Bab 5

10.3K 427 3
                                    

⚠⚠⚠

Mimpi aneh datang merayap masuk. Aneh sekali sehingga dengan cepat kusadari bahwa ini hanya bunga tidur.

Di tengah tanah lapang, aku sendirian tersengat matahari. Tidak ada pepohonan atau siapapun. Yang kutemui hanyalah ilalang seluas mata memandang. Tiba-tiba, secepat kilat tubuh berotot berbulu gelap berlari menerjangku. Aku terkejut olehnya. Dia Milo, anjing menyeramkan yang paling kuhindari selama di rumah. Anjing itu menarik-narik ujung rokku, memaksaku untuk segera bangkit. Kuturuti kemauannya.

"Kenapa?" tanyaku padanya yang terus menggigit rokku padahal aku sudah berdiri tegap.

Dia membuka rahangnya, memperlihatkan gigi-gigi putih bersih yang tajam. "Ayo lari, Keila."

Aku terkejut lagi. Suara bariton anjing itu terdengar seperti manusia sungguhan, seorang pria yang berwibawa, bahkan dia menyuruhku untuk lari.

"Lari dari apa?"

Aku menoleh ke belakang. Monster mengerikan bertubuh raksasa dengan mata besar melotot sedang mengejarku. Dia tersenyum lebar dengan mulut meneteskan darah hitam. Sekitar lima meter jauhnya, itu sudah sangat dekat. Lantas aku berlari mengikuti Milo. Terus berlari tanpa menoleh ke belakang.

Kami sudah di tepi hutan. Milo terus merangsek masuk melewati pepohonan dan semak-semak. Aku mengikutinua, sampai tiba-tiba kurasakan tangan yang kekar mencengkeramku kuat-kuat. Aku jatuh akibat tarikan itu. Milo berhenti, menatapku dari kejauhan. Matanya yang selalu tampak waspada dan marah, kini khawatir sekaligus ketakutan.

"Milo!"

Napasku terengah-engah. Aku disini. Di tempat tidur besar yang empuk, bukan di tengah ilalang. Keringat dingin bercucuran membasahi kening dan pelipis. Benar saja, itu mimpi yang aneh dan juga menakutkan.

Satu gonggongan mengejutkanku. Milo berada di sisi ranjang, memerhatikanku dengan manik matanya yang gelap. Aku meringsut mundur. Rupanya dia mendengar aku meneriakkan namanya.

"Masih pagi udah teriak-teriak."

Dirga membalik posisi tidurnya, yang sebelumnya memunggungiku. Dia tampak terganggu dan tidak senang. "Maaf, aku mimpi buruk." Dia menggelengkan kepalanya. Lalu bangkit dari ranjang. Suasana hatinya pagi ini berantakan karena aku. Terlihat jelas dari kerutan dan rahangnya yang mengeras.

Milo mengekori Dirga keluar kamar, meninggalkan aku sendirian.

Sudah seminggu sejak pernikahan kami. Aku baru kembali bekerja kemarin, sedangkan Dirga sejak awal selalu sibuk dari pagi hingga ketemu pagi. Kami benar-benar berjarak.

Di meja makan yang besar dan seluas lapangan golf ini kami makan dalam hening. Hanya suara denting rendah dari alat makan. Sejak tinggal di rumah Dirga, aku tidak pernah memasak. Satu dari sekian banyak hal yang terlalu berlebihan membuatku tidak nyaman. Di rumah aku terbiasa menyapu, mengepel, berbenah, memasak, bahkan memperbaiki genteng bocor. Namun disini aku seperti bayi yang semuanya sudah tersedia di depan mata.

"Kamu harus berhenti bekerja."

Seketika aku mendongak, tidak percaya apa yang telah dikatakannya. Wajahnya serius, tidak ada senyum licik yang biasa menghiasi wajahnya yang mulus.

"Aku tidak mau," jawabku dengan keyakinan kuat. Enak saja, baru menikah sudah memerintah di luar batas. Bahkan ibuku saja tidak bisa mengubah sebagian besar kemauanku.

"Aku kenal bosmu. Jangan ke kantor, aku akan bilang padanya langsung. Paham?"

Refleks kedua kakiku menegak hingga kursi berbantal beludru gading terdorong ke belakang. Sendok dan garpu perak terkepal di dalam genggaman tangan.

Berselimut BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang