50. Perang dingin

266 16 0
                                    

Kami serumah dan aku masih istri SeokJin. Malam itu saat aku kembali ke kamar tamu yang menjadi kamar ku, SeokJin tak menyusul ku. Aku bisa apa? Memintanya menyusul ku? Bahkan percaya pada ku pun tidak, maka biarkanlah saja.

Sarapan setiap hari tersaji seperti biasanya. Tapi dinding kokoh diantara kami makin tinggi. Kami berbicara seperti biasanya, aku hanya dirumah dan sibuk dengan kamar bayi ku yang tepat di samping kamar SeokJin. Juga ruangan bermain anak di lantai bawah. Jika bosan, aku akan menenggelamkan diri di taman belakang.

Seminggu berlalu, aktifitas ku berjalan hampir normal. Hingga ponsel ku berbunyi, panggilan pemeriksaan oleh polisi untuk ku. Besok jam 9 pagi. Pasti SeokJin pun tau mengenai panggilan itu.

Tak disangka Eunha muncul bertamu diantar Hoseok. Pernikahan mereka tinggal seminggu lagi dari sekarang? Masih sempatnya gadis itu muncul disini. Eunha memperhatikan ku dalam diam yang sedang mengambil minuman dingin dan kue.

Eunha bingung harus memulai dari mana. Misinya hari ini menghibur ku. Misinya selalu terasa berat mengingat bagaimana dia dan aku tumbuh bersama selama ini. Seharusnya dengan kedekatan kami, mudah bagi Eunha untuk menghibur ku. Tapi nyatanya itu tugas paling berat.

Tapi bukan Eunha namanya jika menyerah. Dia punya cara lain untuk membuat ku ceria lagi.

"Eonni, temani aku ke suatu tempat."

"Kemana?"

"Belanja. Aku ingin beli baju hamil. Rasanya akan makin sesak bulan depan."

Semua wanita jatuh cinta dengan shopping. Aku juga wanita normal, shopping adalah kegembiraan mu. Jadi aku tak menoleh permintaan Eunha.

"Dimana?"

"Horison mall, bagaimana?" Binar wajah Eunha tak mampu aku tolak.

Kami berdua sudah menapaki lantai ke dua mall itu. Hiruk pikuk, keramaian, dekorasi dan toko-toko menggoda mata kami berdua. Sepanjang jalan, kami berbincang saling tertawa. Mengapa Eunha memilih mall? Karena ramai, maka aku akan merasa lebih aman jika ditempat ramai.

Kami duduk di sebuah restoran. Paper bag bertengger di kursi sebelah. Es krim dihadapan kami berdua. Sempurna!! Tak ada yang lebih menyenangkan dari semua ini.
Hingga...

"Chagia, tagihan apa ini?"

"Penunjang misi dari mu oppa." Jawab Eunha sambil tersenyum malu.

"Tapi ini banyak sekali, kalian membeli apa?"

"Jangan membuat ku malu Jhope, kau punya rumah sakit. Semua ini untuk anak dan istri mu, tau!" Balas Eunha kemudian meletakkan kasar ponselnya. Wajahnya cemberut, tangannya mengaduk-aduk es krim dihadapannya hingga warnanya menyatu menjijikkan.

"Apa lagi yang terjadi? Bertengkar lagi?"

"Eonni, aku kan hanya belanja untuk keperluan ku, bayi kami dan bajunya, dia memarahi ku karena tagihan kartu kreditnya. Dia sangat pelit." Eunha menitikkan air mata. Dia kesal.

"Kalian ini lucu, Jhope pasti hanya bertanya. Jangan diambil hati Eunha-yaa." Tangan ku menyentuh lengannya lembut.

"Aku yakin SeokJin oppa tak sepelit Jhope. Pria itu benar-benar menyebalkan." Ucapnya sambil tetap cemberut dan mengaduk-aduk kasar es krimnya.

"Ingat, jika ibunya sering marah-marah, maka bayinya juga bisa ikut marah-marah." Bujuk ku.

"Bayi ini bahkan masih sangat kecil, jangan membujukku. Ayahnya adalah dokter. Jadi aku tau semuanya." Sangkal Eunha seperti anak kecil.

Aku terpingkal-pingkal melihat ekspresinya yang malah menjadi menggemaskan daripada menyebalkan karena mendebat ku. Eunha akhirnya ikut tersenyum. Tanpa sadar dia sudah memberi ku rasa senang.

"Eunha, besok aku akan dimintai keterangan oleh kepolisian jam 9 pagi. Aku akan pergi kesana."

"Kau butuh pengacara eonni, mintalah bantuan pada SeokJin oppa." Saran Eunha.

Kau menggeleng, "tidak, tak perlu aku akan kesana sendirian."

Tentu saja Eunha merasa janggal. Jadi benar bahwa sudah terjadi lagi huru-hara dalam rumah tangga kakaknya itu, seperti yang Jhope katakan semalam padanya.

"Kau tak percaya pada suami mu?"

"Sebaliknya Eunha, sebaliknya." Eunha bingung.

"Aku tau bahwa sebelum aku sudah ada beberapa orang yang akhirnya meninggal ditangan Chanyeol. Tapi dia tak melakukan apapun pada ku. Dia malah memperlakukan ku dengan baik. Mungkin karena baru satu hari dia menculik ku. Jika memang dia berkeinginan jahat pada ku, dia bisa saja melakukan hal buruk saat aku pingsan karena bius."

"Dia tak melakukan apapun pada eonni?"

"Dia memang menganggap ku istrinya dan anak ini anaknya. Tapi saat aku mengganti baju ku dikamar mandi, tak ada tanda apapun, pakaian ku masih lengkap dan aku tak merasakan apapun." Eunha terdiam.

"Chan tak pernah menyentuh ku. Aku yakin itu. Orang-orang yang kami temui semuanya membantu ku dan sepertinya maklum akan kelakuan Chan yang berubah-ubah. Dia nampak sering gelisah dan ketakutan, lalu tiba-tiba dia akan menjadi seperti anak kecil. Dia seperti tak tau dimana dunianya."

Eunha mendengarkan dengan seksama dan tanpa menyela. Gadis itu yakin bahwa aku tak berbohong. Tapi cerita percakapan Jhope dan SeokJin semalam, terngiang di telinganya.

Eunha sekarang sedang goyah. Hatinya mendua, berkali-kali dia juga dikecewakan oleh SeokJin, tapi berkali-kali pula dia akhirnya mengakui bahwa SeokJin mencintai ku. Tapi kini, seolah berempati, dia juga merasakan yang aku rasakan. Rasa kesakitan karena dipandang rendah, dipandang kotor dan tak dipercayai oleh orang yang seharusnya percaya, membuat Eunha tak tau lagi harus bagaimana.

"Eonni, apa kalian bertengkar lagi?"

"Tidak, kami tak bertengkar. Hanya saja...."

"Aku tau bagaimana kau berjuang meyakinkan diri mu sendiri hingga jatuh cinta pada SeokJin oppa. Tapi eonni, jika kau tak yakin maka kau harus berhenti."

"Aku tak tau harus bagaimana Eunha-yaa. Aku sangat mencintainya, tapi dia tak percaya padaku."

"Sudahlah eonni, jangan dulu dipikirkan. Sekarang, hari ini, kita akan bersenang-senang supaya besok kau tak tegang. Lupakan semuanya dulu, nikmati hari mu hari ini, oke?" Mata sipit bulan sabitnya tersenyum kearah ku.

Benar kata Eunha, ku harus menyamankan diri. Aku dan bayi ku, telah cukup banyak berjuang. Kesakitan hari ini hanya untuk hari ini. Eunha mengajak ku berkeliling mall itu.

Sorenya, kami berpisah di lobby mall. Eunha berkali-kali membujuk ku untuk diantarnya pulang, tapi aku menolak. Ada rencana lain yang sedang ku susun. Maka orang lain tak perlu tau soal rencana itu.

Menggunakan taksi, aku meninggalkan mall yang penuh hingar-bingar itu. Mobil menelusuri jalanan yang sangat aku kenal. Melihat pertokoan, lampu jalan, taman bermain nostalgia ku kembali muncul.

Aku kembali lagi ke daerah ini, daerah ku tumbuh menjadi gadis yang kuat. Daerah tempat aku menata kehidupan menjadi lebih baik. Daerah yang sangat aku cintai dan tak ingin berpisah dengannya. Aku kembali ke apartemen yang lama.

CEO's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang