14 jam setelah penculikan mu...
Semua masih terkumpul di ruang tamu rumah tanpa bisa berbuat apapun. Hanya menunggu dengan cemas dan khawatir.Ponsel NamJoon berdering. Polisi memberikan informasi bahwa Chanyeol punya vila di Seokcho. Rumah peristirahatan yang cocok untuk tempat penyekapan karena sepi.
Polisi setempat sudah merapat ke vila itu dan mendapati baju terakhir yang ku pakai. Hanya saja kami tak ada disana. Hebatnya lagi, polisi juga menemukan 3 kuburan dihalaman belakang dan 2 kantong mayat dengan mayat yang telah membusuk didalamnya. Mereka belum bisa mengkonfirmasi identitas jenasah-jenasah itu.
"Oh Tuhan!" Eunha terpekik spontan. Pikirannya sudah sangat buruk.
"Berita bagusnya, kemungkinan besar Haena masih hidup karena mayat-mayat itu sudah membusuk." NamJoon memberi penguatan.
SeokJin mengusap wajahnya tanpa suara. Hatinya bergelora marah, dadanya sudah sakit menahan geram. Ingin rasanya dia menghajar habis Chanyeol saat ini juga. Pria yang telah mengobrak-abrik kehidupannya. Pria yang menghamili Ji-won, membunuhnya, membunuh mertuanya serta mencelakai kami berdua.
Parahnya lagi, dia menculik dan tanpa tau kemana dia telah membawa istrinya. SeokJin merasa dia tak berguna. Hanya bisa duduk diam dan menunggu. Namun...
Ting!
Bunyi notifikasi pesan masuk membuatnya sigap meraih ponsel."Oppa, aku di klinik kejiwaan di jalan xxx Seokcho. Aku baik-baik saja. Tolong jemput aku tanpa kegaduhan."
Matanya membelalak membaca pesan masuk itu. Tanpa pikir panjang dia berteriak akan menyusul ku ke Seokcho. Ketiga pria lain di ruangan itu juga mengikutinya ke garasi.
"Tidak, tunggu! Jangan kita semua pergi. Tae dan Hoseok, kalian dirumah saja jaga para wanita dan kabarkan pada detektif. Aku dan Jin Hyung yang akan ke Seokcho." NamJoon membagi peran yang tak dibantah oleh siapapun.
.
.
.
Aku mengikuti semua kemauan Chan. Aku berbaring di bed dengan alat USG di samping ku. Chan masih gundah karena dia mengira aku meninggalkannya. Bahkan dia sempat mengancam dokter Hyeon tadi. Chan mengira dokter melarikan ku dari pintu belakang."Tuan Park, ini dia anak kalian." Tangan dokter Hyeon menggenggam tangan ku erat. Dia sedang menguatkan ku dan aku sedang memberitahunya untuk tak mengkhawatirkan apa pun.
"Itu bayi kami dok?" Tanya Chan sumringah tiba-tiba.
"Apa kau ingin ku beritahu jenis kelaminnya?"
"Apakah bisa dok? Apa dia laki-laki?" Tanya Chan kemudian.
Dokter menatap ku, melihat wajah ku yang bermohon.
"Dia perempuan tuan Park. Pasti dia cantik seperti ibunya." Dokter memuji dengan suara tenang dan kami berdua saling bicara dengan kode mata.
"Padahal aku ingin dia laki-laki, supaya dia tangguh. Tangguh seperti ku. Supaya dia bisa menjaga ibunya jika aku tak ada. MENGAPA PEREMPUAN? GUGURKAN! GANTI DENGAN LAKI-LAKI SEPERTI MAU KU!" Chan bangkit dari duduknya di ruangan kecil itu. Berjalan kesana kemari sambil menggigiti kuku tangannya.
Dia bergumam penuh kecemasan, ketakutan dan intimidasi. Chan sesekali berteriak.
"GUGURKAN! AKU TAK MAU PUNYA ANAK PEREMPUAN." Teriaknya lagi.
"Tapi kau bisa mengajarinya berkelahi Chan." Ucapnya lirih, sangat lirih.
"TIDAK! AKU MAU LAKI-LAKI! Mengapa kau berbohong? Aku bilang kau akan memberiku anak laki-laki. Aku mau laki-laki." Chan sepertinya sedang memerankan dua peran berbeda. Dominan dan dirinya sendiri.
Dia seperti sedang bercakap-cakap dengan seseorang yang tak terlihat oleh siapapun. Dia terus bergumam dan mondar-mandir dalam ruangan itu. Dokter Hyeon, tau bahwa Chan tak rutin minum obatnya.
"Teman main" Chan sudah datang. Kecemasan parah membuat Chan tak bisa tinggal diam. Gumam aneh keluar dari mulut Chan. Dokter Hyeon berdiri menenangkan Chan.
"Noona, ada yang salah..ada yang salah..ada yang tidak benar...ini tidak benar." Chan tetap bergerak kesana dan kemari tak peduli apa pun.
"Chan, tenanglah. Ayo kita lihat lagi, Noona mungkin salah lihat. Duduk dulu, apa kau minum vitamin mu setiap hari?" Ruang USG menjadi kamar terapi sekarang.
"Aku minum tapi vitamin ku habis, aku menumpahkannya." Kali ini Chan mirip anak 5 tahun cara bicaranya.
"Mengapa Chan tidak minta Noona membelikan yang baru?" Dokter Hyeon pun menempatkan dirinya sebagai Noona seperti keinginan Chan.
"Aku takut dimarahi ayah, Noona. Ayah sangat galak." Chan terisak persis seperti anak kecil yang mainannya direbut.
"Chan, nyonya yang duduk itu bolehkan Noona menyelesaikan pekerjaan Noona padanya dulu? Lalu kita akan makan eskrim setelah kau minum vitamin mu, bagaimana?" Tawar dokter Hyeon.
"Noona itu sangat cantik. Aku ingin menikah dengan Noona secantik itu jika dewasa nanti." Chan menundukkan wajahnya dengan rona malu.
Dokter Hyeon memberi isyarat untuk ku keluar ruangan. Tak perlu pikir panjang aku keluar dan menuju meja resepsionis. Gadis yang tadi membantu ku tersenyum lega. Aku minta tolong padanya untuk meminjam ponsel lagi.
"Chan, apa Noona cantik?"
"Emm, cantik sekali."
"Apa Chan tak ingin menikahi Noona jika dewasa nanti?" Chan duduk dengan malu.
"Kalau begitu, Chan minum vitaminnya."
Seperti sebelumnya, aku mengirim pesan ke ponsel SeokJin. Aku tau suami ku sudah dijalan saat ini. Aku masih di depan klinik saat sirene mobil polisi mendekat. Suaranya membuat keributan dan membuat perhatian orang lain teralihkan.
Polisi mengepung klinik itu, beberapa diantaranya masuk dan memeluk ku keluar klinik. Mereka mendudukkan ku di ambulance dan mulai mengecek keadaan mu. Seorang polisi berdiri dihadapan ku.
"Nyonya Kim, apa anda baik-baik saja?"
"Iya, aku baik-baik saja. Dia tak berbuat apapun pada ku."
"Baiklah, suami anda akan tiba dalam 20 menit. Kami akan memastikan kondisi nyonya. Aku permisi." Polisi itu membungkuk hormat pada ku.
"Maaf pak, tunggu."
"Iya nyonya?"
"Park Chanyeol butuh pertolongan medis."
"Nde?"
"Chanyeol, butuh psikiater."
Polisi itu menoleh ke papan nama klinik kejiwaan itu, "Body and Soul". Polisi itu langsung mengerti. Dia bergegas tepat ketika Chanyeol keluar pintu klinik bersama dokter Hyeon. Chanyeol diringkus tanpa perlawanan.
Dokter Hyeon menemui ku. Dia mengucapkan kata lega berkali-kali. Chanyeol diapit dua polisi dan berjalan melewati ku yang berdiri bersama dokter Hyeon. Matanya sayu dan sendu menatap ku.
"Noona" Panggilnya berseru. Aku tetap berdiri ditempat ku. Tatapan ku terarah padanya yang dimasukkan dalam mobil polisi.
"Noona! Bantu aku noona!" Chanyeol berteriak sambil memukul-mukul jendela mobil polisi. Aku memalingkan wajah dengan derai air mata. Dokter Hyeon menoleh kearah ku. Melihat ku menangis dia tau bahwa aku tak tega melihat Chanyeol.
Sirine mobil polisi berbunyi. Iring-iringan 5 mobil meninggalkan klinik. Aku juga diminta masuk kedalam ambulance. Kami semua meninggalkan area klinik dan dokter Hyeon.
15 menit kemudian, aku sampai di IGD dan sedang menjalani pemeriksaan lanjutan.
"Nyonya, sebentar lagi kami akan mentransfer nyonya ke bagian kandungan. Mohon bersabar sebentar lagi." Aku mengangguk berterima kasih.
Tak berselang lama...
"Dok, dimana Kim Haena?" Suara yang aku kenali dan terdengar jelas dari tempat ku membuat lega saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO's Love Story
Fiksi PenggemarHanya untuk menghindari hukuman dan melupakan mantan tunangan. Peristiwa perkosaan membuat hidup gadis yatim piatu pemilik toko roti berubah. Tuan pemilik mall tiba-tiba menjadikan dirinya istri untuk sebuah tanggung jawab. Kisah SeokJ...