🌱 42. Pada akhirnya semua akan terungkap

275 32 0
                                    

Keira pulang ke rumah dengan lesu, ia tidak sanggup kalau harus berlama-lama dengan papanya, jadi demi menenangkan hatinya, Keira memilih untuk kembali ke rumah saja. Mengenai ajakan untuk datang ke pesta bisa dia pikirkan nanti.

Saat masuk ke dalam rumah dengan menggendong Yeppo, Keira melihat sang mama yang tengah duduk di ruang tengah, pandangannya menghadap ke arah televisi, namun, tatapannya kosong seakan tengah memikirkan sesuatu.

"Ma..." panggil Keira.

Mama Keira tersentak kaget, ia menoleh ke arah samping dan melihat wajah putri semata wayangnya.

Keira duduk di sebelah mamanya, yang wajahnya kini tampak kaget karena kedatangan dirinya.

"Kamu dari mana?" tanyanya.

"Aku dari taman, Ma. Tadi juga ketemu sama Papa," kata Keira jujur.

"Kenapa Papa ada di sini? Kamu nggak apa-apa 'kan?" tanya mamanya dengan khawatir.

"Aku nggak apa-apa, Ma. Lagian aku tuh ketemu sama Papa, bukan orang jahat," balas Keira mencoba menenangkan mamanya yang memang mudah panik.

"Papa bilang apa sama kamu?"

"Bilang kalau aku harus datang ke pesta ulang tahun Oma," jawabnya lirih, Keira melirik reaksi mamanya yang terlihat menghela napas panjang.

Sejujurnya, Keira tak yakin mamanya akan mengizinkan ia bertemu kembali dengan keluarga papanya. Mama Keira takut kalau anaknya akan merasa sakit hati. Meski Keira tak khawatir sama sekali.

"Kalau kamu mau datang, Mama bakalan antar kamu," kata mamanya menawarkan.

"Aku nggak mau Mama sakit hati, Mama tau sendiri 'kan, keluarga Papa itu nggak suka sama Mama, karena itu saat Papa selingkuh, nggak ada satupun yang bela Mama." Keira berkata cepat, jika mengingat hal tersebut, rasanya ia ingin mengamuk saja.

Dengan fakta itu pula, Keira malas bertemu dengan keluarga papanya, meski mereka menyayangi Keira. Namun, mereka tidak menyukai mamanya.

"Kei, Mama nggak apa-apa."

"Keira nggak bakal datang, Mama nggak bosan jadi orang baik terus? Kalau Papa datang ke sini, bilang aja Keira sibuk."

"Kei, kamu nggak bisa terus menghindar kayak gini," seru mamanya kesal.

"Terus Keira harus gimana? Ma, tolong jangan paksa Kei lagi," pinta Keira memohon.

Mama Keira hanya menatap anaknya dengan sedih, kalau bisa memilih, dia juga akan mempertahankan rumah tangganya. Tapi nyatanya dia gagal, ia bahkan tidak mampu menjadi ibu yang baik untuk putrinya.

"Jangan menghindar lagi, kasihan Papa kamu, dia juga mau ketemu sama anaknya. Beberapa hari yang lalu, Papa kamu sempat hubungin Mama."

Keira yang berniat akan menaiki tangga kini mengurungkan niatnya. Dia menoleh karena kaget. Baru kali ini dia mendengar mamanya membahas tentang mantan suaminya.

"Buat apa, Ma."

Saat itu lah dapat Keira lihat keraguan di mata mamanya, seakan ada hal yang disembunyikan dari Keira.

"Ma, kenapa Papa tiba-tiba telepon Mama, sebenarnya ada apa?" Keira bertanya dengan rasa penasaran yang tinggi.

"Ini juga yang akan Mama omongin sama kamu, Kei."

Karena rasa penasarannya, ia menurut saja saat mamanya menyuruh untuk duduk di sofa. Tak ada rasa curiga sama sekali, sampai pada akhirnya ucapan dari mamanya mampu membuat jantungnya berdetak tak karuan.

"Kenapa nggak bilang sama Mama, kalau kamu sering ke psikiater  beberapa bulan ini."

Keira tersentak kaget, ia diam mematung. Tangannya bergetar dan berkeringat dingin, tak disangka kalau sesuatu yang selama ini dia coba tutupi, pada akhirnya akan terbongkar juga. Bukan tanpa alasan Keira mencoba menutupi, karena kalau mamanya sampai tahu, pasti akan merasa sangat sedih seperti sekarang ini.

"Ma, Kei baik-baik aja, kok," kata Keira mencoba santai.

"Baik-baik aja kamu bilang? Keira, kamu nggak bisa bohongin Mama kayak gini, kamu udah janji, kan, kalau kita balik lagi ke sini, kamu nggak akan sembunyiin apapun sama Mama!" seru Mama Keira dengan kesal.

"Maafin Keira, Ma. Kei nggak bermaksud buat bohongin Mama," ujar Keira lirih.

Awalnya, dia memang berniat untuk memberi tahu mamanya. Namun, karena akhir-akhir ini mamanya terlihat sibuk, Keira mencoba untuk diam saja.

"Dan asal kamu tau, Kei. Papa kamu yang bilang ini sama Mama kemarin."

Kini ia lebih terkejut lagi karena papanya juga tahu, pantas saja beberapa hari ini papanya sering kali mendatangi dirinya, jadi, kini kedua orang tuanya sudah tahu rahasianya.

"Papa punya mata-mata yang sering ngikutin kamu, jadi, hampir duapuluh empat jam, Papa kamu tahu segala hal yang dilakukan oleh anaknya."

Keira termenung, dia tidak tahu harus mengatakan apapun lagi, rasa sesal kini merasuki hatinya, dia menyesal karena tidak jujur pada mamanya, padahal kalau ia jujur pasti tidak akan seperti ini kejadiannya.

"Kata Papa, kamu mengalami gangguan kecemasan. Kei, kenapa enggak pernah cerita sama Mama? Kalau sudah seperti ini, Mama merasa gagal menjadi seorang ibu."

"Enggak, jangan bilang begitu, Ma," tukas Keira sembari menangis.

Tak kuat melihat anaknya menangis, akhirnya Mama Keira memutuskan untuk pergi dari hadapan putrinya, dia butuh waktu untuk berpikir jernih. Dia tidak boleh gegabah memarahi Keira dalam keadaan seperti ini, jadi lebih baik dirinya menenangkan hatinya terlebih dahulu.

Selepas mamanya pergi, Keira masih terduduk seraya menangis. Ia tidak tahu harus melakukan apa, mengejar mamanya untuk meminta seribu maaf pun percuma. Akhirnya dia berlari masuk ke dalam kamar dan menangis sepuasnya.

____

Hari sudah sore ketika Keira bangun dari tidurnya, ia ingat sekali sudah berjam-jam menangis dan berakhir ketiduran. Saat melihat ponselnya, banyak sekali pesan dan panggilan tak terjawab dari Kenan dan Diana.

Belum sempat untuk membalas, pintu kamarnya sudah terbuka lebar, Diana masuk ke dalam kamarnya dengan wajah yang ceria. Kalau dalam kondisi yang baik-baik saja, sudah pasti dia akan memarahi Diana habis-habisan, tapi kali ini dia membiarkan saja Diana berbuat sesuka hatinya.

"Keira, lo kok nggak angkat telepon gue, sih?" Diana berseru kesal.

Cewek itu mendekati Keira seraya cekikikan tak jelas, dia belum melihat raut wajah suram milik Keira. Diana melompat ke atas ranjang, saat melihat wajah Keira, baru lah dia sadar kalau sepupunya ini berwajah masam.

"Kenapa lo? Berantem lagi sama Kenan, huh?" tebak Diana, sayangnya Keira tidak merespon perkataannya.

"Kei," panggil Diana sekali lagi.

Keira hanya menghela napas panjang, dia hanya menggeleng sebagai jawaban. "Gue lagi pusing," ujarnya.

"Pusing kenapa, lo beneran ada masalah? Eh, Yeppo mana?" tanya Diana mencari kucing kesayangannya itu.

Dengan malas Keira menunjuk keberadaan kucing Diana, yang kini tengah berada di kandang kucing di depan televisi. Melihat keadaan Yeppo baik-baik saja, sontak saja Diana menghela napas lega, dia pikir Keira tidak bisa menjaganya.

"Hm, syukur deh Yeppo baik-baik aja," gumam Diana.

"Lo pikir gue nggak bisa jaga kucing lo?" Keira menjitak kepala Diana karena kesal.

"Hehehe, siapa tau, Kei. Jadi, sekarang ceritain kenapa muka lo jadi suram begini?" tanya Diana mendesak Keira agar mau bercerita.

"Kayaknya Mama marah besar sama gue, Di," ungkap Keira.

"Lho kenapa? Kenakalan apa lagi yang lo perbuat Kei?" Diana bertanya dengan kesal, dia seakan tahu kalau Keira memang gemar berbuat onar.

"Kali ini bukan hal sepele, Di. Kayaknya gue bakalan ke luar negeri lagi deh," ucap Keira lesu.

"Ck, ada apa sih? Kok lo nggak cerita gue kalau lagi ada masalah?" tanya Diana khawatir, bagaimana pun juga dia tahu kalau Keira sudah merasa nyaman tinggal di sini.

"Penyakit gue kambuh."

_____

TBC.

Update sambil rebahan, maap, kalau ada typo^_^

Bersama KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang