oleh novel yang Tiwi tebak milik gadis itu.

"Gila, Re! Lo bisa jadi kolektor novel," ujar Tiwi sambil melangkah cepat ke arah rak tersebut. Kemudian membaca judul-judul novel yang tersusun rapi di sana. Menyentuhnya satu per satu lewat udara.

"Eh, tapi judulnya pada nguras air mata ya. Gak ada yang manis-manis, Re? Kayak Ketos VS Sekretaris OSIS karya 1RedApple gitu?" tanya Tiwi, menoleh pada Reha yang terlihat membuka laci di meja belajarnya.

"Gak ada," jawab Reha apa adanya. Beberapa obat berpindah ke tangannya, membuat Cemara yang melihatnya dari kejauhan jadi tersenyum sendu. Ikut merasakan sesak yang mulai timbul di dada gadis bertahi lalat di pipi kiri tersebut.

Pasti Reha sudah muak minum obat pahit itu setiap hari.

Sementara Tiwi, gadis itu sempat ingin menjatuhkan air mata, tapi ia menepisnya dan berkata, "Astaga. Kena mental gue lama-lama kalau pinjem novel punya lo, Ireha Zafiraaaaa."

"Jangan dipinjemin, Re. Ntar novel lo gak balik-balik, malah dipinjemin ke satu sekolahan sama Tiwi," ledek Cemara yang membuat Reha mengangkat alis, lalu tertawa kecil.

Sedangkan Tiwi mengerucutkan bibir. "Yehhhh. Gue mah amanah keleussss."

"Kalian istirahat aja kalau cape. Pengen makan, tinggal ke dapur. Anggap aja rumah sendiri. Gue mau ke bawah dulu, sayang kalau gak buka tokonya Teteh seharian."

"Oh, iya. Toko kue kan?"

Reha mengangguk, membuat Cemara dan Tiwi yang tadinya rebahan di kasur jadi menegak dengan penuh semangat. "Ikutttt!!"

☆☆☆


Memainkan ponselnya di atas sofa ruang keluarga, Vino diam-diam mengintai ke arah pintu belakang rumahnya yang ada di dekat dapur. Sedari pulang sekolah, pemuda itu tidak banyak melakukan aktivitas. Hanya duduk di sini dengan TV yang menayangkan serial India kesukaan sang Bunda.

Bitter As a Medicine [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang