Waktuku hampir habis. Ini sudah memasuki hari ketiga di siang hari. Jika aku tidak mendapatkan informasi, aku terancam diusir. Aku tidak peduli jika itu hanya gertakan, tetapi aku juga butuh tahu siapa laki-laki itu.
Sakit kepalaku semakin menjadi-jadi. Efek berbadan dua dan beban pikiran yang menghantuiku selama 24 jam. Bekerja pun tidak bisa fokus. Kurang tiga hari hidupku sudah kacau balau.
Sepertinya aku hanya mampu bersiap-siap angkat kaki dari rumah.
Sembari memilih baju mana yang akan kubawa pergi, kubuka ponsel untuk melihat-lihat galeri untuk mencari hiburan gratis di saat kuota internet menipis. Banyak sekali screenshot yang tak berguna, kuhapus hingga ratusan lebih. Lalu kuklik folder kamera untuk membersihkan foto-foto yang tidak penting. Beberapa foto selfie kuhapus karena jika dilihat lebih lama ternyata fotoku terlalu jelek untuk disimpan. Jujur saja, foto selfie hanya terlihat cantik dalam waktu beberapa menit saja, setelah itu berubah menjadi buruk rupa.
Deretan foto terus bergulir sampai kutemukan empat foto yang masih cukup segar di otak. Itu merupakan foto-foto selama reuni SMP. Dua foto pertama adalah foto beramai-ramai sekelas. Kemudian, dua foto terakhir adalah fotoku dengan teman-teman yang dulunya dekat.
Masa-masa SMP tidak bisa kubilang menyenangkan. Aku sebenarnya sendirian, hanya memiliki dua orang teman. Itu pun kami jarang bermain bersama. Katanya, mereka bilang aku ini sombong dan tidak mau bergaul. Padahal mereka saja yang terlalu takut untuk dekat denganku.
Mengingat masa SMP yang tidak menyenangkan, aku jadi ingat pada reuni itu mereka bertingkah jahat padaku. Dirga, laki-laki yang memiliki kekuasaan di sekolah dan kata para penggemarnya mempunyai pesona paripurna, memberikanku minuman beralkohol, dan tidak ada satu pun yang mencegah atau membantuku. Bahkan dua teman lamaku itu hanya ikut tertawa seakan-akan aku badut konyol yang sedang melawak.
Nahasnya, aku tidak begitu ingat kejadian setelah itu. Semuanya seperti potongan puzzle yang jatuh berserakan ke dasar laut. Tak mampu kupungut, hanya dapat diam membiarkan mereka terayun-ayun oleh arus, jatuh terlalu dalam hingga tak kuasa kugapai. Yang kuingat hanyalah aku diberikan alkohol, ditertawai, lalu tiba-tiba Dirga menarik lenganku, dan senyumnya yang licik... Tunggu, ada yang salah dengan ingatanku.
Refleks tubuhku bangkit dari ranjang. Sebuah palu seakan menghantam tengkorakku dan urat saraf berdenyut pilu. Namun, ada hal lain yang membuat kepalaku semakin sakit adalah potongan ingatan yang hilang. Semakin dipikirkan, justru aku merasa buntu. Potongan ingatan itu sudah tenggelam di dasar otak. Meski dikhianati oleh daya ingat, tetapi perasaanku mengatakan bahwa ada yang tidak beres.
🔥🔥🔥
Akhirnya yang kutunggu datang juga. Setelah mendapat kontak Dirga dari grup SMP, aku langsung menghubunginya dan memintanya hari ini juga untuk bertemu. Harap-harap cemas laki-laki itu menolak, untungnya dia memiliki waktu. Jadi, disinilah kami berada. Di sebuah kafe bernuansa kontemporer di dekat kantornya. Dia masih mengenakan setelan jas lengkap dan sepatu pantofel mengilat.
"Ada denganmu, Kei?" tanyanya sambil menyeruput es limun dengan santai. Tatapannya jatuh pada luka-luka di lenganku yang tertutup perban dan plester. "Apa kakimu juga terluka?"
Kutegakkan tubuhku, berusaha seserius mungkin dan menata kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Aku takut kecurigaan ini hanya akan mempermalukan diriku karena ternyata dugaanku salah.
"Jangan berbasa-basi. Apa yang terjadi saat reuni?"
Dirga menyandarkan tubuhnya pada kursi. Jari jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja, suaranya yang statis membuatku tidak nyaman.

KAMU SEDANG MEMBACA
Berselimut Bara
Mystery / ThrillerBerawal dari alkohol, Keila terjebak dalam labirin kesengsaraan yang dibuat laki-laki itu. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada ampunan. 🔥🔥🔥 Mengandung banyak konten negatif yang mungkin mengganggu bagi sebagian pembaca. ⚠Trigger Warning⚠ Toxic...