35. Pulang ke rumah

320 17 0
                                    

Besok aku akan pulang ke rumah mertua ku. Hari ini, seperti hari-hari sebelumnya mereka yang menyayangi ku bergantian menjenguk. Hari ini Sabtu, jadi aku ditemani oleh SeokJin.

"Na-ya, besok kau akan pulang. Tapi..." Aku tau maksudnya.

"Aku akan minta ijin ayah supaya oppa bisa pulang malam." Ucap ku sambil mengoleskan salep di lukanya.

"Nana-ya?" Panggilnya membuat ku berhenti mengoleskan salep.

"Weo? Aku sudah berdamai dengan masa lalu ku." Kilahnya ketika dia tau aku beringsut.

Diam. Aku diam SeokJin juga tak melanjutkan lagi bicaranya.

"Na-ya? Beri aku kesempatan sekali lagi. Bisakah?" Aku menutup salep ditangan ku. SeokJin sedang sibuk memakai kemejanya lagi.

"Tak bisa?" Tuntutnya meminta jawab ku.

"Kau akan mendapat kesempatan yang banyak dari ku oppa. Tapi..."

"Gumawo. Akan ku gunakan dengan baik. Aku janji ini adalah kesempatan terakhir ku." SeokJin tersenyum lebar hingga matanya menyipit.

"Kau mau jalan-jalan diluar?"

SeokJin mendorong kursi roda yang ku tumpangi hingga taman di dekat ruangan. Rasanya segar dan nyaman. Matahari pagi membuat ku tau bahwa aku diberi satu lagi kesempatan untuk menikmati hari.

"Apa yang membuat oppa ingin kembali pada ku?"

"Apa maksud mu?"

"Tidak, hanya penasaran saja. Kita, maksud ku, kupikir kita akan berakhir dengan perpisahan."

"Aku lupa bahwa kau, bukan...bahwa kita berteman. Mengingat masa kecil kita, aku berharap saat aku besar aku bisa menikahi mu."

"Jinjja?" SeokJin mengangguk kemudian duduk ditempat duduk beton di samping ku.

"Kau membuat ku jatuh cinta. Lalu semua hilang saat kami harus pindah. Aku kehilangan mu. Aku kembali saat SMA, berharap kau mengingat ku, tapi...kau sekolah di luar negri."

"Asal kau tau, aku hampir di jodohkan dengan Chanyeol."

"Daebak! Wuahhh, pantas saja dia begitu gigih mendapatkan mu lagi. Aku pernah bertanya dimana kau padanya, tapi dia menjawab tak tau. Jika ku tau dia berbohong, akan ku hancurkan wajahnya itu." SeokJin geram.

"He..he..he.. sudahlah oppa, aku sudah jadi istri mu bukan? Kau menang banyak."

"Aku tak pernah berpikir akan menceraikan mu. Aku hanya....mian."

"Kau patut marah, tapi apa yang membuat mu marah pada ku?" Aku memasang wajah kebingungan. Hal itu malah membuat SeokJin menyesali diri. Hampir saja dia keceplosan soal kecelakaan itu.

"Aku tak sanggup menjaga Ji-won dan bayi kami. Mak--maksud ku, bayi itu. Kami bertengkar karena gadis bernama Nana. Aku gagal mempertahankan mereka. Aku butuh pelampiasan kesalahan. Mian."

"Nana? Apa itu aku? Apa yang oppa maksud dalam mabuk oppa adalah aku? Tapi apa kesalahan ku? Mengapa oppa membenci ku?"

Jantung SeokJin berdetak tak karuan. Bagaimana caranya memberi tahu mengenai kejadian dulu. Bagaimana jika istrinya tau, dia yang tak sengaja membunuh orang tuanya? Bagaimana jika aku tau bahwa mobil yang menabrak mobil ku dulu, supirnya adalah dia?

"Wuuahhh, makin siang malah makin dingin disini." Pengalihan SeokJin.

"Mungkin karena anginnya dan pohonnya begitu rindang. Tapi ini menyenangkan."

"Tidak-tidak, nyonya tak boleh masuk angin. Cha! Kita masuk nyonya Kim. Jagoan ku juga harus di lindungi dengan kekuatan penuh, seperti halnya kontainernya." Goda SeokJin sambil senyum-senyum mendorong kursi roda mu.

"Mwo? Oppa bilang aku kontainer? Aku tak sebesar itu kurasa." Aku protes dengan teriakan.

"Ahh itu hanya perasaan mu sayang." Bisiknya masih setia melihat ku mengoceh dan menyangkal.

NamJoon yang seyogyanya memeriksa keadaan kandungan ku, hanya berdiri dari kejauhan. Dia tau bahwa dia akan menjadi orang ketiga jika muncul tiba-tiba. Namjoon tau bahwa kau sudah menemukan "dokter dan obat pribadi mu" aku tak butuh yang lainnya lagi.

SeokJin memasukkan koper di kamarnya dulu. Menatap ruangan terpisah itu masih seperti dulu membuatnya sedikit bernostalgia. Aku juga sama, terkesima dengan poster, foto dan barang-barang milik SeokJin.

SeokJin tak mau berlama-lama berdiam diri dengan kenangannya. Dia membantu ku menata baju dalam lemarinya. Orang tua kami sudah menunggu di rumah utama.

"Jika sudah selesai di paviliun, datang ke ruang keluarga." Begitu perintah ayahnya.

Kami sudah duduk berempat, ayah, ibu, aku juga SeokJin. Hyerin dan Taehyung berada di ruangan sebelah yang bersekat partisi minimalis.

"Kau tau apa kesalahan mu?" Ayah SeokJin tak memandang pada siapapun tapi SeokJin tau, pertanyaan itu diarahkan padanya.

"Iya ayah."

"Kau juga sudah membuat janji bukan?"

"Iya ayah."

"Maaf ayah aku menyela. Bukankah aku juga harus tau apa yang terjadi?"

"Untuk apa? Kau aman disini. Tak akan ada yang menyakiti mu dengan sengaja atau tanpa sengaja." Sindir beliau.

"Maaf ayah, tapi bukan hal tepat membuat kami berjauhan."

"Aku menyuruhnya bercerai dengan mu, tapi dia memberi ide untuk berjauhan dengan mu. Ayah langsung setuju. Dia perlu tau bagaimana rasanya mencintai tanpa memiliki. Dengan begitu dia akan menghargai keberadaan orang yang dia cintai itu."

Hyerin beradu pandang dengan suaminya. Aku hanya mampu menutup mulut tanpa protes lagi. Tak ada pikiran atau ide lain diotak ku. Buntu! SeokJin pun diam dan pasrah. Melihatnya begitu, aku merasa kecewa. Aku tak yakin jika dia ingin bersama ku dan anak kami.

Taehyung menyadari sorot mata ketidaksukaan ku terhadap sikap SeokJin, ibu juga merasakan hal yang sama.

"Haena-ya, kami bukan mengurung mu. Tapi ini cara paling tepat supaya kau bisa istirahat dari mengurusnya, supaya kau fokus pada kandungan mu dan akan ada banyak orang yang menjaga mu." Ibu pindah duduk di samping ku. Mengelus-elus punggung ku.

"Sayang, kau boleh melakukan aktifitas mu seperti biasanya. Ayah dan ibu ingin suami mu tau bahwa peristiwa itu sudah dua kali terjadi. Kami tak ingin dia terpuruk, terlebih kami tak ingin hal buruk menimpa kalian." Sambungnya lagi.

"Ibu, aku tau ayah dan ibu ingin melindungi kami, tapi apa tak sebaiknya jika SeokJin oppa juga tinggal disini? Jika alasannya adalah melindungi kami, dia juga harus menjaga kami bukan?" Bujuk ku.

Hyerin tersenyum, Taehyung pun merasakan cinta begitu besar pada kakak tertuanya. Ayah terlihat berpikir keras setelah mendengar ide ku.

"Haena-ya, kami tau apa yang terjadi pada mu karena putra kami. Dia sudah melakukan hal buruk pada mu. Merenggut masa muda mu, membuat mu terpaksa menikahinya, membuat mu mengandung cucu kami tanpa direncana. Membuat mu terluka, bahkan mungkin...." Ayah menghela nafas panjang.

"SeokJin sudah merusak mu, membiarkan mu menanggung semua hal buruk itu. Kami gagal sebagai orang tua. Kami malu pada orang tua mu. Haena-ya, biarkan kami mengurus mu seperti orang tua mu. Beri kami kesempatan untuk menebus semua kesalahan itu." Ayah menunduk kan kepala. Aku merasakan cinta mereka begitu dalam untuk ku.

"Ayah, aku tak bisa merubah takdir." Semua orang menatap ku.

CEO's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang