14. "Oppa, selamat tidur."

357 27 2
                                    

"Duduklah, biar aku yang bersihkan." Pintanya sambil mengangkat piring kotor dari meja.

"Apa kau setiap hari begini?"

"Iya oppa, aku selalu lapar di jam-jam begini." Aku masih memperhatikan SeokJin yang sibuk mengeluarkan alat makan tadi kemudian mengeringkannya.

"Sepertinya jika dia lahir nanti, dia akan kuat makan." Ujarnya lagi sembari menolah sejenak padaku yang masih duduk menungguinya.

"Seperti....nya akan be....gi...tu......" SeokJin menoleh lagi mendengarku setengah mendesah.

"Sayang, kenapa?" SeokJin menutup kasar mesin pencuci piring sambil melemparkan kain sembarangan.

"Tak apa oppa, dia hanya bergerak. Malam ini dia aktif sekali." Tanganku masih mencengkeram tepi meja merasakan gerakan aktif bayi kami.

"Mungkin karena ada aku disini? Jangan-jangan dia tak suka kalau didekat ayahnya?" Nada sedih menyeruak. Tangannya masih tertempel diatas perut gendut ku. Aku hanya diam saja tak tau harus memberi respons apa atas dugaannya itu.

Gerakannya jadi melambat. Hanya seperti ketukan dan goyangan kecil saja.

"Dia sudah mengantuk sepertinya. Akan ku lanjutkan lagi." SeokJin kembali meraih kain lalu bunyi pintu mesin pencuci piring yang terbuka membuat gerakan janin dalam perut ku bergerak intens lagi.

"Ohhh..ohhh sayang, pelan-pelan ibu sakit. Isshhhh....pelan sayang. Ibu dan ayah disini." Ucapku meringis menahan hantaman dari dalam. Bahkan kini perutku nampak lebih padat disebelah kanan.

"Dia bergerak lagi?" SeokJin kembali mendaratkan tangannya diatas perut ku. Gerakannya melambat.

"Sepertinya dia suka kalo ayahnya menyentuhnya. Kalo tangan oppa jauh dia akan mengamuk didalam sana." Senyuman lebarku menular pada SeokJin menyadari dugaannya salah.

"Putra ayah, ayah kira kau tak suka jika didekat ayah. Ayah harus menyelesaikan pekerjaan dapur dulu. Kasian ibu besok pagi akan makin sibuk. Jangan nakal ya, ibu kesakitan kalau kau mengamuk." SeokJin perlahan berdiri sambil tetap memperhatikan kalau-kalau perut ku bergerak lagi.

Tanganku memegang sisi kiri dan kanan untuk memastikan gerakan agresif itu jika datang tiba-tiba lagi. Namun hingga SeokJin hampir menyelesaikan pekerjaannya, gerakan halus yang muncul namun hanya sesekali.

"Dia ternyata penurut. Suara ayahnya membuatnya tenang." Kataku memberi penilaian.

SeokJin menggerakkan alisnya bangga. Mau tak mau aku cekikikan melihat tingkah konyol suami ku itu. Tak berapa kemudian SeokJin selesai dengan pekerjaannya membantuku.

SeokJin setengah memapah ku naik tangga menuju atas. Setelah mengucap selamat malam yang aneh, kami menuju kamar masing-masing.

"Oppaaaaaa.." teriakanku membuat SeokJin berlari kaget kembali.

"Weo?!" Muka cemasnya muncul sambil tergopoh-gopoh masuk kamar melihatku duduk ditepian ranjang mengeluh sambil meringis menahan nyeri hantaman dari dalam.

Bayi ini seolah tak ingin jauh dari ayahnya. Pertanyaan dengan nada khawatir SeokJin yang masuk telingaku membuatnya bergerak lembut seketika itu juga.

"Weo? Dia dancing lagi di dalam sana?"

"Sepertinya dia tak ingin jauh dari ayahnya. Dia langsung tenang mendengar suara oppa datang."

"Wuahh, kau tak boleh cemburu Haena-ya. Sepertinya dia lebih menyayangi ku dari pada kau." Senyum bangga terukir di bibir tipis SeokJin.

"Kalau begitu, aku akan tidur di kursi, Haena-ya tidurlah. Matahari hampir muncul." Pintanya yang tentu membuatku tak berkutik.

Tak ada pilihan lain. Aku tau bahwa tak akan mungkin bisa tidur jika gerakan bayi sesering dan sekencang itu.

CEO's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang