8. Bolu Kukus pandan

31K 4.8K 207
                                    

Maudy memandang langit pagi ditemani secangkir teh hangat.

Kebiasaan bangun untuk sholat tahajud terbawa sampai sini, walaupun dirinya masih belum selesai haid namun tetap beranjak, dia juga berniat membuat bolu kukus pandan untuk Juan.

Maudy merasa bersalah, apalagi sekarang dia tahu bagaimana kehidupan orang tua Juan. Dan sebagai tanda maaf, dia berniat membuat makanan kesukaann Juan.

Dia tahu dari beberapa memori yang semalam dia dapatkan.

Dan hampir setiap potongan memori-memori datang terpisah.

Pipi kirinya yang ditampar oleh Juan juga sudah membaik, hanya sedikit robekan di dekat bibir yang belum sepenuhnya mengering.

"Maudy bener-bener suram banget hidupnya," guman Maudy pelan lalu menyesap tehnya lagi.

Maudy berlalu dari balkon kamarnya, masuk kamar lalu duduk di dapan laptop yang sudah terhubung ke salah satu keamanan perusahaan.

K'crop

"Padahal sepersen kalo tiap hari pun bisa buat gulung tikar, bisa-bisanya mereka se-gak ngeh ini."

Maudy menoleh ke arah jam

04.15

Masih terlalu pagi.

"Hm, buat bolu sekarang aja lah," ujarnya, lalu beranjak menuju dapur.

...

"Nasi gorengnya kok kayak ada yang beda ya," celetuk Bagus sambil menyuapkan sesendok nasi.

Dimas mengangguk membenarkan. "Iya. Tambah enak menurut papa," timpalnya.

"Hm mungkin bi Arum ganti resep kali, mama suka, jadi pengen nambah," sambung Anggun.

Bi Arum yang mendengarnya tersenyum manis. "Bukan saya yang buat nyah," katanya lalu meletakan bolu kukus buatan Maudy ke atas meja.

"Lah? Terus siapa yang buat? Pak Malik?" tanya Argan.

"Ini bolunya juga enak. Bibi yang buat?" Dimas bertanya setelah menggigit bolunya.

Anggun menoleh ke arah suaminya, lalu mencomot satu bolu dan memakannya. "Iya. Enak banget, pinter bibi," pujiannya.

Bi Arum menggeleng lalu tersenyum. "Yang masak semuanya pagi ini non Maudy," ujarnya. Membuat pergerakan di meja makan terhenti.

Anggun menoleh cepat. "H-hah? Anak itu?" tanyanya tak percaya, bolu yang tadi dia makan setengah pun sudah dia letakan kembali di atas piring.

"Kak Maudy kan gak bisa masak, beli kali bi." Ucapan Melly membuat bi Arum mendesah kesal.

"Iya, gak percaya aku kalo Maudy yang masak!" ujar Anggun menyetujui.

Dimas memandang raut bi Arum, tak ada kebohongan. "Bener bi ini semua yang masak Maudy?" tanyanya menyakinkan.

"Iya Tuan. Tadi setelah sholat subuh pas saya cek dapur, non Maudy baru selesai buat bolunya. Saya juga bantu nguleg bumbu buat nasi goreng," jelas bi Arum.

"Terus sekarang Maudy dimana bi?" Argan bertanya sambil terus memakan bolunya.

"Sudah berangkat tadi, katanya mau piket kelas," jawab Bi Arum.

Argan mengangguk. "Bolunya masih ada bi?"

"Masih den."

"Bungkusin saya ya bi, buat di kampus," pinta Argan lalu meminum susunya.

"Iya den, ya sudah saya permisi dulu," pamitnya.

Dimas dan Argan mengangguk lalu lanjut memakan bolu yang tersisa, sedangkan Anggun dan Bagus menyelesaikan makannya, walaupun enak namun ego mereka lebih besar.

Mendadak Jadi UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang