Kejadian malam itu-Jeju, 3 tahun lalu.
"Oppa!" Pertengkaran dimulai oleh Ji-won."Ji-won, Sarange." Jari SeokJin berada disamping pipinya membentuk tanda hati dengan senyum manis hingga menyipitkan matanya.
"Tak perlu membujukku." Nada ketus Ji-won membuat SeokJin frustasi.
"Aku bahkan tak melihatnya. Mungkin dia juga sudah lupa seperti ku." Kilahnya mencoba bersabar.
"Aku tau, aku sudah tak menarik lagi. Aku akan makin gendut, aku akan jadi tak berbentuk. Karena aku hamil...." Ji-won tertunduk sangat sedih.
Bagi SeokJin, kehamilan tak terencana ini sangat diharapkannya. Mereka sudah 2 tahun pacaran, kedua keluarga sudah saling mengenal bahkan terus mendesak mereka untuk segera menikah. Namun penolakan Ji-won selalu diterima oleh SeokJin.
"Tolong bersabarlah dulu."
SeokJin dengan sabar menunggu hingga dia menemukan test pack diantara peralatan wanita milik Ji-won. Menatap hasilnya, membuat gembiranya membuncah. SeokJin menunggu kabar bahagia itu keluar dari Ji-won.
Benar saja, hari dimana mereka ke Jeju, adalah hari ulang tahunnya. Seperti yang SeokJin pikirkan, Ji-won memberinya surprise. Malam itu juga mereka pergi menikmati taman kunang-kunang.
Disana pula, dia melihat keluarga Song. SeokJin berdiri jauh dari mereka. Malam itu dengan mata kepalanya, dia menatap gadis cantik berambut panjang yang memakai blus biru.
Tak disangka SeokJin mengingat semuanya, saat itu. Gadis yang pernah membuat hatinya bergetar. Dia sangat yakin gadis itu adalah Nana, putri satu-satunya keluarga itu dan teman kecilnya. Senyumnya tak pudar, melihat gadis itu sedikit berdebat dengan ibunya.
Ji-won yang menunggu SeokJin kembali dari toilet, merasa tak sabar. Dia berjalan mencari keberadaan SeokJin. Hatinya cemburu, melihat pria pujaannya menatap dengan senyum kearah gadis yang jaraknya jauh dari mereka.
Tampak wajah tenang dan sorot mata rindu dari SeokJin. Hal ini membuatnya tiba-tiba menjadi sangat marah. Langit berbintang tertutup awan hitam dan kabut mulai turun. SeokJin bersama Ji-won masuk mobil untuk kembali ke cottage. Ji-won yang tak tenang dan sangat marah, mulai mencari cara melampiaskan kekesalannya pada SeokJin.
Pertengkaran tak terelakkan. SeokJin tau bahwa kekasih yang juga sekretarisnya itu sedang dalam mode hormon kehamilan. Emosinya tak stabil, jadi sebisa mungkin SeokJin tak menanggapinya. Berbeda dengan Ji-won yang ingin SeokJin mengakui bahwa matanya mendua. Gadis itu terus mendesak kekasihnya.
Brak!
Mobil mereka menghantam sesuatu dan mereka tau itu adalah sebuah mobil juga. Kedua mobil itu meluncur masuk kesini kiri jalan. Hingga hantaman kedua menyusul.Suara hantaman benda besar kedalam air terdengar. Ji-won tau, sesuatu yang buruk sedang terjadi. Saat itu juga dia menyesali perbuatannya. Kemarahannya, kekesalannya dan desakannya pada pria kekasihnya itu, membuat kecelakaan itu terjadi.
Air mulaii memenuhi mobil mereka. Ji-won memegangi perutnya. Air disekitarnya sudah berwarna merah.
"Oppa, mian. Sakittt!"
SeokJin terbangun di rumah sakit. Tiga hari setelah kejadian itu dan orang tuanya pun disana. Seminggu kemudian, SeokJin berdiri didepan tempat istirahat Ji-won selamanya. Wajah cantik Ji-won tersenyum manis dalam pigura foto.
Penyesalan terbesarnya, dia tak mampu menurunkan egonya untuk sedikit mengalah malam itu. "Andai saja aku mengalah, andai aku menuruti kemauan Ji-won, dia dan bayi kami akan tetap bisa bersama."
Aku duduk ditepi ranjang di kamar tamu. Kamar yang ku tempati sebelumnya dan seharusnya tetap seperti itu. Perut ku bergerak seiring gerakan bayi kalian.
Aku mengusap air mata, menghirup nafas dalam kemudian aku menatap perut ku yang sudah lebih besar.
"Hai jagoan, kau lapar? Ibu juga." Ucap ku dengan senyum terpaksa.
"Cha! Hanya kita berdua sekarang. Jadilah anak baik seperti yang ayah katakan. Baiklah, kita kan ke dapur dan kita akan memasak."
Aku tau ini sudah tengah malam. Tapi demi bayi ku, dan rasa lapar itu aku mulai memasak sesuatu. Sementara itu, dari dalam kamar SeokJin mencium bau masakan. Dia tau, kebiasaan istrinya tengah malam begini.
Biasanya dia akan ikut makan dan membantu mencuci piring setelahnya. Tidur mendekap kami, merasakan gerakan bayinya. Berbicara didepan perut ku. Tapi egonya tak mengijinkannya melakukan itu lagi.
Setelah makan, aku memilih membaringkan tubuh ku di sofa ruang santai. Hingga pagi menyapa. Aku bergegas menuju kamar ku. Hari ini aku akan giat bekerja untuk kami berdua.
"Haena-ssi, mana sarapan ku?!" Langkah ku terhenti. Aku menoleh kearah SeokJin yang berdiri sudah dengan setelan jasnya. Wajahnya angkuh menatap ku tak suka.
"Maaf. Apa aku kesiangan?" SeokJin membalikan badannya tanpa bicara. Menuju meja makan yang masih kosong.
Mataku melirik kearah jam dinding. Pukul 6:09, ku putuskan melangkah masuk dapur. Tangan ku cekatan menyiapkan sarapan sederhana.
Piring berisi sosis, omelette dan bacon sudah dihadapan SeokJin. Segelas jus jeruk juga sudah disampingnya. SeokJin menyuapkan omelette kedalam mulutnya.
Prang!
Aku terkejut mendengar denting keras dibelakang ku."APA YANG KAU MASAK? INGIN MEMBUAT KU SAKIT?!"
"Maaf, apa yang terjadi? Ma-maaf."
"MAKAN!" SeokJin mendorong kasar piringnya kearah ku. Tangan ku bergetar takut, tapi aku tak ingin SeokJin makin marah. Sebuah suapan kecil telur gulung itu, membuat ku terkesiap.
"PUAS?! HABISKAN!" Teriaknya geram.
Mata kami bertemu. Sorot mata tak suka ku tangkap. Kesombongan, angkuh, dingin, tak suka, bahkan jijik ada dalam sorot mata SeokJin terhadap ku.
"Setelah semua yang ku lakukan pada mu selama ini, ku angkat derajat mu. Ku nikahi dirimu. Menyelamatkan nama baik mu dimasyarakat. Menjadikan mu seorang nyonya Kim, kau sungguh rendah!" Nada bicaranya pelan, lirih dan penuh penekan.
Aku berdiri dihadapannya diantara kami ada meja makan, namun terasa lebih jauh dari itu. Ku suapkan sedikit demi sedikit potongan telur gulung itu. Mataku terpejam tiap kali aku berusaha menelannya.
"Bagaimana? Asin bukan? Makan hingga habis."
Demi apapun juga, entah bagaimana bisa telur gulung itu begitu asin seperti air laut. Aku berusaha dengan keras menghabiskan sarapan yang sedianya milik SeokJin itu.
SeokJin melihat ku sangat kepayahan menelan, menjadi tersulut emosi. Tangannya menyambar piring dihadapan ku hingga piring itu terbang mengenai lengan ku sebelum pecah menghantam lantai.
"Akhhh." Aku mengaduh kesakitan. SeokJin terpukul hatinya, tapi dia merasakan rasa puas tersendiri. Melihat ku sakit membuatnya senang.
"Bersihkan itu sebelum kau pergi." Titah SeokJin.
Aku berjongkok memunguti pecahan piring itu. Helaan nafas ku terus berulang, aku mencoba tegar. Aku mencoba berdiri memegang pinggiran bak cuci piring. Dengan susah payah aku mengangkat tubuh ku.
Rasanya pedih dan nyeri di lengan atas ku, ku rasakan. Darah mengalir hingga mengotori lantai. Ku memakai tissue makanan untuk menutup luka, kemudian aku mengepel lantai. Membersihkan tetesan darah itu.
Toko roti ku.
"Eonni, kenapa dengan lengan mu?" Eunha khawatir."Aku tergores pintu kamar mandi." Jawab mu singkat dan tenang.
"Berhati-hatilah lain kali."
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO's Love Story
ФанфикHanya untuk menghindari hukuman dan melupakan mantan tunangan. Peristiwa perkosaan membuat hidup gadis yatim piatu pemilik toko roti berubah. Tuan pemilik mall tiba-tiba menjadikan dirinya istri untuk sebuah tanggung jawab. Kisah SeokJ...