2. Awal baru

38.6K 5.2K 318
                                    

Maudy membetulkan kerudungnya dengan bantuan kamera hape.

Dia sudah mengganti pakaian rumah sakit dengan sweater ungu muda dan juga rok plisket hitam.

"MasyaAllah cantik banget sih!"

Maudy sendari tadi terus saja memuji dirinya cantik, membuat bi Arum yang berada di dekatnya terkekeh geli mendengarnya.

"Non Maudy mah emang cantik dari dulu." Maudy menoleh lalu mengangguk membenarkan ucapan bi Arum.

"Kayaknya aku baru sadar deh," ujar Maudy dibarengi kekehan geli.

Bukan baru sadar, tapi karena ini bukan tubuhnya.

Tubuh dengan perkiraan tinggi kira-kira 165an, ramping, kulit bersih terawat, halus pula, sangat jauh berbeda dengan dirinya dahulu, mungkin karena dia dahulu di pondok yang mandi sekali sehari saja sudah Alhamdulillah karena antrian yang panjang, dan masalah tubuhnya dulu dia juga tinggi hampir sama dengan tubuh yang Maudy tempati kali ini namun dia tidak seramping ini, dia dahulu tak pernah memikirkan berat badannya yang penting kenyang.

"Udah selesai. Ayok bi!" ajak Maudy. Bi Arum mengangguk, dengan menjinjing satu tas perlengkapan dia jalan berdampingan dengan Maudy.

Ternyata Maudy tidak sadarkan diri hampir 8 jam, dan selama sehari ini tidak aadaorang rumah ang mengunjunginya kecuali bi Arum dan pak Malik--supir keluarga.
Sahabat-sahabatnya pun tak berkunjung, mereka hanya bisa menghubungi via telepon karena urusan penting.

Tak masalah, Maudy juga tak berharap ada keluarga yang mengunjungi, dia terlalu malas untuk melihat orang-orang saat ini.

...

Maudy sampai di rumah setelah melakukan perjalanan hampir setengah jam lamanya.

Maudy turun dari mobil lalu memandang rumah di depannya kagum. "Ya Allah bagus banget rumahnya," ujarnya sambil geleng-geleng.

Bi Arum dan pak Malik saling pandang lalu terkekeh bersama. "Baru nyadar non, ini juga rumah non," celetuk bi Arum dianggukin pak Malik.

Maudy reflek mengangguk. "Apik banget, enak dideleng," ujarnya tanpa sadar, membuat bi Arum maupun pak Malik yang sama-sama dari Jawa Tengah terkejut mengetahui nonanya lancar bahasa Jawa ngapak.

*bagus banget, enak dilihat

"No-non bisa ngomong Jawa?" tanya bi Arum membuat Maudy tersentak.

Maudy menggaruk kepalanya yang tertutup jilbab canggung. "Hehe dikit bi, pernah nyoba-nyoba belajar," jawabnya.

Bi Arum dan pak Malik sama-sama mengangguk paham. "Owalah, bagus itu, non sama saja menghargai budaya lain," celetuk pak Malik.

Maudy hanya menanggapi dengan cengiran. "Gimana gak bisa bahasa Jawa wong aku lahir sampe gede juga di Jawa gara-gara ayah aja yang orang Jakarta jadi aku manggil mereka ala-ala orang kota, ayah bunda haha," batin Maudy.

"Ya udah yuk non masuk!" Bi Arum mengajak masuk, Maudy di sampingnya mengangguk lalu tersenyum ke arah pak Malik.

"Riyinan Pak," pamitnya pada pak Malik yang dibalas senyuman.

*duluan

"Duh duh, wis ayu, kudungan, sopan maning. Cocok iki kambi Rijal bujangku," guman pak Malik sambil geleng-geleng bangga.

*duh duh udah cantik, hijaban, sopan lagi. Cocok ini sama Rizal anak cowoku.

...

"Assalamu'alaikum." Bi Arum dengan Maudy sama-sama mengucapkan salam, membuat 5 orang yang sedang berkumpul di ruang tamu menoleh bersamaan.

Mendadak Jadi UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang