38 || Sisi Tak Bersahabatnya

68 18 16
                                    

Part 38 - Sisi Tak Bersahabatnya

****







Hari ini, auditorium yang berada di lantai tiga gedung utama sekolah sedang ramai karena dipenuhi oleh anak OSIS dan MPK. Hasil usulan sekretaris OSIS semalam, mereka akhirnya mengadakan surprise kecil-kecilan. Niatnya sebagai ucapan terima kasih sekaligus perpisahan untuk Adelio si mantan ketua OSIS sebelum cowok dengan kacamata yang bertengger manis di pangkal hidungnya itu pindah sekolah.

Mau tidak mau, Reha kini sedang berada di tempat itu. Berdiri sambil memegang sebuah kotak berisi red velvet yang ia bawa dari toko kue kak Anisa. Di sebelahnya ada Cemara, juga Haliya yang berdiri tak jauh darinya. Sementara beberapa inti OSIS berada di sisi sebaliknya, sibuk tertawa karena celetukan Vino baru saja.

Reha yang diam-diam memerhatikan cowok itu sejak awal pun tersenyum kecil, lalu tanpa sadar ikut tertawa bersama beberapa pengurus OSIS yang terdengar mengumpati pemuda itu di sana. Hingga akhirnya mata Vino yang membentuk eye smile bergerak ke arah lain dan memergoki Reha.

Mereka sama-sama tersentak kecil.

Namun tak lama setelah itu, Reha melengos seolah tidak ingin berkontak mata dengan Vino. Membuat Vino perlahan kehilangan senyumannya.

"Lo bener-bener muka tebel ya, Re," kata Vino pelan lantas menghela napas berat. Kemudian memilih kembali menyeruak ke sebelah Adelio dengan senyuman dibuat selebar mungkin seakan tidak ingin peduli lagi dengan gadis itu.

Walau sebenarnya, Vino hanya mencoba menyembunyikan sakit hati yang ditimbulkan oleh adik kelasnya itu.

Di sisi lain, Reha menggigit bibir bawah dengan tatapan menyendu. Tertegun dengan perasaan mendung tatkala melihat Vino yang kini memunggunginya sambil tergelak palsu. Gadis itu sadar kalau tindakannya ini hanya membuat mereka sama-sama tersakiti.

Namun, Reha sama sekali tidak berniat menceritakan apa pun pada Vino. Dia takut, takut jika cowok itu memilih pergi tepat ketika Reha memberitahu semuanya. Dan hal itu lebih menyakitkan baginya.

"Ce." Reha memutuskan memanggil Cemara pelan.

"Yes?" tanya Cemara belum memalingkan atensi dari kerumunan kakak kelasnya.

"Lo yang pegang kue ini ya? Gue mau keluar," kata Reha, membuat Cemara menoleh spontan padanya.

"Eh, mau ke mana?" Cemara yang kebingungan segera menerimanya ketika Reha langsung menyerahkan kue tersebut padanya. "Gak sekalian nunggu sampe selesai? Kayaknya bentar lagi potong kue," tanyanya sebelum Reha beranjak.

"Gue disuruh pulang cepet, Ce. Ada jadwal kontrol, soalnya," jawab Reha setengah berbisik. Lalu meringis karena Cemara agak tersentak dan menatapnya sedih.

"Kalau gitu gue gak bisa cegah lo." Gadis bermata sipit itu melirik ke arah Vino yang melemparkan tatapan ingin tahu kepadanya. Cemara menggeleng, tanda penolakan. Lalu ia segera mengalihkan atensi ke Reha dan bertanya, "Udah ambil surat izin?"

Reha mengangguk singkat. "Tinggal minta tanda tangan pak Aditya aja sih. Abis dari sini, gue mau ke ruang guru," jawabnya, sedikit menyinggung salah satu guru mata pelajaran di jurusan IPA itu karena kebetulan hari ini dia yang piket. "Gue duluan, Ce."

"Hm, take care, Re!" pekik Cemara sengaja meninggikan suaranya, entah dengan tujuan apa. Yang jelas, ketika ia menoleh ke Vino, cowok itu sudah berlari keluar untuk mengejar Reha.

****


Dari kejauhan, Vino terkesiap begitu mendapati Reha yang baru saja keluar dari ruang guru. Cowok itu melonggokan kepala di antara sekat lobi dan belokan di koridor lantai dasar. Namun, sebelum ia bertemu Reha, mendadak seseorang menariknya menjauh dari lobi.

Bitter As a Medicine [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang