Bab 16

5K 285 5
                                    

Suara gonggongan Milo terdengar begitu antusias. Kudengar hentakan kakinya yang sedang berlari cepat langsung menubrukku. Karena belum siap dengan kejutan ini, aku pun terjatuh. Namun rasa sakit bokong menghantam lantai tidak bisa mengalahkan rasa senangku bertemu lagi dengan Milo.

"Hai, Milo."

Milo tidak mau berhenti menjilatiku seolah sedang mengingat rasa tiap inci wajahku yang sudah dua bulan lebih menghilang.

"Iya, aku disini sekarang."

Milo tampak girang, kemudian menyapu pipiku dengan usapan yang paling basah. Aku sampai terkikik geli. Kupeluk tubuhnya yang kokoh dan hitam. Merasakan kelembutan bulu-bulu pendeknya di permukaan tanganku.

Kemudian aku merasakan bekas aneh yang seolah menggaruk kulitku. Setelah berpelukan, aku langsung memeriksa punggungnya yang agak kasar tadi. Ternyata ada segaris samar yang mulai sembuh. Aku yakin betul sebelumnya Milo tidak pernah terluka. Sekarang ada bekas luka. Dan sepertinya bukan luka akibat jatuh.

Milo tampaknya tak suka aku memusatkan perhatian pada bekas luka, bukan padanya. Sebab dia langsung memutar badan dan menggeram pelan.

Tiba-tiba kecurigaan yang paling mungkin terjadi pada bekas luka Milo adalah Dirga, si bajingan itu. Siapa lagi kalau bukan dia yang berani berbuat semena-mena? Dirga pasti melampiaskannya pada Milo. Akibat keteledoran Milo yang tak mampu mengawasiku, Dirga pasti menghukumnya habis-habisan. Aku tidak tahu separah itu aku dianggap mainan berharga baginya, sampai melukai anjing setia yang selalu sigap ini.

Aku mencoba menyentuh bekas lukanya lagi. Milo menggeram sembari menyeringai marah. "Ini ulah Dirga kan?"

Milo menggonggong keras, lalu menjauhkan dirinya dariku. Dibalik suaranya yang galak dan rahangnya yang kuat terbuka menunjukkan gigi-gigi tajam siap merobek musuh, matanya mengatakan sebaliknya. Milo ketakutan. Matanya yang diliputi oleh kabut rasa takut yang amat sangat besar.

Aku berusaha meminta maaf padanya, Milo hanya bergeming. Sepertinya ia masih marah padaku.

Aku bertanya-tanya dalam hati, kenapa kamu tidak melawan? Perkataan otakku kemudian menyadarkanku. Milo tidak bisa dan tidak ingin melawan, hanya menerima hukuman dengan patuh. Milo terlalu mencintai tuannya, sangat dalam. Sampai rela tubuhnya dilukai.

Dan aku akan membuatnya berubah pikiran.

"Milo, sini ikut aku."

Di siang hari pada pekerja sibuk dengan urusan masing-masing. Dirga juga sibuk dengan pekerjaannya. Aku bisa melenggang keluar masuk ruangan manapun yang kumau.

Pertama, aku kembali masuk ke dalam kamar. Seorang asisten rumah tangga masih membersihkan kamarku. Kuminta dia untuk tidak melakukannya lagi, biar aku sendiri. Sebenarnya dia ragu, tapi mengiakan saja. Aku mengambil setoples biskuit khusus anjing yang kusembunyikan di belakang tumpukan baju dan mengambilnya beberapa keping.

Aku masuk ke dalam ruang cuci yang letaknya di belakang rumah. Ruangan itu setengah indoor dan setengah outdoor. Aku menghampiri mesin cuci, ternyata kosong. Keranjang-keranjang pakaian dan jemuran pun kosong. Tidak ada apa-apa disini, jadi aku keluar dari ruang cuci.

Seperti kataku sebelumnya, rumah ini sepi sekali sehingga aku punya kebebasan berkeliling seisi ruangan. Ruangan yang kumasuki kini adalah kamar Dirga.

Aku sudah gila memasuki teritorial bajingan itu. Mendengar tidak ada langkah kaki yang mengikuti, aku menoleh ke belakang. Milo merengek dengan nyali ciut di depan pintu. Aku memaksanya masuk dengan suara tegas. Setelah kembali merengek seperti anjing kecil, Milo memberanikan diri untuk melangkah masuk.

Berselimut BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang