Aku menggeliat lalu merasakan nyeri di sekujur tubuh ku. Silau masuk mata ku. Aku memejamkan mata sesaat. Kemudian aku sadar bahwa ada dirumah sakit. Infus terpasang di pergelangan tangan ku. Aku mendengar bunyi alat saturasi disebelah ku.
Mata ku menuju kebagian perut ku, mendapati bahwa aku masih bersama bayi ku, kelegaan menyelimuti ku.
"Hallo sayang, kau masih bersama ibu?" Tangan kiri ku mengusap perut buncit. Gerakan halus ku terima, bayi ku seolah tau bahwa aku sangat mengkhawatirkannya.
Ruangan itu kosong, hanya aku. Apa yang ku harapkan? Setelah semalam perlakuannya pada ku begitu kasar dan hampir saja membuat kecelakaan atas bayi kami. Aku masih hidup dan bangun di rumah sakit seperti ini saja sudah sangat beruntung.
Pintu kamar ku terbuka. Aku melihat perawat masuk dan wajahnya kaget.
"Nyonya? Kau sudah sadar?" Aku mengangguk sambil tersenyum.
"Akan ku panggilkan dokter."
"Selamat siang nyonya Kim. Bagaimana kabar mu?" Tak berapa lama kemudian seorang dokter masuk.
"Iya dok, aku hanya masih pusing."
"Kau beruntung nyonya, bangun setelah dua hari. Semua bagus ya, aku akan mentransfer nyonya kebagian kandungan. Siapa dokter kandungan nyonya?"
"Dua hari? Aku tak sadar selama dua hari? Ah maaf dok. Dokter Kim Namjoon dokter kandungannya, dok." Dokter perempuan itu hanya tersenyum. Dia menganggap lumrah keterkejutan ku
"Baiklah, aku akan mentransfer nyonya. Tapi sebelumnya, nyonya harus makan dulu. Aku tak mau Kim Sunbae menegur ku." Bisiknya sambil tersenyum. Itu malah membuat ku keheranan.
Hingga ku selesai makan, aku masih berharap SeokJin akan muncul. Tapi nihil. Harapan ku terlalu tinggi. Tiba-tiba pintu kamar ku terbuka.
Muncul Hyerin, Taehyung, dan Eunha. Wajah mereka menatap ku dengan iba. Eunha berderai air mata, sesenggukan dengan tangisnya. Hyerin pun menitikkan air mata. Wajah Taehyung sangat marah. Tangannya mengepal.
"Ada apa dengan kalian?"
"Apa eonni merasa baikan?" Eunha menghapus air matanya.
"Aku tak apa, aku terpeleset. Jangan khawatir, kami berdua baik-baik saja." Kilah ku dengan senyum manis.
"Haena-ya! Berhenti berbohong!" Taehyung menatap tajam kearah ku. Membuat ku tertunduk.
"Yeobo!" Tegur Hyerin pada suaminya.
"Haena-ya, kami semua sudah tau apa yang terjadi, jadi kau tak perlu menutupi perbuatan bejatnya." Nada bicara Taehyung tenang, suaranya yang berwibawa membuat ku tak bisa berkutik.
"Lalu dimana SeokJin oppa sekarang?"
"Jangan banyak berharap!." Mataku membelalak. Kepala ku pening memikirkan nasib suami ku.
Seseorang mengetuk pintu, yang ternyata perawat. Mereka akan membawa ku ke klinik dokter kandungan. Hyerin dan Eunha mengikuti ku. Maka bertemulah ka dengan Namjoon. Wajahnya terlihat khawatir pada ku. Aku hanya bisa tersenyum canggung.
Pemeriksaan kandungan membawa kabar baik. Bayi ku sehat, peristiwa itu tak mengakibatkan hal buruk pada kandungan ku. Namjoon menjelaskan panjang dan lebar yang intinya aku harus bed rest selama 1 Minggu.
"Tak boleh berjalan jauh, tak boleh banyak bergerak. Jika kau ingin keluar ruangan, maka harus dengan kursi roda." Titahnya.
"Apa harus hingga seperti itu?"
"Aku tak mau ambil resiko Haena-ya. Aku tak ingin terjadi sesuatu padanya. Jadi tolong dengarkan oppa."
Perawat yang duduk di meja kerjanya diluar pintu terlihat bingung. Baru kali ini dokternya berlaku non formal pada pasiennya.
"Baiklah. Tapi tak mungkin juga bagiku untuk terus tiduran bukan? Bagaimana jika aku harus ke toilet?"
"Kau hanya boleh berjalan-jalan didalam ruang rawat mu. Jika keluar kau harus di temani dan pakai kursi roda. Mengerti?"
Seharian ini Eunha menemani ku. Dia tak henti-hentinya terisak hingga matanya bengkak. Aku bahkan merasa terganggu dengan tangisannya itu.
"Eunha-yaa, aku masih hidup, aku hanya sakit. Kau seperti sedang menghadiri pemakaman ku." Ketus ku membuat Eunha terhenyak.
"Eonni, mulut mu pedas. Itu menyakiti hati ku. Hiks..hiks...hiks..."
"Berhentilah menangis, aku tak ingin dokter Hoseok mempertanyakan soal mata mu yang bengkak."
"Tak apa Haena, aku sudah terbiasa. Syukur kali ini alasannya tepat. Biasanya alasannya menangis tak masuk akal." Hoseok masih dengan snaellinya masuk ke ruang rawat ku.
"Oppa, kau terlalu." Eunha memeluk calon suaminya yang akan di menikahinya akhir bulan ini.
"Jangan terlalu lelah, aku tak ingin bayi ku ikut lelah."
"Mworago?"
"Dia sedang hamil 4 Minggu." Bisik Hoseok meringis gembira dam malu-malu.
Maka aku mengerti alasannya, mengapa Eunha gampang menangis maupun marah-marah. Ternyata karena dia sedang mengandung. Eunha yang mendengar Hoseok memberi ku kabar baik itu, segera tersenyum dengan hidung merah.
"Oh astaga, selamat untuk kalian berdua. Apa ibu mu sudah tau?" Aku sangat bersemangat.
"Ibu bahkan mengirim bala bantuan di toko, mempekerjakan maid dirumah dan mengomeli ku." Aku terkekeh-kekeh mendengar curhatan Hoseok. Eunha malah sekarang sibuk menyesap Sunkist tanpa peduli kalian.
Hoseok membantu Eunha mengupas dan memotong Sunkist itu, membuat gadis itu meringis malu. Makan yang asam-asam sepertinya menjadi hobinya sekarang.
Pemandangan mesra pasangan itu, membuat ku tersenyum dengan sudut mata ku berair. Aku pernah sendirian, menata hidup ku setelah kejadian kelam itu. Lalu aku berusaha tegar saat suami ku menjadi tameng dunia bagi ku. Aku makin merasakan keberuntungan saat SeokJin memberiku cinta dan perhatian seperti Hoseok yang sedang dengan gembira mengusapkan tisu ke mulut Eunha yang belepotan sisa jeruk itu.
Walau hanya berapa hari, aku merasakan false comfort yang diberikan SeokJin, aku bahagia. Ada yang mampu membuat hati ku bergetar karena cinta dan dicintai. Walau pun hanya sebentar, itu adalah kenangan indah yang ku alami. Akan menjadi cerita bagi putra ku kelak.
Mengingat putra ku, pikiran ku melayang jauh ke depan. Jika benar aku akan terpisah dari bayi ini, maka aku tak akan tau harus bagaimana. Nyawa yang sedang tumbuh dalam perut ku itu juga adalah nyawa ku. Karena nya aku mampu bangkit. Karenanya aku bisa terus bersemangat menjalani hidup.
"Masih mau makan lagi?" Pertanyaan Hoseok pada Eunha yang cemberut karena jeruknya habis membuat ku menoleh.
"Habis!" Keluhnya sedih.
"Oppa belikan lagi" Eunha mengangguk dengan binar matanya. Hoseok tertawa sambil mengacak-acak poni calon istrinya.
"Oppa akan kembali, Haena-ya tolong jaga istri ku." Ucapnya sambil keluar pintu.
"Omo! Pria itu!" Eunha menoleh pada ku kemudian kami tertawa terbahak-bahak. Bagaimana bisa aku yang sakit menjaga Eunha. Ada-ada saja tingkahnya itu.
Pintu kamar dibuka dari luar dan tanpa ketukan. Kami menatap kearah pintu, penasaran siapa yang datang. SeokJin muncul dengan kepala tertunduk. Wajahnya lebam, memar bahkan bibirnya berdarah. Rambut dan penampilannya acak-acakan.
Aku spontan menutup mulut ku melihat betapa menderitanya suami ku itu. Tampaknya telah terjadi sesuatu saat kau tak sadar dua hari ini.
"Oppa?" Panggil ku lirih sangat iba.
Perhatian ku sangat ditentang Eunha.
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO's Love Story
FanfictionHanya untuk menghindari hukuman dan melupakan mantan tunangan. Peristiwa perkosaan membuat hidup gadis yatim piatu pemilik toko roti berubah. Tuan pemilik mall tiba-tiba menjadikan dirinya istri untuk sebuah tanggung jawab. Kisah SeokJ...