30. KDRT

334 23 0
                                    

Perhatian Eunha malah membuat ku tak enak hati karena harus berbohong padanya. Aku duduk dibelakang meja kasir. Pembeli hampir memenuhi meja yang tersedia.

"Haena-ya?" Suara Hoseok membuat ku menatapnya.

"Hai calon pengantin, apa kabar?"

"Kau yang apa kabar? Apa kau yakin baik-baik saja?" Dahi ku otomatis berkerut mendengar pertanyaannya.

"Chagi, aku akan bicara dengan kakak mu." Eunha mengangguk dengan bingung dan heran.

"Haena-ya, aku dengar dari SeokJin semuanya. Apa kau baik-baik saja?" Nada penuntutan keluar dari mulut Hoseok.

"Memangnya apa yang terjadi? Kami baik-baik saja oppa. Tak ada yang perlu dikhawatirkan."

"Bagaimanapun kau tutupi aku tau semuanya. Jadi jangan berbohong apapun pada ku, kau adik ku Haena-ya."

"Aku tersanjung oppa, terima kasih. Tapi kami benar-benar baik-baik saja."

"Andalkan aku Haena-yaa, jika kau tak bisa mengandalkan suami mu itu." Tatapan Hoseok begitu dalam dan menjanjikan. Dia sedang bersungguh-sungguh.

Tubuhku bergetar seiring air mata yang berjatuhan. Aku menangis tanpa suara. Itu membuat Hoseok sangat kesakitan. Dirinya tak pernah menyangka bahwa Hyung sepupunya sampai hati pada istrinya sendiri.

Kembali pada waktu itu.
SeokJin menutup laporan detektif swastanya. Dia pamit pulang pada pak Choi. Pekerjaan mereka untuk soft opening sudah selesai. SeokJin kembali ke Seoul menggunakan pesawat.

Hoseok kaget hyungnya muncul di IGD. Wajahnya tak bisa ditebak. Kacau dan entahlah.
"Temani aku minum." Kalimat yang sudah tak lagi didengar Hoseok, sejak dia menikah.

Mereka duduk di apartemen Hoseok. SeokJin yang mabuk bercerita segalanya. Bahkan rencananya untuk bercerai dan mengambil hak asuh bayi kami.

Eunha menelpon calon suaminya sesaat setelah aku datang dengan perban di lengan. Sekarang, Hoseok sedang mengobati luka, mengganti perban ku.

"Aku tak ingin ikut campur masalah kalian, tapi aku tak suka jika ada kekerasan begini." Hoseok fokus dengan keahliannya. Aku bersyukur dikelilingi orang-orang yang menyayangi ku saat terpuruk.

"Sudah ku bilang, aku tak sepenuhnya percaya pada suami mu itu eonni. Salah ku adalah melepaskan mu begitu saja. Mian." Eunha memeluk ku. Senyum muncul di wajah ku. Membuat kedua orang lainnya ikut lega.

"Semua ini hanya salah paham, luka ku juga karena kecerobohan ku. Tapi terima kasih, kalian baik sekali." Sangat berat! Aku mencoba menutupi semuanya.

Kata-kata SeokJin melukai hati ku. Usahanya membantu ku, menyelamatkan nama baik ku, sudah dia lakukan. Maka sekarang, giliran ku. Sebisa mungkin, aku tak akan membuatnya malu atas yang terjadi pada pernikahan kami.

Aku masuk sebuah butik dekat toko ku. Mencari baju-baju hamil yang pasti mereka sediakan juga. Sekitar 1 jam kemudian, aku keluar dengan beberapa paper bag ditangan.

Aku melangkah dengan wajah ceria. Kembali pulang ke toko ku. Cara inilah yang kau pakai supaya Eunha tak lagi berburuk sangka soal suami ku.

"Eonni, wuaahh banyak sekali."

Aku mangangkat semua tentengan ku sambil tersenyum. Eunha mendecih tak percaya kemudian kembali bekerja. Tak ku tau SeokJin melihat yang ku lakukan dan dia menggelengkan kepala.

"Tak tau malu!" Desisnya tak suka.

Pukul 7 aku sudah sampai dirumah dan perlu waktu sejam hingga ku selesaikan memasak. Makanan sudah siap hanya menunggu SeokJin pulang. Kejadian tadi pagi tak akan kau ulangi lagi. Terburu-buru membuat ku hilang kendali hingga melakukan kesalahan.

Aku menunggu hingga jam 9 malam, tapi bahkan bunyi mesin mobilnya tak kunjung datang. Akhirnya aku masuk kamar ku. Aku tertidur.

"Hei kau! Bangun. Panaskan makan malam ku." Teriakan SeokJin bagai gendang yang ditabuh di dekat telinga ku. Memekakkan.

Kepala ku menjadi pening karena terbangun kaget. Aku berjalan sedikit sempoyongan. SeokJin memperhatikan ku, dia tau bahwa aku pasti akan terhuyung ke arahnya.

Benar! Tubuhku terhuyung kearahnya. Tangannya menangkap ku. Tapi kemudian, dia mendorong ku hingga punggung ku menyentuh pinggiran pintu dengan sangat keras.

Aku memekik tertahan. Tulang punggung atas ku menghantam kayu. Sakit sekali! Aku berusaha mengatur nafas ku, menahan denyut sakit disana.

"Jangan banyak drama! Aku sangat lapar!" Hardiknya tanpa perasaan.

SeokJin sedang makan, aku menunggunya diruang santai setelah tadi SeokJin meneriaki ku.

"Aku muak melihat wajah mu. Pergilah, kembali jika aku sudah selesai."

Dua kali kesakitan aku rasakan. Sakit fisik dan hati. Tapi aku bisa apa? Diam! Itu yang aku lakukan. SeokJin meninggalkan meja makan. Aku bergegas membersihkannya.

"Setidaknya dia masih mau memakan masakan ku. Ayah masih mau makan masakan ibu. Kau juga lapar? Kita akan makan." Telapak tangan ku bersentuhan dengan perut ketika bicara, menimbulkan gerak halus dari bayi kami.

Aku menghabiskan sisa makanan yang tak di makan oleh SeokJin. Makan membuat ku bahagia, karena aku tau bayi ku akan tumbuh dengan sehat didalam sana.

"Kau! Dimana kemeja yang kupakai kemarin dulu?"

"Ahh, maaf masih di tempat jemuran. Aku akan membawakannya." Aku meninggalkan makan malam ku, segera menuju ruang laundry.

Aku makin kacau saat aku tau, kemeja itu belum kering dan bahkan ada noda luntur di bagian saku. Kepanikan melanda ku saat itu juga.

SeokJin berdiri dibawah tangga dengan sibuk pada ponselnya. Dia melihat ku mendekat dengan takut dan tak yakin.

"Apa lagi?!"

"Apa kau harus memakainya? Aku tak sengaja....." Tercekat.

"Apa yang bisa kau lakukan? Kau memang tak bisa diharapkan. Aku harap putraku tak mirip dengan mu!" Tangannya merebut paksa kemeja dalam dekapan ku.

Melihat noda itu, wajah SeokJin jadi merah padam. Ubun-ubunnya berdenyut.

"Kau tau? Ini hadiah Ji-won. Apa kau sengaja melakukan ini? Apa kau sengaja merusak semua kenangan ku bersamanya? Bagaimanapun juga kau tak pernah akan bisa menggantikan tempatnya. Kau bahkan tak selevel dengannya."

Menangis pun percuma. Aku tak ada harga lagi dimatanya. Tapi sedu tangis ku tak bisa ku kendalikan. Sakit hati dan terhina.

"Maafkan, aku. A-aku tak sengaja."

SeokJin mendorong kemeja kearah ku, hingga menghantam lengan kanan ku. Tak dia perkirakan, aku yang masih pening karena terbangun kaget, terdorong kebelakang dan lengan ku mengenai vas bunga.

Seketika itu juga, darah mengucur karena luka robek lengan ku kembali terbuka. Aku panik melihat darah dan rasa perih. Tak ku sangka aku limbung dan ambruk menuju lantai.

SeokJin yang panik, berusaha menangkap tubuh ku tapi tak berhasil. Tubuh ku menyentuh lantai dengan bebas. Dari balik baju hamil yang ku pakai, dia melihat lelehan darah mengalir di betis bagian dalam ku.

"Haena-ya!" Pekiknya panik. Hanya itu yang terakhir ku dengar, kemudian semua menjadi hitam.

CEO's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang