Keira mengikuti langkah kaki Klara yang sekarang menuju ke arah gudang, letaknya di belakang sekolah. Tempat yang jarang sekali didatangi oleh para murid. Keira mendengkus sebal, Klara benar-benar memilih tempat yang buruk.
"Lo sebenarnya mau apa?" Keira bertanya seraya melipat kedua tangannya di depan dada.
"Oke, karena rupanya lo terus ganggu gue––"
"Bentar, deh. Gue ganggu lo?" Keira tertawa sinis, ia tidak paham arah pembicaraan Klara.
"Iya, lo selalu aja bikin gue kesel, pertama lo nyebarin fitnah ibu gue pelakor, sekarang lo mau saingan nilai sama gue?" Klara geram, benar-benar tak bisa ditolerir lagi kelakuan Keira kali ini. Klara ingin kepintarannya di dalam kelas tidak ada yang menyaingi.
"Oh, ya! Lo juga udah rebut Kenan dari gue, wah, lo emang suka merebut hak orang lain, ya," ujar Klara mengejek.
"Hm, terserah lo! Lagian gue nggak mau peduli sama semua perkataan nggak penting lo itu." Keira membalikan badannya, ia ingin segera pergi dari hadapan Klara. Sudah dia duga percakapannya dengan Klara memang bukan hal yang penting.
"Lo mau tau keadaan Papa lo, kan?"
Saat ucapan itu terlontar dari mulut Klara, seketika itu juga tubuh Keira kaku. Alih-alih berjalan menjauhi Klara, Keira malah mengurungkan niatnya untuk pergi.
"Apa maksud lo?" Keira kini menghadap Klara sepenuhnya, rasa ingin tahunya yang tinggi, membuat dia tetap diam berada di tempatnya.
"Udah gue duga, lo pasti mau ketemu sama Papa lo."
Meski berat mengakui, Keira tak bisa menyangkal kalau dia merindukan sosok Papanya. Bagaimana pun juga dia hanyalah anak yang merindukan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya.
"Cepet bilang lo mau apa?" Keira terus mendesak agar Klara bicara yang sebenarnya, kepalanya sudah pening meladeni cewek ular di depannya ini.
"Nggak susah, kok. Gue mau lo nggak terlalu mencolok, jangan sok pinter. Cuma gue yang boleh kelihatan pinter di depan semua orang."
Klara tetaplah Klara, cewek itu mana mungkin tidak memanfaatkan orang lain demi kemauannya sendiri. Jika sifat Klara saja seperti ini, mana mau dia mengalah. Yang ada dia semakin semangat membuat Klara merasakan kekalahan.
"Lupain aja harapan lo itu. Gue nggak akan mau menuruti perintah nggak berguna kayak gitu." Keira berkata dengan ketus, ia rasa pembicaraan dengan Klara sudah berakhir. Jadi, ia memilih untuk melangkah pergi.
Klara yang melihat Keira akan pergi mendadak panik, sudah dia duga kalau Keira sangat sulit untuk diajak kerja sama.
"Mau ke mana lo?" tanya Klara yang melihat Keira akan pergi.
"Kayaknya nggak ada lagi yang perlu kita bicarain," ujar Keira.
"Jadi lo nggak mau ketemu sama Papa? Gue bisa bantuin Lo buat ketemu sama Papa lo, Kei," tawar Klara.
Keira mendengkus sinis, ia kesal sekali dengan Klara yang menggunakan papanya untuk memperdaya Keira.
"Gue bisa ketemu sama Papa sendiri, tanpa bantuan dari lo!" seru Keira.
"Tapi dia sekarang juga Papa gue, Kei."
Benar, sekarang mereka berdua memang saudara tiri. Namun, Keira akan sangat malu jika mengakui kalau Klara adalah saudaranya. Sampai kapanpun Keira tidak akan mau mengatakan kalau ternyata mereka berdua menjadi saudara tiri.
"Lagi mimpi lo?! Gue mana mau punya saudara kayak lo, jangan harap ya!" Keira melenggang pergi usai mengatakan itu.
Klara mengepalkan tangannya kuat, dia tidak bisa membujuk Keira. Kalau seperti ini prestasinya akan terancam selama masih ada Keira di sekolah ini.
___
"Kei, sini."
Keira memasuki area kantin, ia melihat lambaian tangan dari Zena yang menyuruhnya untuk mendekat. Sebelum melangkah menjauh, Kei sudah dihadang oleh Karlos.
Keira sempat terkejut melihat cowok itu yang sudah masuk sekolah, sedangkan Kenan malah membuang-buang waktunya untuk berada di rumah sakit.
"Hai, Kei," sapa Karlos seraya menyeringai.
"Lo masih hidup?" Keira bertanya mengejek, matanya menatap tajam pada cowok di depannya.
"Ya, gue kelihatan baik-baik aja sekarang, gimana keadaan cowok lo? Gue harap dia nggak mati," ucap Karlos dengan santai.
"Hm, gue malah harap lo yang mati, ngerepotin aja lo, minggir!" Keira berusaha mendorong Karlos untuk menjauh, sekarang mereka menjadi tontonan orang di kantin.
"Hahaha, santai, Kei. Lo kayaknya benci banget sama gue," tukas Karlos.
"Gue emang benci semua teman-temannya Klara."
"Gue sebenernya bingung, kenapa lo sebegitu nggak sukanya sama Klara. Padahal dia nggak ada salah apapun sama lo," ujar Karlos sembari memegang pundak Keira.
Keira segera menepis tangan Karlos, ia tidak suka disentuh sembarang orang, apalagi cowok itu Karlos.
"Urusan gue sama Klara, nggak ada hubungannya sama lo. Jadi, berhenti buat ikut campur Karl." Keira memperingati Karlos dengan tegas. Dia tidak suka kalau cowok ini terlalu ikut campur urusannya.
"Klara itu sahabat gue jadi––"
"Sahabat ya? Gue tau lo bohong, lo suka sama Klara, kan?" Keira segera memotong ucapan Karlos, dia sudah tahu kalau Karlos menyukai Klara semenjak mereka duduk di bangku SMP.
"Nggak, kita berdua cuma sahabat," bantah Karlos.
"Ya, kalian sahabat karena Klara sukanya sama Kenan, bukan lo. Kasihan banget sih lo," ejek Keira pada Karlos, dia tidak memedulikan raut wajah Karlos yang berubah menjadi kesal.
"Lo nggak tau apa-apa tentang hubungan gue dan Klara, jangan sok tau," balas Karlos dengan sinis.
"Ya, ya. Gue emang nggak tau, dan nggak peduli juga sih. Jadi minggir gue mau lewat," ujar Keira, dia ingin cepat-cepat makan, tetapi Karlos masih saja menghalangi langkahnya. Padahal Diana dan teman-temannya sudah memberi kode agar Keira segera pergi tanpa peduli dengan omongan Karlos.
"Nggak semudah itu," kata Karlos.
Keira bergerak ke kiri, Karlos ikut bergerak ke kiri. Keira mendelik jengkel. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh Karlos. Cowok itu benar-benar membuang-buang waktu berharganya.
"Gue cuma mau bilang sama lo, jangan melewati batas." Karlos memperingati Keira. Cowok itu tahu segala hal yang menimpa Klara akhir-akhir ini, sudah pasti semuanya ulah dari Keira.
Usai mengatakan hal tersebut, Karlos segera pergi dari hadapan Keira tanpa disuruh lagi. Keira hanya diam mematung, sudah sering kali dia mendapat berbagai peringatan dan tak pernah ditanggapi dengan serius.
Keira kembali melangkahkan kakinya menuju meja Diana, dia duduk di depan Zena. Raut penasaran terlihat jelas di wajah para sahabatnya.
"Lo nggak diapa-apain, kan, sama Karlos?" Diana bertanya cepat, dia yang paling penasaran.
"Nggak."
"Terus tadi kalian ngomongin apa?" Zena ikut bertanya.
Keira menghela napas lelah, dia sangat malas menjawab berbagai pertanyaan yang menurutnya tidak penting.
"Pembicaraan gue sama Karlos nggak penting sama sekali, jadi kalian nggak perlu tahu," ujar Keira membuat yang lainnya kecewa.
___
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama K
Teen FictionTak ada yang salah dengan Kenan, dia tampan dan pintar, parasnya yang rupawan membuatnya menjadi populer. Di sekolah sosok Kenan sangat digilai banyak cewek. Tapi, ada yang salah dengan Keira, di saat semua cewek mendekati Kenan demi menarik perhati...