Well, happy reading! :)
🔥🔥🔥
Lima hari sudah lewat seminggu lalu. Kak Raina pamit dengan berat hati. Untuk kedua dan terakhir kalinya dia menyarankanku untuk mengakrabkan diri dengan Milo, si anjing bertampang seram itu.
Sejak penawaran yang Dirga berikan telah kusetujui, sejauh ini dia benar-benar menepati ucapannya. Tutur katanya melembut, senyum licik di bibirnya telah lama tak nampak, sikapnya pun membaik. Aku dimanjakan secara fisik maupun psikis.
Aku melakukan yang setimpal, seperti yang sudah kusepakati. Hubungan kami menjadi hubungan timbal balik. Aku berusaha melupakan segala sifat jeleknya dan mencoba melunak, meski jauh dalam lubuk hatiku masih was-was. Aku tetap menjaga jarak, mengetahui batasan agar tidak hanyut terlalu jauh dalam pesonanya. Aku takut Dirga akan mempermainku lagi untuk kali kedua.
Aku baru saja pulang dari berbelanja. Dirga memberikan sedikit ruang bebas untukku. Aku diperbolehkan jalan-jalan keluar asal sudah izin dan mau diantar oleh supir. Dirga juga memberikanku kartu kreditnya, membiarkanku leluasa untuk menggunakannya. Aku tidak mau boros atau terkesan memelorotinya, jadi aku hanya membeli sesuatu yang kubutuhkan atau yang kuinginkan, tapi dengan harga yang masih masuk akal.
Aku bosan. Tidak tahu harus melakukan apa di rumah sebesar ini sendirian. Para ART tidak bisa diajak bicara, mereka sibuk bekerja. Acara TV tidak begitu bagus. Aku langsung mematikannya.
Milo.
Nama anjing itu muncul begitu saja di kepalaku. Mungkin ini saat yang tepat untuk menguji nyali. Cepat atau lambat aku akan menerima saran Kak Raina untuk mendekati Milo.
Aku mengelilingi rumah seperti mengitari seisi kompleks hanya untuk mencari anjing itu. Ternyata dia sedang tidur di kolong meja kerja Dirga. Aku sempat terpukau dengan ruang kerja Dirga yang tertata rapi, dipenuhi berkas dan folder di rak kayu. Sebab sebelumnya aku belum pernah kemari. Seingatku, Dirga juga melarangku untuk masuk ke wilayahnya.
"Milo," panggilku pelan. Aku mengambil jarak sekitar tiga meter. Masih ada rasa takut meski sudah berusaha nekat.
Anjing hitam itu langsung melebarkan mata. Telinganya seketika berdiri tegak tampak tegang. Lama sekali kami bertatapan, sampai akhirnya dia bangun untuk merenggangkan tubuh, kemudian berjalan pelan menghampiriku.
"Heh, jangan dekat-dekat," ucapku spontan. Aku mengambil langkah mundur, Milo berhenti untuk melihatku yang ketakutan. Aku berjongkok tak jauh darinya. "Disitu saja, oke? Duduk."
Milo duduk dengan manis. Benar-benar anjing penurut. Ini langkah awal yang bagus. Aku akan membuat perkembangan lebih.
"Kita belum berkenalan." Aku tersenyum seperti orang bodoh. Mengajak anjing bicara juga aneh. "Aku Keila."
Milo malah menelengkan kepalanya, telinganya bergerak-gerak ke kanan kiri. Dia menjulurkan lidahnya yang panjang. Sudut bibirnya terangkat seolah sedang tersenyum membalasku.
"Boleh aku menyentuhmu, Milo? Sedikit saja."
Milo masih dalam posisi dan ekspresi yang sama. Perlahan kuulurkan tangan yang sedikit gemetar. Dalam diriku membayangkan Milo tidak suka ada seseorang yang menyentuhnya dan justru malah mengigit jari-jariku. Namun, aku tidak akan pernah dapat berteman dengan Milo jika tidak mencoba.
Mataku sudah nyaris terpejam saking takutnya. Bukan gigi taring yang menusuk kulit, melainkan lidah basah yang menyapu seluruh telapak tanganku. Refleks aku memekik, menghentikan Milo yang asik menjilat.
Langkah awal yang bagus, walaupun menggelikan. Sepertinya Milo menyukaiku. Aku akan belajar menyukainya juga.
Kuulurkan tangan lebih panjang untuk mengusap pucuk kepalanya. Bulu-bulu hitam licin terasa lembut di kulit. Aku tidak pernah tahu Milo sehalus ini. Pasti karena perawatan yang mahal dan gizi yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berselimut Bara
Mystery / ThrillerBerawal dari alkohol, Keila terjebak dalam labirin kesengsaraan yang dibuat laki-laki itu. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada ampunan. 🔥🔥🔥 Mengandung banyak konten negatif yang mungkin mengganggu bagi sebagian pembaca. ⚠Trigger Warning⚠ Toxic...