Sebuah mobil sudah terparkir di depan area pemakaman. Bersanding dengan beberapa mobil lainnya.
Acara penguburan baru saja selesai, Orang-orang terlihat satu persatu meninggalkan area tersebut.
Jisoo turun dari mobilnya. Dengan menggunakan turtleneck berwarna hitam yang dimasukkan ke dalam angkle pants berwana senada Jisoo mulai memasuki area pemakaman.
Menenteng kacamata hitam di tangan kiri dan bouquet bunga di tangan kanannya, Jisoo berjalan perlahan.
Hatinya berat, kakinya seolah tak punya kekuatan untuk sekedar berdiri. Menghadiri sebuah pemakaman, merelakan orang yang dekat dengan dirinya bukanlah sesuatu yang mudah untuknya.
Terakhir kali, saat dia harus melepas kepergian kakek tersayangnya bahkan dia harus di bopong karena tak sanggup berdiri.
Area ini, area yang sebisa mungkin dia hindari. Tapi takdir sungguh tidak bisa di lawan.
Jisoo berhenti di depan sebuah nisan yang baru saja di pasang. Tak sanggup menahan tangisnya, dia memasang kaca mata hitam yang sedari tadi di pegangnya.
Dia menatap nisan itu penuh penyesalan, bersimpuh dia di depan makam. Tangannya mengelus nisan tersebut, menggenggam kepala nisan itu erat. Diletakkannya bouquet bunga Lily dengan Daisy putih yang apik di rangkai.
"Zu..." Panggilnya lirih.
Dia lantas menundukkan kepalanya. Menangis dalam sesal.
"Maaf," Katanya sembari menahan isak tangisnya.
"Harusnya gue ngasih tau lo rencana gue yang lain, Zu... Maaf,"
Jisoo semakin erat memegang nisan itu, rasa bersalahnya begitu besar.
"Harusnya gak perlu ada korban dari rencana ini... Maaf Zu.. Maaf," Akhirnya tangis Jisoo pecah juga.
Dia tidak menyangka ini harus terjadi.
Perlahan tubuh Jisoo dipeluk, sebuah tangan kini sudah memegangi tubuh Jisoo yang mulai lemas.
"Sudah, Ji.."
"Maaf Zu," Jisoo mengatur napasnya. "Harusnya semua udah berjalan sesuai rencana gue. Malah gue lupa ada lo yang pasti ikut khawatir,"
"Gak papa, Ji.. Kita gak ada yang tau takdir,"
Jisoo lalu membalas pelukan itu. Rasanya seribu kata maaf gak akan pernah bisa membayar sebuah nyawa yang harus hilang karena keteledorannya.
"Jangan buat gue semakin berat ngelepas orang yang selama ini ada sama gue, Ji.."
Jisoo mengadahkan wajahnya, melepas pelukannya dan membasuh air matanya.
"Maaf ya, Zu.. Lo sama kandungan lo gimana?" Tanya Jisoo.
"Gak papa, Ji.. Syukur saat itu gue duduk di belakang. Dan ini juga murni kecelakaan karena kelalaian orang lain, Ji.. Bukan salah lo," Jawab Soojoo lembut.
"Keluarga Hwang In gimana? Udah bisa di hubungi?" Tanya Jisoo menengok ke arah nisan itu.
Hwang In adalah asisten Soojoo sejak pertama kali dirinya bertekad menjadi seorang aktris. Jisoo, Soojoo dan Hwang In pertama kali bertemu saat mereka mengunjungi sebuah kedai di belakang kantor agensi yang menaungi Soojoo selama ini.
Hwang In sangat cekatan, walaupun hanya bekerja sebagai paruh waktu anak itu terlihat sangat gesit. Lalu dia menyapa Soojoo, mengira Soojoo adalah aktris yang selama ini dia idolakan. Karena saat itu, Soojoo menggunakan masker.
Dari situlah, Jisoo melihat kalau anak ini bisa di andalkan. Beruntung, karir Soojoo langsung meroket ketika dia pertama kali membintangi sebuah iklan.