BAGIAN 24 The Only Think That’s on My MindKeesokan harinya, Xiao Zhan berangkat kerja agak terlambat. Untung saja Wang Yibo sedang tidak ada di kota sehingga ketika Xiao zhan tiba di perusahaan, laki-laki itu belum ada.
Meskipun bayang-bayang mimpi tentang Wang Darren masih berseliweran dalam kepala, tetapi Xiao Zhan berusaha keras untuk bersikap profesional, melupakan segala urusan pribadi, dan fokus bekerja.
“Zhan,” panggil Jeffrey, tiba-tiba memasuki ruang kerja Xiao Zhan. Ia menyerahkan beberapa lembar dokumen. “Pelajari dokumen ini untuk siang nanti,” katanya lagi.
Xiao Zhan meraih dokumen itu, membuka, dan mulai menelisik isinya sekilas. Diperhatikan di awal, itu merupakan dokumen kerja sama baru antarperusahaan. Dia mengernyitkan kening ketika memahami isinya.“Sebelum makan siang, kamu akan menemani Presiden Wang untuk bertemu dengan klien. Ini adalah kontrak besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dua perusahaan besar Wang akan melakukan kerja sama,” Jeffrey menjelaskan dengan santai. Bersandar ke dinding dan tatapan mata agak kesal.
Tentu saja karena alasan yang sama seperti apa dalam pikiran Xiao Zhan saat ini.
Hal-hal mengenai janji tanda tangan kontrak seharusnya dipersiapkan beberapa hari sebelum pertemuan. Tujuannya untuk mempelajari keadaan dua perusahaan, mengetahui keuntungan dan kerugian yang akan disebabkan, juga merencakan beberapa langkah efektif dalam menangani kerja sama. Namun, perjanjian kerja sama kali ini, tidak ada pemberitahuan sama sekali. Tahu-tahu sudah memutuskan pertemuan di antara dua bos besar.
Xiao Zhan tidak terlalu mengetahui latar belakang perusahaan lain, tetapi dengan pengajuan mendadak, dan diterima kurang dari satu hari, sudah pasti tidak bisa dilakukan oleh perusahaan kecil.
“Terima kasih, Phi Jeff,” ucap Xiao Zhan.
Jeffrey menganggukkan. Merubah makna tatapan matanya menjadi sedikit prihatin. Xiao Zhan baru saja menjadi asisten CEO, belum mendapatkan banyak pengalaman berarti, dan tidak terlalu memahami pekerjaan seperti ini, tetapi Wang Yibo malah membuatnya kesulitan. Dengan menerima perjanjian dadakan ini saja sudah cukup merepotkan, apalagi memutuskan pertemuan di waktu yang cepat.
Menghela napas panjang, Jeffrey mulai memberikan beberapa tips. “Zhan, jika kamu tidak terlalu memahami situasi, lebih baik diam. Aku akan memberitahu Wang Yibo untuk berjaga-jaga juga, lagi pula kamu masih dalam tahap pembelajaran.”
Dia juga mengatakan bahwa Xiao Zhan tidak harus terburu-buru dalam mempelajari semua isi dokumen, cukup ambil poin penting, dan memahami itu secara mendalam.
Xiao Zhan mangut-mangut. Toh, jika ada yang tidak dipahami dia bisa bertanya.
Usai memberitahu mengenai pertemuan siang nanti, Jeffrey melenggangkan langkah keluar. Jika saja dia masih menjadi sekretaris perusahaan sekaligus asisten pribadi CEO, sudah pasti akan melontarkan umpatan dan segala kekesalannya pada Wang Yibo karena kegilaan laki-laki itu.Setelah ditinggal sendiri, Xiao Zhan tidak memiliki waktu untuk bertanya-tanya tentang perusahaan yang akan bekerja sama dengan perusahaan mereka. Dia menghabiskan waktu, sebelum jam petemuan tiba, untuk mempelajari isi dokumen. Mengenai keadaan perusahaan tersebut dan lain sebagainya.
Tak berselang lama, ponselnya berdering. Dia meraih benda itu dan melihat nama Wang Yibo tertera di atas layar. Tak berpikir lama, mengangkat panggilan, dan berkata, “Halo, Sir.”
Laki-laki di seberang sana tidak repot-repot membalas sapaannya, melainkan langsung mengatakan inti dari tujuan panggilan tersebut. “Datang ke parkiran, kita berangkat sekarang!”
“Baik, Sir.”
Panggilan suara diputus sepihak. Xiao Zhan melirik arloji, masih pukul sembilan. Dia segera melakukan sesuai perkataan Wang Yibo, berjalan menuju parkiran. Di perjalanan ia mengirim pesan pada Jeffrey mengenai hal itu dan mendapat balasan singkat. Dari situ saja, dia tahu jika Jeffrey sedang menahan kesal karena tingkah semena-mena bos mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Season ✓
FanfictionUntuk sebagian besar hidupnya, Xiao Zhan merasakan ketidakberuntungan yang teramat besar. Setiap luka baru akan muncul di sisa-sisa malamnya. Luka yang membuatnya mengerang sakit akibat rasa ngilu yang menyentuh hatinya. Dia selalu menggigil di set...