Zidan manggut-manggut. "Oke, gue paham tapi satu pernyataan dari gue ..."
"Maudy!" Amel datang bersama kedua sahabatnya.
"... Lexa siapanya Yuda?" Pertanyaan yang sempat tertunda karena sapaan Amel tercetus di bibir Zidan.
Zidan yang mendengar sapaan Amel langsung menoleh dan tanpa sengaja iris matanya langsung bertabrakan dengan iris mata Lexa.
...
Lexa tergagu di pintu masuk ruang inap. Amel dan Wanda yang mendengar pertanyaan tiba-tiba Zidan pun turut terdiam.
"Ngapain pada di depan pintu, sini masuk lu pada." Suara Bagus memecahkan keheningan.
Ketiga sahabat Maudy memasuki ruangan, dengan Lexa yang terus memandang Maudy kosong.
"Xa?" Maudy bertanya canggung.
Lexa menghampiri Maudy, berdiri menjulang di samping Zidan.
"Lo ada ngomong sama Zidan?" Lexa bertanya datar, tanpa ekspresi apapun.
Maudy menghela nafas, cewe berkerudung instant itu mengangguk lemah.
"Lo kan udah janji."
"Dengerin aku dulu, ya?" Tak membalas Maudy membuat penawaran.
Lexa tak menjawab, cewe berhoodie abu itu hanya diam dengan memandang Maudy.
Maudy menghela nafas, membenarkan posisi tubuhnya lalu balik membalas tatapan Lexa.
"Aku gak sengaja. Semuanya terjadi tiba-tiba, refleks karena mimpiku tadi."
"Mimpi?" Lexa bertanya dengan kernyitan kentara di dahinya.
"Iya mimpi, mimpi kalo abang kamu mau ke sini."
"Abang?" Zidan bertanya keheranan, raut wajah bingungnya pun jelas terlihat.
Maudy mengangguk dengan tatapan yang terus mengarah pada Lexa. "Udah ya umpet-umpetannya, kita selesaiin sekarang aja." Menghela nafas, Maudy menyusun kata yang hendak ia ucapkan. Jujur, keadaan saat ini sangatlah menegangkan. "Kata kamu kan, mereka musuhan karena salah paham, iya kan?"
Alexa mengangguk. "Gue ngikut apa baiknya lo aja," ujarnya pasrah setelah paham dengan kondisi saat itu.
"Lo pada nyimpen rahasia apa sih, hah?" Zidan berdecak jengkel.
Maudy merotasikan matanya, memandang Zidan malas karena, hari ini Zidan begitu cerewet.
"Diem dulu, dengerin aku cerita sampe selesai."
"Ya udah buru cerita."
"Iya iya. Aku mulai, ya?" Maudy melirik Lexa, yang dibalas senyuman oleh empunya.
"Lexa itu adeknya Yuda."
"Hah?!" Bersamaan suara terkejut terdengar. Suara itu dari anak-anak Zerox yang kebetulan baru sampai di situ.
"Lo ngomong apa barusan Dy?" Itu Rifan. Dengan mata penuh dendam laki-laki itu berjalan mendekati Maudy. "Coba ulang sekali lagi, ngomong apa lo tadi?"
Rifan mendesak, membuat Maudy mengeluarkan nafas gusahnya.
Kenapa bisa kebetulan gini waktunya, kenapa anak-anak Zerox tidak terlambat datang 5 menit saja.
"Diem dulu kamu Fan, dengerin aku ngomong sampe abis."
"Dia, hah?" Rifan menunjuk Lexa dengan jari telunjuknya. "Dia adeknya bajingan itu, iya?" Ngegas Rifan, masih dengan menunjuk Lexa.
Lexa terpancing emosi, dengan minimnya kesabaran Lexa menendang badan Rifan kuat. "Gak usah nunjuk-nunjuk gue bangsat!" luapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Jadi Ukhti
FantasyWarning!! PART TIBA-TIBA KEACAK SENDIRI, JADI BUAT KETIDAKNYAMANANNYA SAYA MOHON MAAF SEBESAR-BESARNYA. Maudy Putri Salsabila salah satu santriwati di Pesantren Al-Hikmah, Jateng. Cewe berparas ayu dengan bulu mata lentiknya. Cewe dengan almamater...