48. Gak tau

11K 1.9K 112
                                    

Jam setengah empat subuh Maudy terbangun dari tidurnya, memang ya kalo kebiasaan susah ditinggalkan.

Cewe itu beranjak meskipun hawa dingin menusuk sampai ke tulang-tulang terdalam. Setelah melawan dinginnya air wudhu, Maudy menjalankan ibadah sholat tahajjud, dan karena kebetulan kamar yang penuh akhirnya dia sholat di ruang santai mini yang semalam dia dan teman-temannya gunakan untuk nongkrong.

Setelah selesai menyelesaikan sholat Maudy dikejutkan oleh bayangan di luar ruangan, dengan was-was akhirnya dia memberanikan diri untuk mengintip, siapa orang di luar sana.

Ternyata, Bagus.

"Sialan, kirain setan kedinginan lagi ngiyup."

Maudy membuka pintu, melangkah pelan-pelan karena dinginnya lantai rooftop.

"Masih mikirin Maudy?" tanya Maudy kala dirinya sudah duduk di depan Bagus.

Bagus bungkam, membuat Maudy merasa tak dihargai. Jarang-jarang dia mau basa-basi tentang hal yang sudah dia ketahui.

"Minta satu." Karena tak mendapatkan jawaban dari mulut Bagus, akhirnya Maudy meraih bungkus rokok di depan abang jadi-jadiannya itu.

Bagus bergeming, tetap setiap menolehkan pandangan ke arah gunung yang tertutup embun, bahkan tidak bisa dilihat sama sekali namun Bagus asik dengan pemandangan itu.

Maudy menyesap batang nikotin itu, mengeluarkan asapnya dengan mata terpejam. Hangat dari putung rokok menghilangkan dingin di bibirnya.

Bagus yang baru sadar akan asap rokok lain menoleh, melotot tajam lalu merebut putung rokok di tangan Maudy.

"Gila lo ya!" sentaknya kejam.

Maudy menaikan alisnya, "lo kenapa?" tanyanya heran.

Perasaan tadi Bagus diem-diem aja, kenapa malah sekarang dia marah-marah.

"Lo yang kenapa! Dikira keren gitu, cewe ngerokok! Enggak!"

Maudy yang masih menggunakan mukenahnya menggaruk tengkuk canggung. "Sori, lagian lo ngerokok dingin-dingin gini, ya gue kan jadi pengen ikutan."

"Gak usah lagi-lagi ngerokok. Sampe gue liat lo nyentuh nih barang, awas aja, gak bakal mau gue kenal lo lagi."

"Dih kejam."

Bagus mematikan dua rokok sekaligus, memandang kembali tempat yang tadi dia lihat.

"Maudy, dulu pas gue ketemu di bawah alam sadar, dia nitip salam, dia ... sayang banget sama lo."

Bagus tak menoleh namun, cowo itu mendengarkan dengan seksama.

"Dia yang ngelarang gue buat nyakitin lo, saking sayangnya. Dia juga bilang, katanya semua sakit yang lo tumpahin ke dia, udah dimaafin dari jauh-jauh hari."

Bagus tersenyum miris. "Gue jadi abang gak guna banget."

'Emang,' batin Maudy.

"Gua jahat banget sama dia." Bagus terkekeh, menunduk dalam menahan air mata yang hendak keluar. "Dan dia, seenaknya ngasih maaf?" Menggeleng tak menyangka, dia pikir adeknya itu hanyalah parasit yang selalu ingin menang sendiri, ternyata dia adalah sosok cewe rapuh yang sangat sayang padanya.

"Gue bisa nemuin dia dimana?" Bagus mendongak, memandang Maudy yang tengah berfikir.

"Iya juga ya, ke kuburan gue ...? Yakali, gak mungkin kan." Maudy memutar otaknya, hingga, "lo sholat. Do'ain dia, kirim Al-fatihah semoga dia diberi tempat terbaik," saran Maudy akhirnya.

Bagus tersenyum mengangguk, dia tak akan lagi menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Gue balik kamar dulu ya, dingin di sini." Maudy beranjak, melangkah menuju pintu masuk namun sebelum itu.

Mendadak Jadi UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang