15. Kopi

29.8K 4.3K 342
                                    

"Assalamu'alaikum! Calon pemenang giveaway Baim Wong datang dengan secangkir kopi yang masih mengepul!!"

Ceklek

"Wa'alaikumusalam! Pengganggu gendang telinga."

Maudy mendelik.

Bapaknya nih, orang suara Maudy lemah lembut sekali juga ya.

"Yakali Yah. Suaraku kan lembuttt banget, mana mah enak didenger, candu lagi, sekali denger pengen lagi dengerinnya," oceh Maudy.

Dimas geleng-geleng. Anaknya emang pede tingkat sinting.

"Serahmu lah serah, cape Ayah ngurusin kamu."

"Heleh, diurus juga baru ya." Dimas memutar bola matanya malas.

Maudy emang paling gemar nge-skak lawannya.

"Ck, udah deh sini kopinya, kamu balik masak sana." Dimas menarik kopinya pelan dari tangan Maudy.

Maudy mesem-mesem.

Ada maunya pasti nih anak.

"Apaan?" Gayanya seorang Dimas Barganta emang gak jauh-jauh sama gayanya cowo terpeka di Taruna, ya siapa lagi kalo bukan babang Jidan Putra Gemilang.

"Boleh masuk gak?"

"Mau ngapain?"

Maudy mendekatkan wajahnya ke telinga Dimas. "Tentang Bunda."

Dimas memicing, lalu tak lama mengangguk. "Ya udah masuk aja."

Maudy tersenyum lebar. Cewe dengan celemek barbie itu memasuki ruang kerja Dimas dengan menyenggol si punya ruangan.

Dimas geleng-geleng jengkel. Namun jujur, sekali pun bukan anaknya, Dimas gemas dan sungguh dia nyaman dengan adanya Maudy.

Maudy duduk di kursi kebesaran ayahnya, dia berputar girang macam anak kecil yang baru pertama kali duduk di kursi putar.

Dimas duduk di sofa dengan menyesap kopi buatan Maudy.

Nikmat.

Perpaduan robusta dan gula yang Maudy racik sungguh memanjakan lidah.

"Enak ya Yah kopinya, sampe minum setegukan aja merem-meremnya lama banget," sindir Maudy.

Dimas mendengus, baru saja dirinya menikmati ketenangan.

"Kamu itu ya." Dimas meletakan kopi hitamnya di meja kerja. "Resepnya apa? Kok enak gitu?"

Maudy melongo. Kirain mau dimarahin eh malahan, nanya resep dong.

"Rahasia leluhur btw. Kalo mau sih ..." Maudy membenarkan letak duduknya. "Bisa dengan sertifikat rumah dan perusahaan."

"Heh jadi cewe jangan matre!" Dimas melempar paha Maudy dengan pensil yang dia temui di dekat sofa.

Maudy nyengir. "Buat memperbaiki harta tahta lho Yah."

"Harta tahta gundulmu." Maudy misuh-misuh. Bapaknya nih, jahat banget.

"Udah buru, tadi katanya mau ngomong."

Maudy tersadar. Niatnya, dia hendak mengatakan suatu rahasia yang baru dia ketahui tadi siang.

"Ekhem."

"Gayamu kayak orang gede aja, pake dehem-dehem gitu," ledek Dimas.

Maudy berdecak. Padahal, tadi lehernya emang asli rada-rada sakit, sepertinya kurang minum.

Bukan mau gaya-gayaan.

"Serius deh Yah."

"Orang kamu yang gak serius."

Mendadak Jadi UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang