Irene terlihat cemas berdiri di depan pintu rumah seseorang. Rumah yang membuat dia sempat terkagum saat baru saja turun dari taxi tadi.
Berbeda dengan dirinya yang harus terkungkung di apartemen. Irene selalu ingin rumah jadi tempatnya menghabiskan waktu bersama orang-orang yang dia cintai.
Dia ingin anaknya tumbuh dalam lingkungan rumah. Bukan ruang besar yang berisi sekat demi sekat. Dia ingin rumah, sayang Seulgi masih betah ada di apartemen.
Dulu bersama cinta sebelumnya, mereka selalu membicarakan tentang rumah. Mereka ingin seperti Jisoo dan Ruby. Tidak apa kecil, tapi nyaman untuk di tinggali.
Cinta sebelumnya?
Apa saat ini dia sudah mencintai Seulgi?
Jujur, wanita berwajah dewi itu belum bisa memastikannya. Dia menyanyangi Seulgi, menghormatinya sebagai pasangan hidup. Tapi rasanya berbeda.
Dia biasa saja kalau Seulgi harus keluar kota berhari-hari. Tidak pernah sekalipun dia menghitung kapan Seulgi akan pulang. Dia tidak sepeduli itu untuk tau Seulgi sudah makan atau belum.
Tiap malam dia memasak, ya untuk dia hidangkan sebagai salah satu kewajibannya sebagai istri. Seulgi mau makan sukur, kalau tidak ya dia tinggal buang bila makanan itu basi.
Tidak ada hasrat dalam dirinya ingin tau, apa makanan kesukaan Seulgi. Apalagi berniat memasakinya. Dia hanya masak yang dia ingin makan, atau yang mudah dia kerjakan.
Apalagi sekarang perutnya makin membesar. Bulan depan mungkin dia sudah melahirkan anaknya. Anaknya, bukan anak mereka.
Selama ini Irene tidak masalah kalau hanya sendiri mengunjungi dokter untuk mengecek kondisi kandungannya. Dia selalu beralasan tidak ingin mengganggu kerjaan Seulgi.
Kemarin, saat dia mengunjungi kantor Seulgi. Jujur baru 3 kali Irene kesana. Kemarin pun terpaksa irene datang karena dia habis bertemu dengan ibunya dan ibunya meminta memberikan makanan untuk makan siang Seulgi.
Kemarin... Entah dia merasa beruntung atau sial. Dia bertemu lagi dengan sosok itu....
"Hallo? Mau cari siapa?"
Lamunan Irene dibuyarkan oleh suara anak kecil yang imut bertanya dengan wajah bingungnya. Ini pasti Jieun.
"Hallo, benar ini rumahnya Jennie?" Tanya Irene dengan manis.
Anak itu mengangguk. "Betul.. Mau bertemu mommy ku?"
Senyum Irene mengembang lebar. Melihat anak itu, wajahnya begitu mirip dengan Ruby. "Iya, apa boleh?"
Lagi, anak itu mengangguk. Lalu dia menggeser badannya dan mempersilahkan Irene untuk masuk. Setelah itu dia berlari dan berteriak memanggil ibunya.
Saat Irene ingin duduk, suara derap kaki terdengar mendekat. "Unnie..."
"Rubyyyyy..." Irene ingin cepat-cepat memeluk orang yang sudah dia anggap seperti adiknya itu. "Eh.. Maaf Jennie," Irene mengoreksi.
Jennie memeluk Irene erat. "Tidak apa unnie.."
"Wah, rumah mu bagus sekali Jen," Kata Irene memuji.
"Ah unnie ini, kayak apartemen mu tidak bagus saja.. Apartemen mewah itu," Kata Jennie.
"Tetap saja.. Bukan rumah," Balas Irene sambil tersenyum kecut.
Jennie membawa Irene duduk di sofa ruang tamunya. "Aku rindu sekali dengan unnie.."
"Ah kau ini. Mana berani aku ganggu-ganggu CEO hebat seperti mu," Canda Irene.
Jennie memukul lengan Irene pelan. "Unnie bisa saja! Hahahah.." Tawa Jennie senang.