BAGIAN 93 Stay is Torn
Bagi Xuan Lu mempertanyakan mengenai keberadaan Xiao Zhan, keadaannya, dan hal-hal semacam itu cukup penting mengingat dia tanpa sengaja bertemu dengan Wang Yibo, kekasih adik iparnya. Namun, berbeda dengan persepsi Xiao Zhan yang menganggap itu adalah hal biasa. Dia mengatakan dengan jujur mengenai kepindahannya bersama Wang Yibo, hubungan mereka, dan beberapa masalah mengenai kegiatannya sehari-hari kecuali mengenai hubungannya dengan sang ibu.
Hal itu baru bagi Xuan Lu, itulah mengapa ia sangat terkejut mengetahui fakta tersebut. Xuan Lu dan Xiao Yuchen tidak tahu mengenai insiden penculikannya, itu karena informasi dan berita terkait tidak mengungkapkan identitasnya maupun Wang Yibo. Hanya beberapa orang yang tahu.
Setelah pembicaraan singkat dengan Xuan Lu, Xiao Zhan menyadari beberapa hal mengganggu pikirannya. Dia mengirium pesan kepada Wang Yibo.
[Yibo, di rumah sakit mana kamu berada?]
Sayangnya tidak ada jawaban yang diterima bahkan setelah melalui banyak waktu. Xiao Zhan menghela napas panjang dan meletakkan ponselnya. Dia memfokuskan diri untuk kembali membaca buku, tetapi semua itu sia-sia. Benar-benar buruk untuk berdiam diri.
“Ruo Ruo, apa kamu ingin menari?” dia menanyakan hal itu sembari mengganggu fokus Qin Ruo yang tengah belajar membuat bunga camelia.
Qin Ruo memang fokus pada apa yang dilakukan, tetapi tawaran menarik dari Xiao Zhan cukup untuk membuatnya mengalihkan fokus. Melepaskan kuas dan dengan bangga bangkit berdiri, dia berjalan ke arah Xiao Zhan untuk memegang jari laki-laki itu. “Zhan Zhan Gege, ayo, pergi.”
“Pergi? Ke mana?” Xiao Zhan sengaja menggodanya dengan pertanyaan tidak jelas.
“Turun. Kita akan belajar menari, ‘kan?”
Padahal Xiao Zhan hanya asal berbicara saja, tetapi melihat ekspresi Qin Ruo yang polos dan lucu dia tidak bisa menolak. Pada akhirnya mereka memutuskan menemui Cecile dan Qin Ruo belajara menari bersama beberapa anak.
Xiao Zhan berdiri di luar dan melihat dari balik kaca. Cecile bergabung dengannya, berdiri di samping, dan memperhatikan hal yang sama. Keduanya memperhatikan guru tari yang bergerak memberi contoh sebelum diikuti oleh murid-murid les tari. Qin Ruo tidak mau ketinggalan, tetapi gerakannya sangat canggung karena itu pertama kali baginya.
Sesekali ada tawa antara Cecile dan Xiao Zhan melihat tingkah Qin Ruo dan seorang anak seusianya.
“Mereka sangat lucu,” ucap Cecile mengalihkan perhatian ke arah Xiao Zhan.
Tidak ada kata yang keluar dari mulut Xiao Zhan, tetapi ia menganggukkan kepala menyetujuinya. Meski begitu tatapan mata masih menyiratkan beberapa masalah. Pikirannya masih berfokus pada pertanyaan yang belum dijawab oleh Wang Yibo. Sebelumnya Xiao Zhan tidak ingin tahu tentang siapa mantan kekasih Wang Yibo atau seperti apa karakternya, tetapi memikirkannya sekarang, dia ingin bertemu dengan orang itu. Orang yang disukai Wang Yibo selama bertahun-tahun bahkan sampai saat ini masih diperdulikan.
Xiao Zhan berpikir dia tidak memiliki urusan dengan masa lalu Wang Yibo, tetapi bukan berarti dia tidak berhak tahu.
Pikirannya kembali ketika merasakan seseorang menyenggol tangan, melirik ke samping dan mendapati tatapan dalam Cecile. Untuk sesaat dia merasa bahwa wanita itu dapat dengan mudah mengetahui apa yang baru saja dipikirkan jika tatapan mereka terus terhubung, sehingga Xiao Zhan memutuskan mengalihkan perhatian setelah menampilkan senyum kecil.
Namun, Cecile tidak meninggalkan permasalahan begitu saja. Ini kesempatan baginya untuk mengetahui beberapa hal mengenai Xiao Zhan dan sedikit memberi pengaruh. Dia bertanya dengan tenang seolah tidak benar-benar penasaran, “Apa yang baru saja kamu pikirkan? Sepertinya cukup serius sampai melamun begitu.”
Xiao Zhan menggelengkan kepala. “Bukan masalah besar.”
“Kalai begitu masalah kecil. Apa itu tentang Ruo Ruo yang tidak tahu cara melakukan pemanasan?” Tawa ringan Cecile menggema seolah tidak ada yang salah dari kata-katanya dan dia tidak sedang berusaha menginterogasi.
Hal itu memang sederhana, tetapi cukup untuk memancing Xiao Zhan mengatakan sesuatu yang lain. “Bukan itu, Ruo Ruo baru pertama kali ikut kelas menari, wajar jika dia tidak tahu. Aku hanya memikirkan beberapa hal kecil.”
“Hal kecil seperti apa? Kamu membutuhkan model untuk melukis?”
Xiao Zhan menggelengkan kepala, melihat ke arah Qin Ruo dan menimbang-nimbang mengenai pembicaraan saat ini. Antara harus mengatakannya atau tidak. Setelah beberapa pemikiran, dia memutuskan untuk mengajukan pertanyaan yang membuatnya merasa gelisah.
“Cecile, bagaimana menurutmu tentang ... em, misalnya kamu punya kekasih yang masih peduli pada mantan kekasihnya, bagaimana tanggapanmu? Maksudku perlukah mencari tahu tentang mereka atau biarkan saja?”
Sekali lagi, Cecile memperhatikan mimik wajah Xiao Zhan. Meskipun tanpa keterangan, sudah jelas itu tentang kehidupannya dengan Wang Yibo, sehingga Cecile dapat dengan mudah memahaminya tanpa perlu memikirkan karakter dan tingkah orang yang terkait. Memang tidak ditunjukkan secara eksplisit, tetapi Cecile tahu jika Wang Yibo benar-benar menyukai Xiao Zhan, jadi kedekatan dengan mantan kekasihnya pasti memiliki alasan khusus yang tidak seharusnya begitu dicurigai. Namun, Cecile juga memikirkan tentang posisi Xiao Zhan sebagai kekasihnya, pikiran-pikiran buruk tidak bisa dihindari apalagi jika tidak ada keterangan lebih lanjut.
Cecile mencapai kesimpulan sehingga dia memberi jawaban sesuai citranya yang tenang,
“Mengapa tidak bertanya lebih dulu? Kalian bisa berbicara dengan terbuka satu sama lain.”
“Apa itu tidak berlebihan? Mungkin akan terkesan ingin tahu atau ikut campur.”
Menepuk pundaknya pelan, Cecile tersenyum kecil ketika dia menjawab, “Tentu saja tidak jika kamu bertanya dengan tenang. Lagi pula sepasang kekasih bukan hanya diharuskan untuk saling mempercayai, tapi juga menerima. Entah itu masalahnya atau alasannya. Tanya saja apa yang ingin kamu tanya asal jangan memojokkan.”
Xiao Zhan manggut-manggut mendengar penjelasan itu, dia setuju pada kata-kata bijak Cecile.
“Terima kasih, Cecile,” ucapnya tulus. “Aku baru tahu kamu sangat bijak.”
Pada saat ini, ekspresi Cecile agak sulit dijelaskan. Tidak menyangka dan bingung untuk alasan sepele, bertanya-tanya apakah dia terlalu bias atau Xiao Zhan yang terlalu tidak peduli padanya.
Malam itu ketika Xiao Zhan kembali ke rumah, dia menghubungi Wang Yibo yang masih belum kembali. Bagaimanapun, masalah kecil di hatinya harus diselesaikan sebelum menumpuk semakin besar di masa depan dan menjadi bom waktu yang menghancurkan hubungan mereka. Sayangnya, panggilan itu tidak mendapat jawaban sama sekali membuat perasaan cemas tumbuh lebih besar.
Bersandar ke kepala ranjang, salah satu tangan mencengkeram sisi selimut dengan erat, tangan lain berulang kali memutar panggilan ke nomor yang sama. Tidak ada jawaban yang diharapkan dalam waktu lama selain wanita penjaga operator. Xiao Zhan mengembuskan napas panjang dan menyerah menghubungi Wang Yibo. Mungkin laki-laki itu sangat sibuk mengurus mantan kekasihnya.
Memikirkan itu, Xiao Zhan sama sekali tidak tenang. Bukan karena dia takut jika Wang Yibo kembali menyukai pihak lain, tetapi yang membuatnya takut adalah karma. Bagaimana jika diamdiam Wang Yibo menjalin hubungan lagi dengan orang itu sama seperti dia posisinya dulu. Ini agak mengkhawatirkan.
Pada akhirnya, hal yang bisa dilakukan Xiao Zhan adalah mencari tahu sendiri. Dia mengirim pesan kepada Xuan Lu.
[Lu Jie, apa kamu pernah bertemu dengan Yibo di sana?]
Tidak ada jawaban dalam beberapa menit, Xiao Zhan menjadi cemas tidak jelas. Tidak mungkin jika Xuan Lu sudah tidur di jam delapan. Berpikir bahwa wanita itu tengah mengurus suaminya, makan malam bersama, atau menonton drama. Dia berusaha menenangkan diri sendiri.
Setelah beberapa saat pesan balasan diterima. Xuan Lu sangat positif ketika mengatakan kebenaran.
[Ya, kemarin Lu Jie melihatnya di rumah sakit tempatku bertugas. Ada apa?]
[Bukan apa-apa. Hanya saja nomornya sulit dihubungi, aku agak khawatir.]
[Jangan terlalu khawatir, sepertinya dia agak sibuk mencari pendonor hati untuk temannya. Aku mendengar itu dari salah satu perawat yang mengurus kasus itu.]
Xiao Zhan mengerutkan kening ketika memikirkan kalimat tersebut. Mencari pendonir hati bukan masalah sepele, cukup sulit menemukan yang cocok dan bersedia menjadi pendonor. Bahkan kalaupun ada pasien yang mengalami kematian saraf, belum tentu keluarganya bersedia mendonorkan salah satu organ tubuh si pasien. Xiao Zhan dapat memahami kesulitan Wang Yibo, tetapi dia mendapat beberapa pemahaman baru. Penyakit orang itu cukup parah, dengan begitu ada alasan atas kepedulian Wang Yibo, seharusnya itu membuat Xiao Zhan merasa tenang.
Sayang, dia tidak bisa bertindak begitu. Hanya duduk diam dan tidak mengetahui atau mendapatkan apa pun dalam situasi ini. Dia harus mengambil tindakan, setidaknya mengamankan sang kekasih. Pikirnya bahwa tindakan baik Wang Yibo memiliki kemungkinan untuk menggerakkan hati kecil orang yang dibantu, bukan tidak mungkin menumbuhkan kembali perasaan suka. Sehingga ia kembali bertanya kepada Xuan Lu dengan penasaran.
[Lu Jie, apa kamu tahu siapa orang itu?]
[Aku tidak tahu, Zhan. Identitas pasien VIP tidak bisa diungkapkan sembarangan, hanya dokter dan pengurus yang menangani yang tahu, juga beberapa dokter di bidang yang sama untuk mendiskusikan penanganannya.]
Xiao Zhan mengerti maksud Xuan Lu, dia tidak banyak menuntut dan memilih menyudahi pembahasan. Namun menanyakan satu hal lagi yakni ruangan pasien itu. Xuan Lu mungkin bukan dokter bagian itu, tetapi dia memiliki koneksi yang cukup kuat. Ada beberapa orang yang akrab dengannya dapat memberitahu hal-hal sederhana seperti itu.
Setelah menerima informasi tersebut, Xiao Zhan mengucapkan terima kasih dan mengakhiri pembicaraan mereka melalui pesan. Bertekad untuk menghubungi Wang Yibo lagi besak, jika pihak lain tidak memberi balasan sama sekali, dia akan pergi menemuinya sekalian melihat sosok mantan kekasih yang sangat dipedulikan Wang Yibo.
.....
Jangan katakan dia egois ketika memikirkan mengenai pertemuan dengan seseorang yang sangat disukai kekasihnya di masa lalu. Tujuan Xiao Zhan bukan untuk menciptakan adegan berapi-api yang menimbulkan masalah pada siapa pun, dia hanya ingin tahu, berbincang-bincang ringan, dan menunjukkan kebenaran bahwa Wang Yibo sudah menjadi miliknya.
Tidak bisa disangkal bahwa itu merupakan tindakan egois meskipun tidak ingin diakui. Namun, seringkali perasaan suka dan kepemilikan menjadikan seseorang yang baik kehilangan kebaikannya. Egois adalah salah satu perubahan dasar dari perasaan itu.
Hingga tengah malam tidak ada satu pun dari panggilan Xiao Zhan yang diterima oleh Wang Yibo. Hal itu membuat perasaan Xiao Zhan cemas tidak jelas, diperparah dengan ketidaktahuannya untuk melakukan apa. Ada pemikiran agar segera pergi menemui orang itu, tetapi dipikir secara matang tindakan impulsif mungkin dapat merusak hubungan di antara mereka. Terlalu berlebihan dan meninggalkan kesan buruk.
Tepat ketika Xiao Zhan akan memejamkan mata dan memaksakan diri untuk terlelap, panggilan dari Wang Yibo menggema di ruangan kosong. Melihat nama yang tertera di atas layar membuatnya merasa bersemangat, melupakan kecemasan dengan cepat.
“Yibo, bagaimana keadaanmu? Mengapa sangat sulit dihubungi? Apa kamu mengalami masalah? Kamu pasti sangat lelah, ‘kan?”
Balasan dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah tawa renyah yang akrab. Wang Yibo menertawakan kekhawatirannya yang berlebihan dan merasa geli juga hangat. Entah kapa terakhir kali dia mendengar seseorang begitu mengkhawatirkannya seperti ini. Ketika tertawa, dia mendengar gerutuan ringan Xiao Zhan.
“Aku sangat mengkhawatirkanmu, tapi kamu menertawakannya.”
Tentu saja Xiao Zhan tidak benar-benar marah, dia hanya sedikit bercanda. Hitung-hitung menghibur pihak lain dan dirinya sendiri. Bagaimanapun, masih ada hal yang harus dikhawatirkan selain keadaan Wang Yibo yang sudah pasti cukup baik terdengar dari tawanya. Xiao Zhan masih memiliki beban untuk mengatakan mengenai keinginanannya bertemu mantan kekasih Wang Yibo.
“Aku baik-baik saja, Zhan. Itu jawaban pertanyaan pertama. Yang kedua dan ketiga, aku tidak memiliki waktu untuk memegang ponsel karena bekerja sekaligus mencari pendonor hati. Terakhir, aku memang lelah, sangat sangat lelah.”
“Kalau begitu kamu harus istirahat, aku tidak akan mengganggu.” Xiao Zhan merasa khawatir akan kesehatan Wang Yibo, dia berencana mematikan sambungan telepon dan membiarkan laki-laki itu tidur.
“Tidak, kamu tidak mengganggu jika kamu menghiburku.”
Xiao Zhan tidak memiliki pemikiran baik mengenai cara menghibur yang dimaksud oleh Wang Yibo. Pikirannya dipenuhi beragam adegan tidak pantas. Salahkan Wang Yibo yang telah menanamkan hal-hal seperti itu pada kepalanya. Namun, Xiao Zhan berusaha menutupi pemikirannya dan bertanya, “Menghibur? Bagaimana?”
“Apa yang kamu pikirkan sampai membuat wajahmu memerah?” Sekali lagi Wang Yibo menertawakan Xiao Zhan seakan mengetahui apa yang bernaung di pikiran laki-laki itu. Dia juga tahu bagaiaman reaksi Xiao Zhan ketika merasa malu memikirkan hal-hal tidak pantas. Jika saja jarak di antara mereka tidak jauh, mungkin Wang Yibo akan memeluknya dan terus-menerus melayangkan godaan sampai puas.
“Yibo, aku tidak memikirkan hal-hal itu. Ini murni memikirkan bagaimana harus menghibur kamu. Apa aku harus menemanimu sampai tidur?”
“Tidak perlu. Kamu mengkhawatirkanku saja sudah cukup menghibur ditambah kamu sangatsangat merindukanku.”
Wajah Xiao Zhan jauh lebih merah lagi seperti direbus hidup-hidup di dalam rasa malu. Bukan malu karena melakukan kesalahan, tetapi malu karena kata-kata manis pihak lain. Entah sejak kapan karakter Wang Yibo yang tidak banyak berbicara dan tidak pandai mengatakan hal-hal memalukan berubah. Sikapnya saat ini jauh lebih santai ketika berbicara dengan Xiao Zhan. Tentu saja membuktikan bahwa dia benar-benar menyukai Xiao Zhan sehingga perlahan mengubah diri menjadi lebih baik tanpa disadari.
“Wang Yibo ... aku merindukanmu.”
“Hanya itu yang ingin kamu katakan setelah berjam-jam kita tidak bertemu?” Ada ketidakpuasan dari nada suaranya, lebih mengarah pada godaan. Tentu saja dia tidak ingin membuat Xiao Zhan merasa malu.
“Aku juga menyukaimu, sangat menyukaimu.”
Kali ini tidak ada protes lain dari Wang Yibo meskipun rasanya masih belum lengkap, tidak cukup untuk menutupi lubang di hati. Pembicaraan mereka berkisar pada hal-hal sederhana, setiap kegiatan yang dilakukan sepanjang hari, mengenai Qin Ruo, dan hal-hal lain. Sampai Xiao Zhan hampir terlelap sambil berbicara. Meski begitu, Wang Yibo tidak kunjung merasa puas, dia ingin berbicara secara langsung dengan laki-laki itu, ingin memeluknya ketika tidur, juga mendengar suara itu dari waktu ke waktu.
Perasaan ingin terus bersama begitu besar sampai titik melumpuhkan logikanya ketika dia bertanya, “Zhan, apa kamu ingin di sini bersamaku?”
Dengan pertanyaan itu saja sudah membuat kelopak mata berat Xiao Zhan segera melek. Apakah dia salah dengar atau itu hanya mimpi? Setengah sadar dia bertanya, “Yibo, apa aku boleh ke sana?”
Keraguan Wang Yibo, karena berpikir bahwa Xiao Zhan mungkin tidak akan merasa nyaman jika berurusan dengan seseorang dari masa lalunya, segera luntur. Senyum ringan terbit di bibirnya, meski tidak bisa dilihat oleh Xiao Zhan.
“Tentu saja bisa. Datanglah besok bersama Paman Qin. Jangan sendiri atau kamu tidak perlu ke sini.”
“Mn. Aku akan patuh. Sebaiknya kamu istirahat, Yibo. Selamat malam.”
Nada suaranya benar-benar ceria seakan baru saja mendapatkan kemenangan besar. Xiao Zhan segera memejamkan mata setelah panggilan mereka berakhir. Besok dia harus bangun pagi dan mempersiapkan diri untuk pergi menemui Wang Yibo. Sayangnya, dia terlalu bersemangat membuat tidurnya tidak secepat yang diinginkan.
Pada akhirnya dia bangkit lagi dan mulai mengemas pakaian, menyibukkan diri dengan persiapan ini dan itu hingga terlelap tanpa sadar.
Pagi harinya dia mengatakan rencana perjalanan kepada Paman Qin dan Bibi Qin. Pasangan itu bersemangat membantunya, Bibi Qin bahkan membuatkan beberapa makanan untuk dibawa. Berbeda dengan kedua orang tuanya, Qin Ruo adalah satu-satunya orang yang menunjukkan wajah murung. Dia juga menyatakan keberatan mengenai kepergian Xiao Zhan, tetapi tidak bisa bertindak sesuai ingin sendiri.
Sekitar pukul sembilan pagi, setelah semuanya selesai, Xiao Zhan dan Paman Qin pergi menyusul Wang Yibo. Bahkan di sepanjang perjalanan Xiao Zhan sama sekali tidak bisa beristirahat.
Ketika mereka tiba sesuai arahan Wang Yibo, laki-laki itu sudah menunggu di parkiran bawah tanah. Menyambut Xiao Zhan dengan senyuman segera membawanya memasuki apartemen. Tentu saja bukan apartemen yang sama dengan Xi Luhan bahkan jarak antara dua gedung apartemen itu tidak dekat. Sementara mereka masuk ke apartemen, Paman Qin memutuskan untuk kembali.
Ruangan apartemen itu tidak seluas milik mereka sebelumnya, tetapi masih cukup besar dari milik
Xiao Zhan. Akih-alih merapikan pakaian dan meletakkannya di lemari. Xiao Zhan segera memeluk Wang Yibo dengan ringan dan singkat, tetapi pihak lain tidak ingin berpisah membuat pelukan mereka semakin lama.
Wang Yibo menumpukan kepala di lehar Xiao Zhan sementara tangannya berada di pinggang dengan erat melingkar. “Aku sangat merindukanmu,” gumamnya memberi efek getaran di kulit.
Xiao Zhan bergidik, tetapi tidak merasa terganggu sama sekali. Dia mengikuti pengaturan Wang Yibo dan mengeratkan pelukannya. Mereka sama-sama saling merindukan sampai kesulitan tidur sepanjang malam hanya untuk menunggu pagi datang dan pertemuan mereka dimulai.
“Yibo, apa kamu sudah makan?” Setelah beberapa lama Xiao Zhan memecahkan hening.
Di ceruk lehernya, Wang Yibo menggelengkan kepala. “Belum. Aku hanya keluar untuk menjemputmu.”
“Ayo, makan bersama dan tidur setelah itu. Aku akan membantumu bekerja, aku membawa laptopku.”
Tidak menanggapi dengan kata-kata, tetapi segera mengangkat kepala. Melayangkan kecupan ringan di bibir Xiao Zhan sebelum melepaskan pelukan dan menuntun laki-laki itu ke meja makan. Xiao Zhan mengeluarkan makanan yang dibuat Bibi Yang dari kotak besar. Mereka berdua makan bersama dan berbincang-bincang ringan sesekali ada tawa yang mengiringi pembicaraan. Suasana benar-benar hangat dan menyenangkan membuat beban beberapa saat lalu seakan terangkat jauh dan dibuang ke dasar laut terdalam.
Berbaring di tempat tidur dalam keadaan saling memeluk, dua orang itu baru bisa tidur nyenyak setelahnya. Seakan tidak terpisahkan satu sama lain.
Sekitar satu jam kemudian, Wang Yibo lebih dulu bangun. Dia membuka laptop dan mengerjakan pekerjaan. Sebenarnya tidak semerepotkan ketika dia berada di kantor yang mengharuskan mengikuti rapat atau pertemuan dengan pemimpin perusahaan lain, tetapi karena dia sudah menundanya sejak semalam, pekerjaan menjadi tumpukan besar.
Sementara itu, Xiao Zhan masih berbaring dengan tenang di atas tempat tidur. Melihat sosoknya saja sudah cukup untuk menenangkan hati Wang Yibo. Laki-laki itu bahkan tersenyum sendiri seperti remaja puber. Perasaan menyenangkan yang jarang terjadi mungkin akan menjadi kebiasaan jika bersama Xiao Zhan.
Di saat seperti itu, informasi baru muncul di ponselnya. Mengatakan bahwa pendonor hati yang dicari telah ditemukan. Jelas Wang Yibo merasa senang, jika begitu dia akan bisa sesegera mungkin lepas tanggung jawab dari Xi Luhan. Dia bengkit berdiri dan bersiap-siap untuk pergi, meninggalkan pekerjaan yang menumpuk.
Sebelum meninggalkan tempat itu, Wang Yibo lebih dulu menghampiri Xiao Zhan. Tangannya bergerak lembut mengelus anak rambut laki-laki itu, menyentuh pipinya, dan melayangkan kecupan ringan. Membuat Xiao Zhan merasakan terganggung. Membuka kelopak mata dengan lambat, berkedip beberapa kali menyesuaikan penglihatan.
“Yibo, ada apa?” tanyanya melihat wajah Wang Yibo dalam jarak dekat.
“Aku harus pergi, Zhan.”
Di detik berikut kecupan lain menyusul, mendarat di pipi dan kelopak mata Xiao Zhan. Ada perasaan enggan di hatinya, dia masih ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Xiao Zhan, tetapi di sisi lain tanggung jawab lainnya perlu diselesaikan. Sebelum Xiao Zhan sempat melayangkan pertanyaan, Wang Yibo lebih dulu menjelaskan.
“Pendonor hati sudah ditemukan, tapi masih memerlukan beberapa formalitas lain. Aku harus mengurusnya.”
Xiao Zhan mengangguk paham. Dia tidak akan mencegah Wang Yibo, meskipun perasaannya tidak jauh berbeda dengan pihak lain, merasa enggan. Bagaimanapun, dia harus menghargai keputusan Wang Yibo.
Memikirkan keadaan Xiao Zhan yang ditinggalkan sendirian, Wang Yibo tidak merasa tenang. Lakilaki itu akan merasa bosan dan lebih parah lagi merasa kesepian, sehingfga ia memutuskan sesuatu dalam benaknya. Sebelum benar-benar pergi, Wang Yibo berkata, “Kamu bisa jalan-jalan di sekitar jika bosan, tapi jangan terlalu jauh, jangan sampai tersesat apalagi membahayakan diri.”
“Mn. Aku akan memberitahumu jika pergi,” jawab Xiao Zhan tenang.
Setelah Wang Yibo pergi, Xiao Zhan hanya bisa berdiam diri di kamar. Tidak ada hal yang ingin dilakukan untuk saat ini, tetapi dia juga mempertimbangkan untuk berjalan-jalan. Kota ini merupakan tempat tinggalnya ketika kecil hingga sekolah menengah atas. Dia cukup akrab dengan situasi dan beberapa tempat, terlebih daerah gedung apartemen ini. Tidak jauh dari sini ada sekolah menengah pertama tempatnya belajar dulu.
BAGIAN 94 Running Out of Time
Pada akhirnya, Xiao Zhan memutuskan untuk pergi keluar. Dia mengunjungi beberapa tempat yang dulu dikenali, menjelajah satu per satu sembari mengingat kenangan kecil bersama temantemannya. Tidak banyak hal manis yang dapat diingat karena dia tidak begitu sering bersenangsenang seusai jam pelajaran berakhir.
Meski begitu, ia masih sangat menikmati kesempatan bersenang-senang saat ini. Mencari toko makanan ringan untuk dicicipi, mengunjungi toko buku, berjalan-jalan di daerah yang cukup ramai. Kegiatan itu cukup untuk mengurangi bebannya dan membuatnya rileks dengan cepat. Hal terbaik adalah melupakan penyebab suasana hatinya yang buruk.
Ada salah satu toko buku yang biasa didatanginya, letaknya beberapa kilometer dari apartemen. Xiao Zhan ingin mengunjungi tempat itu, tetapi tidak memiliki tujuan pasti. Dia tidak sedang ingin membeli buku atau peralatan menulis lain, dia juga tidak ingin melukis. Meski begitu langkah kakinya terus mengarah ke toko buku tersebut. Ketika tiba di depan toko buku, ia menatap linglung pada pintu kayu yang tidak berubah sama sekali selain terdapat tambahan bunga-bunga di sisinya.
Seorang wanita mendatangi toko buku, melihat sosok Xiao Zhan yang bergeming, ia menepuk pundaknya. Ketika mereka saling menatap satu sama lain, nuansa nostalgia muncul di wajah masing-masing.
“Xiao ... Zhan? Ini benar-benar Zhan Zhan?”
Wanita itu, Bibi Meili, pemilik toko buku yang juga teman dari Xie Chu. Di masa lalu Xiao Zhan sering mengunjungi toko buku ini karena ibunya yang membawa dia. Ketika sang ibu pergi, Xiao Zhan tidak pernah datang lagi sehingga suatu hari Bibi Meili mendatangi sekolahnya karena merasa khawatir. Bibi Meili membawanya ke toko buku ini dan mereka memiliki pembicaraan santai. Tidak sekali pun Bibi Meili mengungkit permasalahan tentang ibunya karena dia tahu masalah itu tidak membuat Xiao Zhan merasa nyaman.
Mendengar sapaan Bibi Meili, Xiao Zhan mengangguk ringan. “Bibi Meili, ini aku, Zhan Zhan.”
“Ah, kamu sudah sangat besar. Ayo, ayo, masuk. Kita harus berbicara santai dan mengingat masa lalu.”
Bibi Meili membuka pintu toko, mempersilakan Xiao zhanmasuk. Dia mengatakan beberapa kata kepada penjaga toko buku sebelum beranjak menuju meja baca yang tersedia. Tidak lama kemudian penjaga toko buku datang dengan teh hangat. Sikapnya sangat ramah sama seperti pemilik tok, itu membuat Xiao Zhan merasa bersalah karena ragu-ragu untuk berkunjung.
Pembicaraan mereka tidak jauh dari keseharian masing-masing dan sedikit membahas mengenai masa lalu. Bibi Meili tidak berubah sama sekali, sikapnya yang tulus membuat Xiao Zhan merasa nyaman setiap kali mereka berbincang-bincang apalagi tawanya yang menular.
“Yuchen sudah lama menikah, bagaimana dengan kamu? Apa kamu sudah punya kekasih?”
Xiao Zhan menatap terkejut pada wanita di depannya ketika medengar pertanyaan itu, tetapi di detik berikut wajahnya sedikit dihiasi merah muda. Khas remaja yang baru merasakan jatuh cinta. Ia juga menundukkan kepala berusaha menghindari tatapan pihak lain.
Sayangnya Bibi Meili dapat dengan mudah menebak dari reaksinya. Ah, Xiao Zhan yang kecil masih sama, mereka tidak pandai menyembunyikan perasaan si depan orang-orang yang dianggap baik. Bibi Meili tersenyum kecil ketika dia berkata, “Kamu sudah punya, ah. Kapan kalian berencana menikah? Jangan lupakan bibi, oke.”
“Bibi Meili, kami belum memikirkan masalah itu untuk saat ini.”
Bagaimana mereka bisa memikirkan masalah seperti pernikahan? Itu agak mustahil di negara ini, meskipun jauh di lubuk hati Xiao Zhan dia mengharapkan hal itu terjadi. Namun, menikah bukan tentang keegoisan satu pihak, itu harus berdasarkan keinginan dua belah pihak. Jika Xiao Zhan sudah siap untuk melakukan pernikahan di luar negeri dan kembali ke sini atau menetap di negara asing, Wang Yibo belum tentu memikirkan hal yang sama. Belum lagi masalah yang mereka hadapi saat ini, lebih baik tidak membahas apa pun mengenai pernikahan.
Tanpa sadar ia menghela napas panjang dan pancaran manik matanya mengalami perubahan. Hal itu disadari oleh Bibi Meili, sebagai orang tua ia memiliki insting tajam mengenai masalah-masalah hubungan antara dua orang. Dia berusaha menyuntikkan penghiburan kepada Xiao Zhan dengan berkata, “Tidak masalah menikah di usia tiga puluhan juga, jangan terlalu terburu-buru. Lebih baik saling mengenali satu sama lain dan meyakinkan diri. Pernikahan bukan sesuatu yang mudah dijalani.”
Xiao Zhan menganggukkan kepala setuju. Pembicaraan mereka berjalan hingga satu jam kemudian Xiao Zhan memutuskan untuk pergi. Bibi Meili tidak menahannya sama sekali, tetapi ia memberi beberapa buku bacaan untuk dibawa kembali.
Xiao Zhan melenggangkan kaki di jalanan padat, area itu bukan jalan raya yang dipadati kendaraan, tetapi area pertokoan di mana ada banyak jenis toko di kiri-kanan jalan. Berbagai makanan jalanan berjajar dengan rapi, orang-orang berkerumun untuk mendapatkannya. Banyak juga pejalan kaki yang sekadar bersenang-senang bersama kekasihnya.
Manik mata Xiao Zhan terpaku pada toko kue dengan beragam rasa, satu-satunya yang jelas terlihat adalah kue tiramisu. Dia ingin pergi ke sana dan membeli beberapa. Melihat-lihat aneka makanan manis yang disukai, manik matanya tampak berkilauan. Ia terlihat sepeeti anak anjing yang tengah mengibaskan ekor ke kiri-kanan dengan bersemangat.
“Ini benar-benar kamu, Xiao Zhan. Kita bertemu lagi.”
Sapaan itu mengejutkan Xiao Zhan, refleks saja ia menolehkan kepala melihat langsung pada pemilik suara. Ekspresi di wajahnya tampak terkejut sesaat sebelum kembali normal dan berusaha mengabaikan orang itu. namun, Oh Sehun sama sekali tidak meninggalakannya. Dengan santai menyaksikan Xiao Zhan memilik kue tiramisu.
Malihat hal itu membuat Oh Sehun mengingat kenangan lama yang menyebalakn baginya. Ia tersenyum miring ketika mengatakan, “Aku mengenal seseorang yang tidak menyukai kue tiramisu, tapi dia selalu memakannya di depanku.”
Perkataan Oh Sehun didengar dengan baik oleh Xiao Zhan, tetapi dia mengabaikannya. Toh, hubungannya dengan Oh Sehun tidak sebaik pertemanan biasa atau hanya saling mengenal. Belum lagi Xiao Zhan tidak bekerja di perusahaan mana pun, sehingga tidak ada alasan baginya untuk menganggap seroius laki-laki itu. namun, Oh Sehun tidak peduli pada sikapnya, dia kembali mengoceh.
“Kamu ingin tahu mengapa dia tetap memakan kue tiramisu yang tidak disukai?” Oh Sehun bertanya sembari mengikuti langkah Xiao Zhan yang melihat-lihat kue lainnya. “Itu karena dia menyukaiku. Dulu aku tidak menyukainya, aku hanya memanfaatkan dia.”
Mendengar itu, langkah Xiao Zhan menjadi kaku. Dia berhenti dan berbalik menatap dengan perasaan benci pada sosok Oh Sehun. Tidak peduli seberapa besar ketidakinginan Xiao Zhan berurusan dengan laki-laki itu, betapa ingin dia mengabaikannya, tetap saja perasaan tidak senang muncul kekita mendengar sesuatu yang tidak mwnyenangkan. Namun, Xiao Zhan juga tidak tahu haru berbuat apa atau bagaimana seharusnya berkata-kata sehingga ia tetap diam.
Oh Sehun merasa jika sikap itu agak lucu, ia menertawakannya di dalam hati. Mencondongkan tubuh ke arah Xiao Zhan, ia memegang kuat pundaknya menjegah laki-laki itu menjauh, lalu berbisik di sisi telinga, “Orang itu adalah orang yang dekat dengan kekasihmu.”
Manik mata Xiao Zhan melebar mendengar pernyataan tersebut, seseorang yang dekat dengan Wang Yibo selain dia adalah ...
“Mantan kekasih Wang Yibo.” Oh Sehun menampilkan senyum miring ketika menyadari kecanggungan Xiao Zhan.
Di detik berikut, tubuh Oh Sehun didorong ke belakang. Xiao Zhan mengambil langkah mundur untuk menghindarinya dan berkata dengan tegas, “Itu bukan urusanku.”
Xiao Zhan berbalik untuk melanjutkan kegiatannya yang tertunda oleh kemunculan Oh Sehun, tetapi pergelangan tangan ditarik oleh pihak lain. Dia dibawa keluar dari toko dengan paksa. Beberapa kali berusaha melepaskan diri dari cengkeraman kuat di lengannya.
“Tuan Oh, lepaskan tanganku atau aku akan berteriak dan meminta tolong!”
Ancaman seperti itu tidak ada artinya bagi Oh Sehun, lagi pula orang-orang di sekitar sudah mengenali dirinya. Dia tinggal beberapa blok dari situ dan sudah menetap lebih dari tiga bulan sehingga orang-orang setempat telah mengakui keberadaannya. Xiao Zhan tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti langkah Oh Sehun sampai mereka berhenti di salah satu restoran kecil.
Memaksa Xiao Zhan duduk, dia berkata akan membayar biaya makan mereka, memesan kue tiramisu dalam porsi besar untuk dua orang. “Kue tiramisu di sini lebih enak daripada di toko tadi.”
Xiao Zhan benar-benar kesal, kedua alisnya mengerut dalam, menatap penuh ketidaksabaran pada laki-laki di depan. Bahkan kue tiramisu yang sangat disukai sama sekali tidak mendapatkan tempat di hatinya. Jika bisa dia ingin mematahkan tulang punggung Oh Sehun sebelum pergi dan melaporkan tindakan buruk pada keamanan.
Berbeda dengan Oh Sehun yang tetap tenang, tidak peduli bagaimana dia mendapatkan tatapan jengkel dari Xiao Zhan. Baginya laki-laki itu hanya anjing kecil yang mudah diluluhkan dengan beberapa makanan meski di awal menunjukkan perlawanan. Xiao Zhan mungkin tidak mudah menunjukkan emosinya di depan orang asing, tetapi untuk hal-hal yang berkaitan dengan orangorang terdekat, dia sangat mudah tersentuh. Entah itu akan berujung pada kemarahan atau belas kasih.
“Tuan Oh, apa yang Anda inginkan dengan membawa saya ke tempat ini? Aku rasa kita tidak punya sesuatu yang harus dibicarakan.”
Di hadapannya, Oh Sehun sesekali memakan kue tiramisu. Ekspresi di wajah laki-laki itu terlihat sangat menikmati makanannya juga menunjukkan keengganan di manik matanya. Perasaan kontradiksi ketika melakukan sesuatu tampaknya sangat menyenangkan bagi Oh Sehun dan seseorang yang disukainya. Benar-benar ironis.
Meletakkan garpunya, Oh Sehun menyeka sudut mulut sebelum menatap penuh arti kepada Xiao Zhan. Ekspresi wajahnya berubah lesu, ada jejak kelelahan dan perasaan sedih. Lebih dari itu, penyesalan memainkan peranan besar. Hampir seluruh gestur tubuh dengan bahu turun menunjukkan keputusasaan.
“Kita memang tidak memiliki pembicaraan khusus. Tapi, Zhan, aku hanya sedang membutuhkan teman untuk berbicara. Kamu sudah mendengar sebagian dari ceritaku, mengapa tidak mendengar bagian lain.”
.....
Tidak. Xiao Zhan tidak ingin mendengarnya, tidak ingin mengetahui masa lalu Wang Yibo selain dari orangnya sendiri. Namun, tubuhnya seperti dipaku pada kursi, dia merasa berat untuk pergi dan kesulitan menghentikan Oh Sehun dari menceritakan kisah cintanya yang membosankan.
Laki-laki berkata bahwa di masa kuliahnya, hari pertama ketika dia memasuki universitas yang sama dengan Wang Yibo, banyak orang menjauhinya karena dia bukan bagian dari mereka. Dia juga bukan seseorang yang berasal dari keluarga kelas atas, pakaiannya biasa dengan gaya yang sangat-sangat sederhana. Ketika pihak sekolah menugaskan Wang Yibo untuk menemaninya berkeliling, semua pusat perhatian dan kekaguman orang-orang ditujukan pada orang itu. Tidak satupun mau memberikan wajah baik padanya, itu adalah awal rasa irinya kepada Wang Yibo yang perlahan menjadi kebencian.
“Kamu tahu siapa yang membuat kami pada akhirnya berteman? Mantan kekasih Wang Yibo. Dia sangat baik dan bijak, banyak orang menyukainya. Termasuk aku.”
Ketika menceritakan betapa baik sosok itu, manik mata Oh Sehun berfluktuasi dengan cepat. Dari muram menjadi sedikit bersemangat dan menunjukkan jejak ketulusan sebelum memperlihatkan penyesalan. Kemudian dia melanjutkan ceritanya dan berkata, “Wang Yibo sangat populer pada saat itu, dia juga cerdas. Itu membuatku semakin membencinya dari waktu ke waktu. Fakta bahwa Wang Yibo menyukai seseorang membuatku ingin merebut orang itu, sayangnya aku salah langkah.”
Di akhir kalimat ia tertawa miris, terdengar seperti tawa yang menyenangkan, tetapi tidak sampai ke matanya. Hal itu justru terdengar menyedihkan daripada cerita mengenai kemalangan hidupnya.
Xiao Zhan sama sekali tidak menyimpan perasaan simpati ataupun bersedih padanya, dia membenci orang-orang seperti Oh Sehun yang mencari pembenaran terhadap perilaku buruknya. Sama seperti kakak laki-lakinya di masa lalu, yang berlindung di balik kata ‘stres, frustrasi, atau tertekan’.
“Kesalahan terbesar dalam hidupku adalah aku salah menargetkan orang. Pada akhirnya yang menjadi korban kesalahan itu bukan Wang Yibo ataupun dia, tapi aku .... Dia sangat baik padaku, dia menunjukkan ketulusannya, dan itu menyentuh hatiku. Setelah aku melakukan kesalahan paling buruk, aku menyadarinya. Aku menyukai dia lebih dari apa pun, bahkan lebih besar dari kebencianku pada Wang Yibo.”
Pada saat itu, Oh Sehun melakukan kesalahan paling besar di dalam hidupnya. Dia menghancurkan Xi Luhan, dia merusak kepercayaan laki-laki itu membuatnya mengalami masa-masa paling kelam dalam hidupnya. Sama seperti apa yang dilakukan Xiao Yuchen kepada Xiao Zhan, bedanya Oh Sehun menghilang setelah melakukan hal itu. dia meninggalkan Xi Luhan di titik paling rendah dalam kehidupannya.
Setelah bertahun-tahun melarikan diri, Oh Sehun muncul dengan harapan-harapan penuh kebusukan. Dia ingin kembali bersama Xi Luhan, ingin menangkap laki-laki itu lagi, mengharapkan pengampunan yang berakhir pada hubungan baik di antara mereka. Dia terlalu egois, tetapi itulah dasar dari perasaan suka.
Sampai akhir cerita, Xi Luhan tidak mengatakan apa-apa tentang identitas laki-laki itu, Xiao Zhan juga tidak mempertanyakannya. Di akhir cerita, manik mata laki-laki itu digenangi air. Dia mendongakkan kepala untuk mencegah dirinya menangis. Tekesan sangat cengeng, tetapi itu adalah air mata pertamanya sejak ia memahami keburukan tidak memiliki uang.
Xiao Zhan manarik sapu tangan dan menyerahkan kepada laki-laki cengeng di depannya. Mengkritik di dalam hati bahwa banyak orang melihat ke arah mereka dan menyangka dia telah menggertak laki-laki itu dengan sangat buruk sampai menangis.
Menghela napas panjang, Xiao Zhan berkata, “Wang Yibo sudah putus dengannya dan kamu sudah bersama, jika kamu benar-benar menyukai dia lebih baik tunjukkan dengan tindakan dan jangan menyeretku ke dalam masalah kalian.”
“Aku tahu,” jawab Oh Sehun sembari mengusap air matanya. Dia tahu mengenai hubungan antara
Xiao Zhan dan Wang Yibo, itulah mengapa dia menyebut Xi Luhan dengan kata ‘mantan kekasih Wang Yibo’ alih-alih namanya. Oh Sehun merasa sangat tertekan oleh perasaan bersalah setiap kali dia menyebut nama Xi Luhan secara langsung.
Namun, tujuan Oh Sehun menceritakan masa lalunya kepada Xiao Zhan bukan untuk mendapatkan penghiburan, tetapi ada alasan lain. Dia menatap penuh arti pada laki-laki yang menampilkan tampang biasa saja padahal hatinya mulai mengikuti alur kesedihan cerita. Setelah memutuskan beberapa hal di dalam benaknya, Oh Sehun mendesah lelah, menundukkan kepala dengan lesu. Menampilkan sisi paling menyedihkan dari dirinya untuk mendapat simpati pihak lain. Trik yang sama ketika dia mendekati Xi Luhan.
“Kamu tahu bahwa kekasihmu masih sangat peduli pada mantannya, itu menyulitkanku untuk memperbaiki kesalahan dan melakukan pengejaran. Wang Yibo selalu kejam untuk sesuatu yang berada dalam genggamannya.”
Beberapa poin diberi penekanan kuat seperti kata ‘kekasihmu’ lalu kata ‘mantannya’ dan pada kalimat terakhir. Tujuannya untuk membelokkan pemikiran lurus Xiao Zhan bahwa Wang Yibo sangat jujur dan dia mempercayai laki-laki itu. hal itu memiliki kemungkinan untuk menanam bibit protektif dalam diri Xiao Zhan yang akan membantu langkahnya.
Padahal, Wang Yibo bahkan tidak tahu siapa yang telah melakukan hal-hal buruk kepada Xi Luhan karena laki-laki itu selalu menutup-nutupi perilaku bejat Oh Sehun. Ya, mungkin itu karena jauh di lubuk hati Xi Luhan, dia masih mengharapkan Oh Sehun kembali dan membersihkan kesalahpahaman di antara mereka.
Namun, melibatkan Xiao Zhan yang tidak tahu apa-apa ke dalam masalahnya, Oh Sehun benarbenar bajingan besar.
Tidak lama setelah pembicaraan itu, mereka berpisah. Xiao Zhan pergi lebih dulu, dia benar-benar tidak menyentuh kue tiramisu tadi, tetapi masih menginginkannya. Berjalan kembali ke toko kue sebelumnya, dia berencana membeli di sana dan membawa pulang. Di tengah, ponsel dalam saku celananya bergetar. Sebuah pesan masuk diterima dari Wang Yibo.
[Aku baru kembali dan tidak ada siapa-siapa di apartemen. Kamu di mana?]
Xiao Zhan menepuk keningnya ringan. Dia lupa memberitahu Wang Yibo sebelum pergi siang tadi.
Sekarang sudah beranjak sore, bahkan sinar matahari sore perlahan kehilangan kemerahannya. Segera saja ia membalas pesan tersebut dengan jujur.
[Aku di toko kue dekat apartemen, membeli kue tiramisu. Yibo, apa kamu mau?]
[Tunggu di sana, aku akan datang dalam beberapa menit.]
Xiao Zhan mengerutkan kening sebelum menyetujui proposal Wang Yibo dan bergegas membeli beberapa kue. Setelah itu berdiri diam di depan toko. Hanya beberapa menit sampai sosok familier menjulang tinggi di depannya. Wang Yibo mengusap kepalanya ringan ketika memberi teguran.
“Seingatku aku sudah mengatakannya, beritahu aku jika kamu ingin keluar.”
Senyuman menyesal terbit di sudut bibir Xiao Zhan, dia menatap lamat-lamat pada sosok Wang Yibo ketika meminta maaf. Benar-benar tidak berniat untuk bertindak nakal dengan pergi tanpa mengatakan apa-apa.
Wang Yibo tidak memperpanjang masalah. Melihat Xiao Zhan yang hanya mengenakan kaos putih tangan panjang dan tidak menggunakan jaket, tangannya terasa gatal untuk menyentil kening lakilaki itu. Mulutnya bergerak seirama omelan, “Mengapa kamu hanya menggunakan kaos, hum? Meskipun musim awal musim panas, angin sore tidak baik bagi kesehatan.”
Meski demikian, ia tetap melepaskan mantelnya dan memakaikan kepada Xiao Zhan. Tindakan yang benar-benar intim melelehkan hati siapa pun yang menjadi kekasihnya. Xiao Zhan bahkan tersenyum dengan sangat manis dan dengan patuh berjalan di samping Wang Yibo.
“Tadinya aku hanya ingin jalan-jalan dan membeli beberapa makanan, tapi aku bertemu Bibi Meili, dia pemilik toko buku yang sering aku datangi ketika masih sekolah. Kami berbincang-bincang sampai lupa waktu. Maaf, lain kali aku akan membawa jaket jika pergi dan tidak lupa memberitahu kamu.”
Sekali lagi, Wang Yibo mengusap pucuk kepala Xiao Zhan dengan lembut. Tidak tahan untuk terus mendumen karena tindakan ceroboh itu.
Karena lokasi antara gedung apartemen dan toko kue tidak terlalu jauh, Wang Yibo tidak membawa mobilnya sehingga mereka memiliki lebih banyak waktu berbincang-bincang sembari berjalan berdampingan. Jarang-jarang mereka melakukan hal semacam ini.
Xiao Zhan bertindak seperti biasa, tidak terlihat bahwa batinnya tengah berperang mengenai ucapan Oh Sehun barusan. Tidak bisa disangkal bahwa laki-laki itu berhasil mengusik ketenangannya. Ada beragam keinginan di dalam hati Xiao Zhan pada saat ini. Dia ingin mempertanyakan mengenai kepedulian Wang Yibo kepada mantan kekasihnya, juga ingin mengatakan bahwa dia merasa tidak nyaman akan kepedulian berlebihan itu.
Siapa juga yang bisa tetap tenang ketika kekasihnya sangat peduli dan dekat dengan mantannya? Rasanya tidak ada orang seperti itu, kecuali dia keturunan malaikat. Dan Xiao Zhan bukan bagian dari orang-orang seperti itu. Keegoisan dalam diri bahkan semakin membengkak dari waktu ke waktu seiring besarnya rasa suka pada Wang Yibo. keinginan untuk terus bersama orang itu dan memilikinya untuk diri sendiri.
Untung malam segera tiba, perubahan warna langit sangat cepat sehingga ekspresi tidak wajar di wajahnya dapat ditutupi dalam keremangan.
Di sudut jalan yang kosong, Wang Yibo menarik Xiao Zhan ke dalam celah dua bagunan toko, menekannya ke tembok sebelum melabuhkan ciuman. Berbisik di sisi telinga Xiao Zhan dengan suara lembut, “Aku masih sangat merindukanmu.”
Kalimat itu, tindakannya, dan manik mata kecokelatan yang berkilau di dalam keremangan membuat degup jantung Xiao Zhan bertambah cepat. Tekanan mengani permasalahan Oh Sehun bahkan dilupakan dalam sekejap mata. Xiao Zhan tidak ingin kalah dalam mengungkapkan perasaannya, dia menarik leher pihak lain dan melakukan hal yang sama, mendaratkan ciuman yang lebih menuntut.
Dua orang yang sedang dimabuk cinta benar-benar kehilangan akhlaknya dalam sepersekian detik. Ketika ciuman semakin dalam, dengan berat hati dan sedikit kesadaran tersisa, Wang Yibo membawa Xiao Zhan kembali ke apartemen. Dalam ruangan tertutup kegiatan mereka tidak dibatasi oleh apa pun, tidak ada ketakutan tiba-tiba dipergoki pejalan kaki lainnya.
Mereka melakukan apa yang diinginkan, mengisi kekosongan satu sama lain, dan menunjukkan perasaan satu sama lain tanpa memedulikan hal-hal lain seakan di dunia ini, pada saat ini, hanya mereka berdua yang hidup sementara manusia lain telah kehabisan waktunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Season ✓
Fiksi PenggemarUntuk sebagian besar hidupnya, Xiao Zhan merasakan ketidakberuntungan yang teramat besar. Setiap luka baru akan muncul di sisa-sisa malamnya. Luka yang membuatnya mengerang sakit akibat rasa ngilu yang menyentuh hatinya. Dia selalu menggigil di set...