Untuk sebagian besar hidupnya, Xiao Zhan merasakan ketidakberuntungan yang teramat besar.
Setiap luka baru akan muncul di sisa-sisa malamnya. Luka yang membuatnya mengerang sakit akibat rasa ngilu yang menyentuh hatinya. Dia selalu menggigil di set...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LOSE ALL CONTROL
Ketika merasa yakin jika Xiao Zhan sudah bisa bernapas dengan normal, Wang Yibo menjauhkan kepalanya dan melepas ciuman mereka. Namun, tangan kecil yang dingin menarik tengkuknya, membuat bibir mereka kembali menyatu. Daging kenyal yang lembut memberikan usapan pada permukaan bibir Wang Yibo, kemudian kecupan halus mendarat. Tak berapa lama ciuman itu berubah semakin agresif dan banyak menuntut, mamaksa mulut Wang Yibo terbuka. Lidah yang hangat menyusuri ruang dan mengabsen satu per satu gigi Wang Yibo. Semakin dalam dan semakin liar, mengundang hawa panas menjalar dari bawah sampai mengaburkan rasionalitas. Membiarkan laki-laki yang lebih kecil menikmati permainan yang dibuatnya dan memanjakan mulut Wang Yibo.
Semakin lama gairah Wang Yibo kian membara dan menginginkan sesuatu yang lebih luar biasa lagi, dia melepaskan tautan bibir mereka dengan paksa. Menatap Xiao Zhan yang terengah-engah dengan wajah memerah sempurna. Lagi-lagi cahaya lampu yang menyiram wajah itu membuat Wang Yibo menggila dan ingin merusak keindahan di hadapannya. Namun, rasionalitas kembali bekerja dan melayangkan beberapa pertanyaan di benaknya.
Melangkah mundur beberapa pijakan, mengulurkan tangan untuk membantu Xiao Zhan berdiri dengan tegak di hadapannya. Wang Yibo pun bertanya dengan lembut, “Apa yang terjadi?”
Laki-laki di hadapannya tak memberikan tanggapan, tapi wajahnya semakin ke bawah. Menunduk seolah sedang mendapatkan interogasi karena kasus kriminal. Ujung sweternya diremat dengan kuat dan sedikit di tarik ke depan, menyembunyika sesuatu yang tampak bersemangat. Wang Yibo tersenyum miring untuk sesaat. Menarik dagu laki-laki di hadapannya dan mengangkat untuk menyapa manik matanya. Sekali lagi dia bertanya, “Katakan, apa yang terjadi? Mengapa kamu tampak kacau?”
Xiao Zhan bergeming dalam beberapa detik, menatap pada manik hitam di depan. Entah mengapa timbul rasa percaya yang tinggi ketika dia hanyut bersama tatapan yang memaku netranya. Mulut yang terasa kaku pun bergerak dengan perlahan. “Aku ... bertemu dengan kakak laki-lakiku,” lirihnya pelan dan lembut.
Kening Wang Yibo kembali berkerut dan beberapa hal menghinggapi pikirannya. Bertanya-tanya tentang sangkut paut kesedihan Xiao Zhan dan pertemuan dengan saudara laki-laki itu. “Kamu takut padanya?” Wang Yibo sedikit tidak percaya dengan pertanyaan konyolnya, tapi hanya itu saja yang terbesit di otak.
Gelengan lemah di kepala Xiao Zhan berhasil menggetarkan tangan Wang Yibo yang memegang dagunya. “Tidak, hanya saja ....”
Kalimat itu tidak memiliki sambungan hingga beberapa menit kemudian dan berhasil membuat kesabaran Wang Yibo kian terkikis. Ketika amarahnya akan keluar dan meledak-ledak karena telah menunggu jawaban dalam kesia-siaan. Manik mata Xiao Zhan bergerak gelisah, genangan air kembali terisi di sudut matanya, bibir merah itu pun bergetar di ujung. Bulu mata panjang dan lebat yang bergulir seperti kepakan sayap. Ekspresi wajah yang menunjukkan ketidakberdayaan itu mendesak sisi lain dalam tubuh Wang Yibo, memberikan tekanan besar yang mempengaruhi vitalitasnya sebagai seorang laki-laki.