Halo semuanya, selamat membaca:))
___
Diana dan Keira kini duduk di lantai kamar, tidak ada yang bersuara di antara keduanya. Bahkan televisi yang menyala tak mampu membuat suasana dingin di sekitarnya mencair. Diana menghela napas panjang, usai mendengar perkataan Keira, ia kini lebih banyak berpikir.
Tumbuh menjadi remaja bersama-sama, membuat Diana tahu betul segala tentang Keira, termasuk tentang cewek itu yang mengalami gangguan kecemasan sejak dulu. Lebih tepatnya sejak perceraian kedua orang tuanya, Keira mudah cemas akan segala hal, cewek itu terlalu pusing memikirkan segala hal yang bukan salahnya.
"Papa tau gue sering ke psikiater beberapa kali, dan parahnya Papa bilang ke Mama," kata Keira, dia menyisir rambutnya dengan jari-jari tangannya.
"Kenapa lo nggak bilang sama gue, Kei? Gue bisa bantuin lo!" sentak Diana, karena selama ini ia tidak melihat gelagat aneh yang ditunjukan oleh Keira.
"Nggak ada yang bisa lo bantu, Di. Gue emang harus berjuang sendirian," balas Keira, ia tersenyum lebar yang terlihat menyakitkan di mata Diana.
Diana menggeleng pelan, ia tidak setuju dengan perkataan Keira, karena nyatanya dia akan selalu ada untuk Keira sebagai saudara maupun sahabat. Dia menepuk bahu Keira pelan.
"Jangan bilang begitu, gue bakalan selalu ada buat lo, Kei. Lo tau sendiri dari dulu gue selalu ada di pihak lo!"
"Gue pikir selama ini lo udah baik-baik aja, jadi gue nggak terlalu khawatir, nyatanya lo berjuang sendirian," lanjut Diana.
Keira menutup wajahnya, meski dia mendapatkan dukungan dari Diana, rasa cemasnya tak kunjung reda. Masih banyak hati yang harus dia jaga, apalagi dia sekarang punya Kenan, entah apa yang ada dipikiran cowok itu kalau sampai tahu tentang rahasianya.
"Kalau gue balik ke luar negeri, gimana sama Kenan? Gue nggak bisa ninggalin dia, tapi gue juga nggak bisa bantah Mama."
"Emang lo beneran mau pergi lagi?"
"Lo udah tau jawabannya, Di. Kalau kondisi gue udah nggak terkendali, Mama bakalan bawa gue pergi jauh, buat tenangin diri sama seperti dulu." Keira berkata panjang lebar.
"Gue bakalan bujuk Tante supaya lo tetap tinggal di sini," kata Diana tetap bersikukuh. Ia hanya takut kalau tidak bisa bertemu lagi dengan Keira.
"Nggak bakal bisa, apalagi beberapa hari ini Papa sering ketemu gue, lo tau kalau sebenernya Mama takut banget kalau Papa mau ambil gue. Karena cuma gue satu-satunya pewaris kekayaan Papa."
Keira mengacak rambutnya frustasi, kepalanya semakin pening. Dia masih remaja, namun, beberapa masalah mengharuskan ia berpikir dewasa.
"Terus gimana sama pernikahan Tante? Bukannya Tante mau menikah ya sama ayahnya Karlos."
"Gue nggak tau, nggak mau mikirin juga," kata Keira, dia jelas menolak membicarakan perihal pernikahan mamanya yang sempat membuatnya pusing itu.
"Udah, jangan terlalu dipikirin, nanti yang ada lo tambah stress. Gimana kalau kita shopping aja?" tawar Diana.
"Gue lagi males buat keluar, mending lo pulang aja deh, Di." usir Keira.
"Mana bisa gue pulang dengan tenang, gue bakalan temenin lo di sini, gue tau lo butuh temen curhat," kata Diana.
"Sok baik lo!" ketus Keira seraya menoyor kepala Diana pelan.
Diana cemberut, entah mengapa Keira selalu menganggap bercanda setiap Diana tengah berbicara serius. Padahal kali ini dia bersungguh-sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama K
Roman pour AdolescentsTak ada yang salah dengan Kenan, dia tampan dan pintar, parasnya yang rupawan membuatnya menjadi populer. Di sekolah sosok Kenan sangat digilai banyak cewek. Tapi, ada yang salah dengan Keira, di saat semua cewek mendekati Kenan demi menarik perhati...