41. Semuanya akur

276 22 0
                                    

Sepanjang 3 jam perjalanan, kami lebih banyak diam. Seperti kehabisan bahan pembicaraan. SeokJin tak ingin membuat ku tambah kesal aku juga tak tau harus membicarakan apa. Hingga mobil kembali ke rumah orang tuanya.

"Na-ya, istirahatlah. Kau pasti lelah." SeokJin membuat ku terkejut saat aku keluar dari kamar mandi.

"Oppa akan ke kantor atau ikut istirahat?" SeokJin menatap ku dengan senyuman.

"Aku sudah ijin pada Hyerin." Jawabnya.

"Oppa ingin makan? Akan ku siapkan."

SeokJin seketika itu juga memeluk ku. Rasa bersalah, tak enak hati, menyelimuti dirinya. Aku juga tak ingin memperburuk keadaan atau pun membuatnya malu. Kami berpelukan, Isak tangis ku tak terelakkan lagi. Begitu juga dengan SeokJin.

Kami duduk di tepi ranjang. Saling menggenggam tangan, hanya sedu sedan yang terdengar.

"Oppa miane. Aku egois."

"Anieyo, kau tak salah, kau tak pernah melakukan kesalahan. Aku, aku yang telah membuat mu jadi seperti ini. Kesalahan ku mutlak, sepenuhnya aku yang salah."

"Tidak oppa. Tidak!" Aku menggelengkan kepala sambil menangkup wajahnya dan menatap matanya yang juga berair.

"Aku membuatmu yatim piatu, aku memperkosa mu, aku menjadikan mu alat untuk melupakan masa lalu ku, aku menjadikan mu tameng supaya tak kena hukuman penjara. Dosa dan kesalahan ku tak termaafkan, Haena-ya." Tangis SeokJin pecah.

Melihatnya sangat menyesal aku pun luluh. Rasa kesal ku, sakit hati ku, kecewaku juga, seperti lenyap begitu saja. Seperti yang aku pikirkan sebelumnya, pria ini adalah pria yang sama yang memberi ku kebahagian dan cinta baru setelah dia membuat yang lama hilang dalam sekejap mata.

Aku sangat mencintainya, aku butuh dirinya. Bukan hanya untuk anak kami, tapi untuk diri ku sendiri. Cinta orang tua ku hanya bisa aku kenang, tapi cinta ku untuknya, tak bisa aku abaikan. Harus ada yang berubah dalam hal ini. Aku memutuskan untuk mengubah diri ku dulu.

Berdamai dengan hati ku sendiri, memberinya maaf dan memulai dari awal lagi. Aku sudah berdamai dengan hati ku, aku berani dengan lantang mengakui cinta ku padanya pada bibi Shin dan diri ku sendiri adalah buktinya.

"Aku memaafkan oppa. Kejadian dulu adalah kecelakaan, biarkan aku mempercayainya begitu. Aku memberi maaf pada oppa. Ayo kita lupakan semuanya, mulai dari sekarang." SeokJin menatap mu dalam seperti tak percaya dengan pendengarannya.

"Baiklah, kita mulai dari awal lagi sayang ku. Terima kasih untuk maaf mu. Aku sangat mencintai kalian berdua, aku mencintai mu Haena-ya. Tolong jangan tinggalkan aku. Hiks..hiks..hiks.." SeokJin meraung-raung mengeluarkan kelegaan hatinya.

Kami berdua tak tau bahwa Hyerin dan Taehyung berada di balik pintu paviliun. Mereka ikut merasakan aroma hubungan baru ini. Mereka ikut  hanyut dalam tangis bahagia kalian. Taehyung merangkul istrinya pergi. Meninggalkan kami yang berpelukan didalam.

"Oppa, aku lapar." Ucap ku disela pelukan. SeokJin menyeka air matanya kemudian air mata ku.

"Baiklah, kita bersihkan diri lalu kita makan di luar. Apa kau tak lelah? Bayi kita tak lelah?"

Kami berada disebuah restoran mewah yang di pesan SeokJin sebelumnya. Semua mata memandang kami, mereka baru sekarang melihat CEO Kim membawa wanita dan sedang hamil.

SeokJin mengandeng ku mesra hingga meja yang dia pesan. Aku menyadari banyak mata memandang.

"Oppa, aku merasa mereka melihat kearah kita."

"Karena istri ku cantik." Bisiknya membuat ku tersipu.

"Tuan Kim lama tak mampir, apa kabar?" Seseorang dengan jas terlihat mahal menghampiri meja kalian.

"Tuan Kwon, kabar kami baik. Perkenalkan, istri ku Kim Haena." Kami berjabat tangan.

"Lama tak berjumpa ternyata tuan Kim sudah akan bertiga." Celoteh ramah pria itu.

Sementara di rumah, Hyerin masih belum bisa menghentikan tangis harunya. Hingga Taehyung sendiri risih, walau suaminya itu tau bagaimana cara Hyerin mendekatkan kedua kakak iparnya itu.

"Yeobo, berhentilah menangis. Mereka akan mengira aku yang membuat mu menangis." Taehyung mulai gemas pada istrinya.

"Aku ini bahagia oppa, mereka benar-benar sudah saling memaafkan. Ahh iya, aku akan menelpon ibu dulu." Hyerin mengusap air matanya kemudian meraih ponselnya. Taehyung mendengus geli melihat istrinya yang gampang berubah mood itu.

Berita rekonsiliasi kami sudah sampai ke Jepang dan Eunha karena Hyerin. Taehyung yang sedari tadi duduk di samping istrinya mulai merasa terabaikan karena obrolannya dengan Eunha.

"Emmm, mereka sudah maaf-maafan. Mereka sekarang sedang romantik dinner."

"Aku sudah lama tak merasakan itu, uhhh aku jadi iri." Eunha merespons kabar bahagia itu.

"Mulai sekarang, kau harus benar-benar ikut memaafkan oppa ku itu. Jangan ada lagi curiga di hati mu nyonya Jung."

"Nde eonni, akan kulakukan perintah mu, bagaimana pun juga SeokJin oppa akan jadi sepupu ipar ku. Kita semua keluarga."

"Jadi, bagaimana rasanya akan menikah 3 Minggu lagi? Deg degan?" Tawa Hyerin pecah karena menggoda calon pengantin itu.

"Hya! Eunha-yaa, kapan kalian akan berhenti ngobrol? Aku dan Jhope sudah sangat lapar!" Teriak Taehyung yang pasti didengar Eunha dan Jhope diseberang.

"Mian oppa, kami tadi sudah makan. Jadi kalo oppa lapar itu sih DL." Balas Eunha yang dibalas pemutusan panggilan telpon sepihak yang membuat Hyerin merengut kesal membanting ponselnya di sofa. Kemudian meninggalkan Taehyung yang melongo menyesal.

Makan malam mereka berdua, hening. Boram sedang ke rumah orang tua Hyerin atas perintah orang tua Taehyung. "Jangan sampai dia melihat bahwa paman dan bibinya yang sedang tidak baik-baik."

"Sekarang apakah kita akan bertengkar karena mereka, chagi?" Bujuk Tae pada istrinya.

"Kau memang tak punya perasaan. Aku sedang kesal, jangan bicara pada ku." Jawab Hyerin sewot.

Jika sudah begini maka Taehyung yang akan mengalah. Mendebat Hyerin yang marah sama seperti mengajak singa lapar berkelahi, tetap akan kalah juga. Maka diam lebih bijaksana.

"Maaf." Ucap lembut Taehyung tetap ingin mengambil hati Hyerin.

Wanita itu duduk dengan tetap sibuk makan. Wajahnya memang nampak kesal, tapi porsi makannya tak berkurang. Taehyung tersenyum memperhatikan kelakuan istrinya yang akhir-akhir ini tampak tak seperti biasanya itu.

Akhirnya semua selesai, setidaknya hanya tinggal Namjoon yang akan ditunggu perubahan statusnya. Pria itu tetap memilih untuk sendiri hingga saat ini. Walaupun tak akan ada yang tau masa mendatang mengenainya.

"Jhope oppa, kakiku sakit. Pijat." Pinta Eunha. Jhope mau tak mau menutup laptopnya. Mendekati calon istrinya kemudian menempatkan kaki istrinya di paha.

"Sayang, menurut mu apakah aku harus kembali ke kantor ku?"

"Jadi direktur maksudnya?"

"Kita akan menikah, lalu bayi kita juga akan lahir. Jika aku di IGD, waktu ku akan banyak di rumah sakit. Bagaimana menurut mu?"

"Aku juga berpikir untuk meminta Haena eonni menutup sementara toko. Dia tak sepenuhnya ada, perutku makin lama makin besar. Go Eun eonni juga kewalahan jika sendirian. Bagaimana menurut oppa?"

"Setuju!" Keduanya berkata berbarengan lalu terkekeh-kekeh bersama.

Mereka nampak akur hari ini. Tak ada perdebatan seperti biasanya, tak ada rengekan atau tangis tak beralasan diantara keduanya. Tanggal pernikahan mereka makin dekat. Semua orang akan segera sibuk. Termasuk aku juga yang akan segera sibuk dengan persalinan.

"Na-ya, kita pulang ke rumah saja? Bagaimana menurut mu? Ayah dan ibu masih di Jepang bukan?"

"Oppa mengajak ku kabur?" SeokJin meringis dihadapan mu.

"Aku akan ikut kemana pun oppa pergi. Tapi harus melewati prosedural dulu."

CEO's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang