27. Awal musibah

307 24 0
                                    

Sebagai CEO, tentu saja SeokJin tak tahu menahu dengan siapa rekanan yang akan bekerja sama dengan mall-nya. Semua itu diatur oleh direktur. Tentu dia tak mau ambil pusing dengan urusan seperti itu. Yang dia tau hanya mall-nya menghasilkan profit seperti target.

Kali ini berbeda. Mall Busan, akan menjadi tuan rumah acara resepsi pernikahan kami. Makanya SeokJin ingin survey lokasi dan seluruh fasilitasnya. Sebenarnya semua itu hanya alasan dari ibunya dan dia sendiri.

Bagaimanapun juga pasangan yang telah menikah harus punya privasi waktu berdua. Walau untuk kami itu tak sepenuhnya diperlukan. Tapi, kami sudah disini. Alasan apapun yang membawa kami sampai ke Busan, tetap saja intinya adalah perhatian dari orang tua.

SeokJin tak pernah menyangka jika pria yang menjadi alasannya cemburu dan kesal adalah rekanan mall. Perusahaannya akan mengurusi iklan tentang mall kalian.

"Selamat siang tuan Park. Silahkan duduk. Tak ku sangka perusahaan mu akan bekerja sama dengan kami." SeokJin mengulurkan tangannya.

"Ahh, Na-ya? Kau juga disini?" Park Chanyeol menatap ku dengan senyum manis yang membuat ku canggung dan malu.

"Nde." Kau membungkuk tanpa menatapnya. SeokJin menatap dengan senyum tipis. Dia bersyukur aku menjaganya dihadapan semua orang termasuk Chanyeol sendiri.

"Baiklah, silahkan duduk tuan Park."

Mereka membicarakan hal yang tak pernah ku dengar sebelumnya. Tentu saja aku tak mengerti apa yang mereka perbincangkan. Aku duduk bersama majalah mode dibawah meja tamu.

Tak terasa mereka berbincang hampir dua jam. Selama itu juga aku duduk ditemani majalah-majalah itu. Aku mengangkat wajah ku saat SeokJin memanggil.

"Iya oppa?"

"Rapat sudah selesai. Kita akan makan di bawah, ayo?"

"Haena-ssi, apa kau masih ingat siapa SeokJin?" Chanyeol membuka perbincangan dalam lift.

Aku menoleh pada suami ku sesaat, kemudian menggeleng. Chanyeol tersenyum. Dia sedang menimbang sesuatu.

"Kalian berdua lupa jika kita pernah satu sekolah?" SeokJin terkejut.

"Benarkah? Aku benar-benar lupa."

"Kita semua dari TK yang sama. Aku dan Haena lanjut di SD yang sama, sedangkan kau pindah kesini, Busan."

SeokJin mencoba mengingat-ingat. Makin di ingat makin dia lupa. Kepalanya menggeleng berkali-kali. Pandangannya menerawang.

"Kau tentu tak ingat, Seokjinie." Chanyeol memanggil dengan nama kecilnya.

Beberapa saat kemudian, tawa pecah hingga pintu lift terbuka. Aku sendiri mencoba mengingat nama itu. Seokjinie? Teman kecilnya yang dia panggil Seokjinie adalah pria kecil gendut berkaca mata yang selalu mengekorinya.

Benarkah suami ku adalah pria kecil itu? Pria yang sangat membuat ku terganggu. Rumah kami bersebelahan. Hingga keluarga itu pindah entah kemana. Aku kehilangan kontak setelahnya. Ditambah lagi, aku melanjutkan pendidikan keluar negri.

"Kau tak ingat, bagaimana dulu dia mengekor mu? Kau bahkan mengadu pada ku jika kau tak suka padanya. Ternyata benci jadi cinta." Chanyeol mengatakan sambil tertawa lebar, tapi di telinga SeokJin itu menyakitkan.

"Semua bisa berubah Chan, kami bahkan lupa jika kami pernah saling mengenal."

"Kalian sama sekali lupa? Daebak! Jadi cinta datang tiba-tiba? Kalian tak pernah berbincang soal masa lalu?" Aku dan SeokJin terhenyak. Pertanyaan Chanyeol memang sepenuhnya memberi keterkejutan. Kami tak pernah bicara soal kami pribadi.

"Masa lalu sudah lewat Sunbae, kami fokus untuk masa depan saja, yakan sayang?" SeokJin menarik kursi untuk ku. Mata Chanyeol melihat setiap gerakan yang SeokJin lakukan untuk ku.

Makan siang diselingi gelak tawa. Pak Choi sedari tadi hanya menjadi penggembira, ikut tertawa dan menganggukkan kepala.

"Sunbae, kau sudah menikah?" Chanyeol membeku.

"Aku? Apa aku tampak begitu tua hingga kau bertanya begitu?"

"Wuuaahhh, jadi Sunbae ingin bilang jika aku sudah tua karena aku sudah menikah? Kau membuat ku sakit hati Sunbae."

"Ani, aku belum menikah. Jodoh ku mungkin masih dijaga suaminya." Mata Chanyeol menatap ku.

Sangat jelas dia sedang mengarahkan maksud pada ku. SeokJin tertawa jengah. Pak Choi ikut tertawa canggung.

"Jika kalian teman lama, pasti banyak cerita bukan? Sepertinya seru." Pak Choi menyingkirkan atmosfir tak sedap itu.

"Dulu, SeokJin itu gendut, sedangkan Haena adalah gadis cilik yang imut. Rumah kami bertiga berdekatan. Aku yang paling tua sangat tau cerita mereka berdua." Dengan antusias kami mendengarkan cerita Chanyeol. Aku sendiri sudah lupa soal semua hal itu.

"SeokJin, sangat cengeng. Selalu mengikuti Haena. Bahkan satu kali, SeokJin menangis tak terbujuk saat ditinggal Haena ke toilet saat kami main di taman kompleks." Chanyeol bangga menceritakan aib SeokJin.

"Wuahhh, apa aku seperti itu? Kau melebih-lebihkan Sunbae." Protes SeokJin.

"Aku serius. Bahkan Haena membuat sebutan Seokjinie karena kau dulu sangat cengeng seperti gadis."

"Benarkah? Aku? Aku bahkan lupa semua itu. Maaf oppa."

"Lalu SeokJin membalas memanggilmu Na-ya kadang jadi Nana-ya."

SeokJin diam. Hatinya bergemuruh. Putaran kejadian waktu itu kembali muncul. Dia sekarang ingat, bahwa Nana adalah Nana teman kecilnya dulu. Nana yang dengan rambut kepang dua, Nana yang dia puja dan cinta menjadi sosok gadis yang dia lihat lagi di Jeju.

Puluhan tahun hilang kontak. Hanya sebuah foto yang dia punya. Song Nana. Itulah nama yang dia tau dan membekas di ingatannya. Nana itu juga yang merenggut cinta dan kebahagiaan nya. Manusia yang membawa luka padanya.

Gelak tawa kami tak membuat SeokJin ikut serta. Kepalanya terasa berat dan hampir pecah. Gadis yang menaklukkannya hati dan pikirannya adalah gadis yang sama yang membuatnya terluka begitu dalam.

Senyum dan tawa yang dia sangat dambakan, seolah menjadi ejekan dan hinaan atas penderitaan dan kepahitannya. Gejolak amarah didalam dadanya membuatnya panas dan merah. Aku menyadari hal itu.

"Oppa, apa kau baik-baik saja?" Tawa yang lain terhenti. Mereka melihatku menyentuh lengan atas SeokJin dengan khawatir.

Tiba-tiba saja, dia merasa jijik saat aku sentuh. Hatinya mendidih karena kesakitan dan amarah. Tangannya menghempas tangan ku. Kalian semua terkejut. Tak seperti sesaat tadi, SeokJin mendadak berubah.

"Ah, maaf. Aku hanya tak enak badan. Maafkan aku..aku...aku...akan kembali ke kamar." SeokJin terbata-bata dan terburu-buru meninggalkan meja dengan wajah pucat dan keringat.

Aku ikut panik dengan perubahan itu. Sama terburu-buru nya dengan SeokJin aku juga meninggalkan meja Hingga membuat bingung mereka yang ditinggalkan.

"Pak Choi, apa aku salah bicara?"

"Aku tak tau, mari kita melanjutkan makan siang kita."

Aku tergopoh-gopoh menyusul SeokJin. Mengapa tiba-tiba dia menjadi pucat. Apa karena nama Nana? Apakah aku adalah Nana yang dia maksud dalam mabuknya?

Aku melangkah masuk ke kamar dengan tak bersuara. Melihat SeokJin yang berdiri memandang keluar jendela dengan kedua tangan dalam saku celananya, aku tau dia sedang tak dalam keadaan baik-baik saja.

"Oppa..." Panggil lirih ragu-ragu ku.

"Kemas barang-barang mu, kau akan pulang sejam dari sekarang."

"Nde?!"

"Aku tak suka mengulang perkataan ku dua kali."

CEO's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang