"Tapi anda sadar kan, kalau anda bisa saja di dakwa karena mengantarkan minuman itu pada Nyonya Ruby Jane?" Tanya si Jaksa dengan arogan.
Jisoo tersenyum. "Silahkan. Hukum saya sesuai hukum yang ada. Yang penting saya hanya ingin keadilan untuk mantan istri saya dan anak saya,"
"Keadilan apa yang anda maksud?"
"Apa anda tau seberapa besar trauma yang Nyonya Ruby alami setelah kejadian itu? Hm?" Tanya Jisoo balik.
"Kami berdua kehilangan banyak hal karena masalah ini. Kejadian ini. Bahkan saya kehilangan istri dan calon anak saya saat itu. Anda tau bagaimana rasanya bertahan hidup sendirian dan mencoba menyelamatkan anak dalam kandungnya sendirian? Sedangkan yang melakukannya bisa hidup bebas tanpa rasa bersalah," Lanjut Jisoo.
"Tapi kan sekarang kalian sudah bertemu lagi," Si Jaksa menatap Jisoo remeh.
"8 tahun. Bisa anda bayangkan bagaimana hidup kami selama itu? Jebakan dan tipuan yang dibuat oleh Nyonya Dara untuk kami sudah menghancurkan keluarga kecil kami," Jawab Jisoo lagi.
"Lalu kenapa anda tidak mencoba kabur saat itu? Bagaimana anda tidak bisa menghubungi istri anda? Banyak cara menghubunginya, mengapa anda tidak lakukan?"
Jisoo menggeleng lemah. "Saya memang tidak bisa menghafal nomor. Dari umur saya 5 tahun, saya mengalami Diskalkulia. Saya bahkan kesulitan menghitung dari angka satu sampai 10. Pengacara Son, silahkan jelaskan.." Kata Jisoo pada Wendy.
Wendy lalu memunculkan sebuah slide dari tabletnya ke layar yang ada di ruang persidangan.
"Diskalkulia adalah sebuah kondisi dimana seseorang kesulitan dalam memahami dan mempelajari konsep dasar matematika seperti berhitung, menghafal angka, serta memahami sistem penomoran," Baca Wendy ulang dari slide tersebut.
Ruang sidang seketika riuh mengetahui fakta baru tentang Jisoo itu. Mereka semua kaget, kecuali Seulgi, Bona, Taeyang dan Dara. Bahkan Jennie baru mengetahui hal tersebut.
Wendy lalu memberikan sebuah kertas yang sudah lusuh, surat keterangan dokter kala itu.
"Sayangnya, Nyonya Dara yang notabene nya adalah ibu kandung saya, mengetahui hal tersebut. Dan saya tidak menyangka, kekurangan saya itu dia buat sebagai alat untuk menjalani misinya," Kata Jisoo sedih.
"Anda bukannya memiliki perusahaan? Bagaimana mungkin anda bisa menjalankan perusahaan tersebut tanpa berhitung?" Tanya Jaksa menyelidik.
Jisoo tersenyum. "Memang saya punya kekurangan hal itu, tapi saya beruntung memiliki orang-orang yang begitu menyayangi saya. Paman saya, Taeyang, yang selama ini membantu saya belajar dari saya duduk di bangku sekolah. Kedua sahabat saya, Seulgi dan Bona, yang menjadi penasihat perusahaan dan juga sekertaris saya itulah yang mempunyai jasa besar dalam perusahaan saya,"
Jisoo memandang Taeyang, Seulgi dan Bona secara bergantian. Senyum lebarnya mengungkapkan betapa besar rasa terimakasih yang ingin Jisoo ungkapan pada mereka.
"Itulah sebabnya, saya tidak dapat menghubungi Ruby saat itu. Cukup masuk akal bukan?" Jisoo bertanya balik kepada jaksa penuntut umum itu.
"Baiklah. Sekarang giliran tuan Lee Seunghoon," Kata si Jaksa cepat.
"Bisa anda ceritakan bagaimana keadaan malam itu?"
Hoony mengangguk. "Aku ingat malam itu Dara noona dan Jisoo datang. Aku memang habis operasi, tapi aku hanya operasi usus buntu. Tapi malam itu, Dara noona datang dengan menangis tersedu-sedu seperti aku akan mati saja," Jelasnya.
"Apa anda yakin kalau anda hanya operasi usus buntu?" Tanya si jaksa kembali meremehkan, mengingat dia dan pengacara keluarga Kim tadi menolak menjadikan Seunghoon sebagai saksi karena kekurangan yang laki-laki itu miliki.
